25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Bukan Mahar, tapi Uang Saksi

Proses penghitungan suara hasil Pilkada yang disaksikan masing-masing saksi dari paslon yang bertarung.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana mengenai besarnya biaya politik yang harus dikeluarkan oleh seorang calon atau pasangan calon di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bukan sesuatu yang sifatnya rahasia. Namun, bukan juga dianggap sebagai mahar untuk membayar partai agar mendapatkan perahu. Hal ini menurut Ketua Tim Pilkada Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Sumut Aripay Tambunan, karena negara belum memberikan anggaran bagi para saksi.

Menurutnya soal biaya politik yang dikaitkan dengan membayar mahar, Aripay menampik hal itu sebagai bayaran untuk membeli dukungan. Dirinya bahkan menyayangkan bila ada isu mengenai adanya kekecewaan yang muncul dari tokoh yang gagal maju menjadi peserta pilkada/pemilihan gubernur (pilgub), dan kemudian mengarahkan seolah partai mensyaratkan pembelian perahu.

“Tidak begitu sebenarnya. Kita bukan ingin membela partai yang dituduh itu, tetapi yang diminta itu kan uang saksi, berapa yang harus dikeluarkan. Sekarang ini saja, biaya operasional (pada saat pencoblosan dan rekapitulasi) paling tidak Rp200 ribu, itu mereka bekerja sampai malam. Jadi wajar juga itu harus disiapkan calon, karena tidak mungkin semuanya dibayar partai. Karena partaikan sudah siapkan tempat, sampan, makanya calon yang sediakan saksi,” ujar Aripay kepada wartawan, Senin (15/1).

Disampaikan Aripay, untuk seorang calon memang sudah sepatutnya memiliki anggaran kekayaan yang sanggup membayar biaya saksi, dan tidak perlu berteriak yang menyebutkan seolah seseorang harus membeli perahu ke partai politik. Sehingga berpikir realistis dalam hal ini katanya diperlukan agar tidak memberikan pernyataan yang justru membuat masyarakat salah menilai.

Proses penghitungan suara hasil Pilkada yang disaksikan masing-masing saksi dari paslon yang bertarung.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana mengenai besarnya biaya politik yang harus dikeluarkan oleh seorang calon atau pasangan calon di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bukan sesuatu yang sifatnya rahasia. Namun, bukan juga dianggap sebagai mahar untuk membayar partai agar mendapatkan perahu. Hal ini menurut Ketua Tim Pilkada Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Sumut Aripay Tambunan, karena negara belum memberikan anggaran bagi para saksi.

Menurutnya soal biaya politik yang dikaitkan dengan membayar mahar, Aripay menampik hal itu sebagai bayaran untuk membeli dukungan. Dirinya bahkan menyayangkan bila ada isu mengenai adanya kekecewaan yang muncul dari tokoh yang gagal maju menjadi peserta pilkada/pemilihan gubernur (pilgub), dan kemudian mengarahkan seolah partai mensyaratkan pembelian perahu.

“Tidak begitu sebenarnya. Kita bukan ingin membela partai yang dituduh itu, tetapi yang diminta itu kan uang saksi, berapa yang harus dikeluarkan. Sekarang ini saja, biaya operasional (pada saat pencoblosan dan rekapitulasi) paling tidak Rp200 ribu, itu mereka bekerja sampai malam. Jadi wajar juga itu harus disiapkan calon, karena tidak mungkin semuanya dibayar partai. Karena partaikan sudah siapkan tempat, sampan, makanya calon yang sediakan saksi,” ujar Aripay kepada wartawan, Senin (15/1).

Disampaikan Aripay, untuk seorang calon memang sudah sepatutnya memiliki anggaran kekayaan yang sanggup membayar biaya saksi, dan tidak perlu berteriak yang menyebutkan seolah seseorang harus membeli perahu ke partai politik. Sehingga berpikir realistis dalam hal ini katanya diperlukan agar tidak memberikan pernyataan yang justru membuat masyarakat salah menilai.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/