31.7 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Pengusaha di Back Up Pejabat

Foto: Ricky/PM
Hutan bakau (mangrove) di bibir pantai Desa Pematang Sei Baru, Kec Tanjungbalai, Kab Asahan, yang dirambah warga. Kayu hutan tersebut dijadikan arang.

ASAHAN, SUMUTPOS.CO – Hingga kini, dapur arang di hutan mangrove (bakau) di Desa Pematang Sei Baru, Asahan masih beroperasi. Tidak satupun dinas terkait, pejabat atau pihak kepolisian berupaya menghentikan perambahan secara terang-terangan itu. Bahkan, Wahyudi SP MSi, selaku Kepala UPT Dinas Kehutanan Asahan, tidak tegas dan berbelit-belit saat memberikan keterangan.

Lebih miris lagi, pihak dinas kehutanan Asahan mengaku tidak tahu adanya pengolahan arang di hutan bakau yang kini sudah gundul. Padahal hasil investigasi Koran ini ke lokasi, hutan yang menjadi percontohan itu sudah ratusan hectare dibabat sekelompok orang yang mengaku kelompok tani. Dan di sana sekarang, sudah berdiri dua dapur arang dengan klualitas ekspor.

Kepada Posmetro Medan, Wahyudi SP MSi, kasus perambahan hutan itu bukan kewenangannya, melainkan kewenangan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Dan, menurutnya lagi, hingga kini, perambahan hutan bakau di bibir pantai Desa Pematang Sei Baru, Kec Tanjungbalai, Kab Asahan itu masih ditangani pihak Poldasu.

“Kalau dari status kawasan, itu sudah masuk APL. Sudah tidak kawasan hutan lagi. Namun, karena itu tumbuh alami, ada proses atau prosedurnya melaui BPHP. Apakah dari BPHP sudah selesai atau belum, saya tidak tau. Dan ternyata arangnya sudah jadi, sudah pernah ditangkap orang polda,” ujar Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah III Asahan, itu kepada Posmetro Medan melalui telepon selulernya, Senin (13/11).

Masih Wahyudi, dia mengaku terkejut mendengar perambahan dan dapur arang itu. “Saya nggak tau sama sekali dan kaget juga dibilangkan itu. Kalau saya tanya sekarang gak enak, karena kan dalam urusannya dengan orang polda. Ya, sudah kita biarkan dulu lah hingga selesai dulu urusannya dengan polda. Setelah itu baru bisa kita tanya kan. Kalau sekarang ngak enak,” kata Wahyudi berbelit.

Selain itu, wahyudi mengaku kalau kayu bakau yang sudah ditebang dan ditumpuk di sekitar pengolahan arang itu, tidak bisa diproses. Sebab menurut Wahyudi, daerah itu di luar kawasan hutan sehingga tidak ada unsur pidananya.

“Dilihat dari kondisinya ya masih kawasan hutan. Tapi statusnya di SK 579 Menteri kehutanan itu APL. Sehingga orang yang bisa ditahan itu adalah yang mengambil di dalam kawasan hutan. Jadi kalau sudah di luar kawasan hutan, sudah tidak ada pidananya. Itu masalahnya, makanya kami intip juga kalau orang itu mengambil kayu dari kawasan hutan, akan kami tangkap,” katanya.

Pernyataan demi pernyataan yang diucapkan Kepala UPT Dinas Kehutanan Pemkab Asahan itu, bertolak belakangan dengan apa yang terjadi di lapangan. Salahsatu contoh nya adalah pernyataan soal masuk kawasan hutan.

Foto: Ricky/PM
Hutan bakau (mangrove) di bibir pantai Desa Pematang Sei Baru, Kec Tanjungbalai, Kab Asahan, yang dirambah warga. Kayu hutan tersebut dijadikan arang.

ASAHAN, SUMUTPOS.CO – Hingga kini, dapur arang di hutan mangrove (bakau) di Desa Pematang Sei Baru, Asahan masih beroperasi. Tidak satupun dinas terkait, pejabat atau pihak kepolisian berupaya menghentikan perambahan secara terang-terangan itu. Bahkan, Wahyudi SP MSi, selaku Kepala UPT Dinas Kehutanan Asahan, tidak tegas dan berbelit-belit saat memberikan keterangan.

Lebih miris lagi, pihak dinas kehutanan Asahan mengaku tidak tahu adanya pengolahan arang di hutan bakau yang kini sudah gundul. Padahal hasil investigasi Koran ini ke lokasi, hutan yang menjadi percontohan itu sudah ratusan hectare dibabat sekelompok orang yang mengaku kelompok tani. Dan di sana sekarang, sudah berdiri dua dapur arang dengan klualitas ekspor.

Kepada Posmetro Medan, Wahyudi SP MSi, kasus perambahan hutan itu bukan kewenangannya, melainkan kewenangan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Dan, menurutnya lagi, hingga kini, perambahan hutan bakau di bibir pantai Desa Pematang Sei Baru, Kec Tanjungbalai, Kab Asahan itu masih ditangani pihak Poldasu.

“Kalau dari status kawasan, itu sudah masuk APL. Sudah tidak kawasan hutan lagi. Namun, karena itu tumbuh alami, ada proses atau prosedurnya melaui BPHP. Apakah dari BPHP sudah selesai atau belum, saya tidak tau. Dan ternyata arangnya sudah jadi, sudah pernah ditangkap orang polda,” ujar Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah III Asahan, itu kepada Posmetro Medan melalui telepon selulernya, Senin (13/11).

Masih Wahyudi, dia mengaku terkejut mendengar perambahan dan dapur arang itu. “Saya nggak tau sama sekali dan kaget juga dibilangkan itu. Kalau saya tanya sekarang gak enak, karena kan dalam urusannya dengan orang polda. Ya, sudah kita biarkan dulu lah hingga selesai dulu urusannya dengan polda. Setelah itu baru bisa kita tanya kan. Kalau sekarang ngak enak,” kata Wahyudi berbelit.

Selain itu, wahyudi mengaku kalau kayu bakau yang sudah ditebang dan ditumpuk di sekitar pengolahan arang itu, tidak bisa diproses. Sebab menurut Wahyudi, daerah itu di luar kawasan hutan sehingga tidak ada unsur pidananya.

“Dilihat dari kondisinya ya masih kawasan hutan. Tapi statusnya di SK 579 Menteri kehutanan itu APL. Sehingga orang yang bisa ditahan itu adalah yang mengambil di dalam kawasan hutan. Jadi kalau sudah di luar kawasan hutan, sudah tidak ada pidananya. Itu masalahnya, makanya kami intip juga kalau orang itu mengambil kayu dari kawasan hutan, akan kami tangkap,” katanya.

Pernyataan demi pernyataan yang diucapkan Kepala UPT Dinas Kehutanan Pemkab Asahan itu, bertolak belakangan dengan apa yang terjadi di lapangan. Salahsatu contoh nya adalah pernyataan soal masuk kawasan hutan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/