28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Terkait Warga Mandi Pakai Air Tercemar, DLH Binjai Diduga Lindungi RSU Latersia

.

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Binjai seolah melindungi Rumah Sakit Umum Latersia. Pernyataan ini diucapkan Kepala Seksi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Lingkungan DLH Kota Binjai Nila Kesuma Saragih, ketika dikonfirmasi wartawan soal dugaan pencemaran air limbah RSU Latersia. Pencemaran ini berbuntut pada warga mandi dengan air berwarna hitam, ditambah buih beraroma tak sedap, layaknya comberan sejak 6 tahun belakangan.

“Kenapa dugaannya langsung ke Latersia? Saya kan bagian pengaduan. Saya terima dan akan konsultasi ke atasan saya dulu,” tutur Nila, Jumat (15/2). “Saya lagi di Medan, dinas luar, ada konsultasi,” imbuhnya.

Dia juga mengaku, DLH Kota Binjai pernah melakukan pemeriksaan terhadap limbah RSU Latersia. Tapi, Nila tak menjabarkan waktu pemeriksaan dimaksud. “Terkadang ini kan menduga, jadi harus dicek lagi. Air sumur itu kandungannya apa. Saya harus konsultasi ke atasan,” jelasnya.

Menanggapi kejadian tersebut, DLH Kota Binjai diduga tidak pernah melihat sekaligus menganalisis dampak lingkungan warga yang dugaannya air sumur tercemar limbah RSU Latersia. Wartawan melakukan konfirmasi kepada Nila, lantaran Kepala DLH Kota Binjai dr T Amri Fadli tidak berada di kantor, Jalan Jambi, Kelurahan Rambungbarat, Binjai Selatan sekira pukul 10.08 WIB. Sekretaris DLH Kota Binjai Suriani, pun demikian. Selain Sekretaris, Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Mahrujar, pun tidak berada di kantor.

Menurut Nila, DLH Kota Binjai hanya sebatas menampung laporan mengenai analisis dampak lingkungan dari RSU Latersia, per 6 bulan sekali. Pernyataan ini diungkapkannya ketika wartawan menanyakan terkait pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan hidup RSU Latersia tersebut. “Saya ada laporan juga ini. Evaluasi pemeriksaan tetap ada ke rumah sakit. Kalau pemeriksaan sumur itu bukan bidang saya. Amdal bidang kami, pemeriksaan rumah sakit, perusahaan, dan pabrik,” paparnya.

“Setiap perusahaan ada laporannya tiap 6 bulan sekali, dari situ kami turun. Latersia ini masih proses. Kami proses pemeriksaan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Terkait air sumur tercemar warga, itukan ada prosedurnya (uji lab dan kelayakan). Tapi laporannya belum ada sampai ke kami,” jelas Nila.

Disoal IPAL RSU Laterisa, Nila kembali berdalih. Menurutnya, itu bukan ranahnya untuk menentukn sudah sesuai SOP atau tidak. Dia pun mengaku belum menjabat Kasi DLH saat IPAL RS Latersia dibangun. “IPAL itu bukan ranah saya men-judge-nya. Kalau pas pembangunan, kebetulan saya belum menjabat,” katanya.

Terkait pemberitaan yang heboh soal warga Kelurahan Sumberkarya, Binjai Timur, atau persisnya di belakang RSU Latersia, mandi dengan air tercemar, Nila terkejut. Bahkan, kedatangan Anggota DPRD Binjai pun mengejutkannya. “Dari warga, biasa ada laporan mohon pemeriksaan masuk ke kami, baru ditindaklanjuti,” ujarnya.

“Tiba-tiba masuk koran. Pengaduan masyarakat yang mengeluh belum ada sampai ke kami,” tambah Nila.

Sebelumnya, Humas RS Latersia Endang, yang dihubungi wartawan melalui telepon selularnya, belum dapat ditemui untuk dikonfirmasi langsung. Dia mengaku, tengah berada di lapangan tanpa menyebutkan daerahnya.

Dia menilai, air di sekeliling RSU Latersia tidak ada masalah. “Sudah kami cek, itu enggak masalah. Masyarakat sudah kami datangi bersama dinas kesehatan. Ya sudah. Masalahnya bagaimana lagi?” kata Endang.

Endang malah menuding balik, pembangunan septiktank milik masyarakat yang tidak sesuai. Mewakili manajemen RSU Latersia, Endang siap dipanggil dan melihat lokasi bersama anggota dewan, serta duduk bersama dengan dinas terkait. “Walau saya bukan orang kesehatan, saya tahu. Saya juga punya sumur, jauh dari rumah sakit bisa bau juga. Kalau septiktank jaraknya enggak sesuai, bisa merembes, jadi bau. Kalau masalahnya memang dari RSU Latersia, kita sama-sama mengecek dengan dinas kesehatan. Kami siap. Kami enggak menyembunyikan apa-apa,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi B DPRD Binjai, Jonita mengatakan, pencemaran lingkungan yang berdampak buruk bagi masyarakat, saat ini diatur dalam Perda. Para pelanggar aturan bisa dilaporkan, bahkan dipidanakan sesuai Perda Nomor 6 Tahun 2017, tentang Ketertiban Umum. “Dengan Perda ini, masyarakat sudah bisa melaporkan ke pihak berwajib, karena atas unsur pidana bagi pihak yang membuang limbah ini. Perda itu melindungi masyarakat agar nyaman, tidak terganggu, dan tercemarkan sumur-sumurnya dari RSU Latersia. Jadi ini akan digiring jika Pemko tidak menyikapinya,” tegasnya.

Jonita juga menyoroti terkait izin Amdal dan pengawasan, hingga evaluasi dari dinas, terkait pencemaran limbah diduga dari RSU Latersia. Dalam hal ini DLH dan Dinas Kesehatan Kota Binjai.

Atas temuan dugaan pencemaran lingkungan dan limbah, Jonita ke depan akan memanggil dinas terkait, yakni DLH dan Dinas Kesehatan Kota Binjai. Dia akan meminta dinas terkait dan pihak RSU Latersia duduk bersama, membahas permasalahan yang merugikan masyarakat. “Seyogianya RSU Latersia yang kata warga sudah berdiri 6 sampai 7 tahun, harusnya DLH dan Dinas Kesehatan melakukan respon. Ada indikasi pencemaran. Sebelum masyarakat terimbas limbah dan polusi rumah sakit, harusnya mereka (DLH dan Dinas Kesehatan) ada kontrol satu bulan atau 3 bulan dievaluasi. Tapi ini tidak dilakukan Pemko Binjai,” katanya.

“Ini masalah besar. Air harusnya bersih, jika tidak ada pencemaran untuk dikonsumsi. Pemko Binjai harus mengevaluasi ini. Kami akan panggil DLH dan Dinas Kesehatan serta menghadirkan RSU Latersia. Kami akan lihat apa benar pengolahannya, kalau benar pasti tidak hitam, dan steril dikonsumsi. Ini kecolongan Pemko Binjai. Ada 35 rumah masyarakat di belakang RSU Latersia tercemari, selama hampir 7 tahun. Wali Kota harus panggil kepala dinas. Mereka harus turun ke lapangan,” pungkas Jonita. (ted/saz)

.

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Binjai seolah melindungi Rumah Sakit Umum Latersia. Pernyataan ini diucapkan Kepala Seksi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Lingkungan DLH Kota Binjai Nila Kesuma Saragih, ketika dikonfirmasi wartawan soal dugaan pencemaran air limbah RSU Latersia. Pencemaran ini berbuntut pada warga mandi dengan air berwarna hitam, ditambah buih beraroma tak sedap, layaknya comberan sejak 6 tahun belakangan.

“Kenapa dugaannya langsung ke Latersia? Saya kan bagian pengaduan. Saya terima dan akan konsultasi ke atasan saya dulu,” tutur Nila, Jumat (15/2). “Saya lagi di Medan, dinas luar, ada konsultasi,” imbuhnya.

Dia juga mengaku, DLH Kota Binjai pernah melakukan pemeriksaan terhadap limbah RSU Latersia. Tapi, Nila tak menjabarkan waktu pemeriksaan dimaksud. “Terkadang ini kan menduga, jadi harus dicek lagi. Air sumur itu kandungannya apa. Saya harus konsultasi ke atasan,” jelasnya.

Menanggapi kejadian tersebut, DLH Kota Binjai diduga tidak pernah melihat sekaligus menganalisis dampak lingkungan warga yang dugaannya air sumur tercemar limbah RSU Latersia. Wartawan melakukan konfirmasi kepada Nila, lantaran Kepala DLH Kota Binjai dr T Amri Fadli tidak berada di kantor, Jalan Jambi, Kelurahan Rambungbarat, Binjai Selatan sekira pukul 10.08 WIB. Sekretaris DLH Kota Binjai Suriani, pun demikian. Selain Sekretaris, Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Mahrujar, pun tidak berada di kantor.

Menurut Nila, DLH Kota Binjai hanya sebatas menampung laporan mengenai analisis dampak lingkungan dari RSU Latersia, per 6 bulan sekali. Pernyataan ini diungkapkannya ketika wartawan menanyakan terkait pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan hidup RSU Latersia tersebut. “Saya ada laporan juga ini. Evaluasi pemeriksaan tetap ada ke rumah sakit. Kalau pemeriksaan sumur itu bukan bidang saya. Amdal bidang kami, pemeriksaan rumah sakit, perusahaan, dan pabrik,” paparnya.

“Setiap perusahaan ada laporannya tiap 6 bulan sekali, dari situ kami turun. Latersia ini masih proses. Kami proses pemeriksaan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Terkait air sumur tercemar warga, itukan ada prosedurnya (uji lab dan kelayakan). Tapi laporannya belum ada sampai ke kami,” jelas Nila.

Disoal IPAL RSU Laterisa, Nila kembali berdalih. Menurutnya, itu bukan ranahnya untuk menentukn sudah sesuai SOP atau tidak. Dia pun mengaku belum menjabat Kasi DLH saat IPAL RS Latersia dibangun. “IPAL itu bukan ranah saya men-judge-nya. Kalau pas pembangunan, kebetulan saya belum menjabat,” katanya.

Terkait pemberitaan yang heboh soal warga Kelurahan Sumberkarya, Binjai Timur, atau persisnya di belakang RSU Latersia, mandi dengan air tercemar, Nila terkejut. Bahkan, kedatangan Anggota DPRD Binjai pun mengejutkannya. “Dari warga, biasa ada laporan mohon pemeriksaan masuk ke kami, baru ditindaklanjuti,” ujarnya.

“Tiba-tiba masuk koran. Pengaduan masyarakat yang mengeluh belum ada sampai ke kami,” tambah Nila.

Sebelumnya, Humas RS Latersia Endang, yang dihubungi wartawan melalui telepon selularnya, belum dapat ditemui untuk dikonfirmasi langsung. Dia mengaku, tengah berada di lapangan tanpa menyebutkan daerahnya.

Dia menilai, air di sekeliling RSU Latersia tidak ada masalah. “Sudah kami cek, itu enggak masalah. Masyarakat sudah kami datangi bersama dinas kesehatan. Ya sudah. Masalahnya bagaimana lagi?” kata Endang.

Endang malah menuding balik, pembangunan septiktank milik masyarakat yang tidak sesuai. Mewakili manajemen RSU Latersia, Endang siap dipanggil dan melihat lokasi bersama anggota dewan, serta duduk bersama dengan dinas terkait. “Walau saya bukan orang kesehatan, saya tahu. Saya juga punya sumur, jauh dari rumah sakit bisa bau juga. Kalau septiktank jaraknya enggak sesuai, bisa merembes, jadi bau. Kalau masalahnya memang dari RSU Latersia, kita sama-sama mengecek dengan dinas kesehatan. Kami siap. Kami enggak menyembunyikan apa-apa,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi B DPRD Binjai, Jonita mengatakan, pencemaran lingkungan yang berdampak buruk bagi masyarakat, saat ini diatur dalam Perda. Para pelanggar aturan bisa dilaporkan, bahkan dipidanakan sesuai Perda Nomor 6 Tahun 2017, tentang Ketertiban Umum. “Dengan Perda ini, masyarakat sudah bisa melaporkan ke pihak berwajib, karena atas unsur pidana bagi pihak yang membuang limbah ini. Perda itu melindungi masyarakat agar nyaman, tidak terganggu, dan tercemarkan sumur-sumurnya dari RSU Latersia. Jadi ini akan digiring jika Pemko tidak menyikapinya,” tegasnya.

Jonita juga menyoroti terkait izin Amdal dan pengawasan, hingga evaluasi dari dinas, terkait pencemaran limbah diduga dari RSU Latersia. Dalam hal ini DLH dan Dinas Kesehatan Kota Binjai.

Atas temuan dugaan pencemaran lingkungan dan limbah, Jonita ke depan akan memanggil dinas terkait, yakni DLH dan Dinas Kesehatan Kota Binjai. Dia akan meminta dinas terkait dan pihak RSU Latersia duduk bersama, membahas permasalahan yang merugikan masyarakat. “Seyogianya RSU Latersia yang kata warga sudah berdiri 6 sampai 7 tahun, harusnya DLH dan Dinas Kesehatan melakukan respon. Ada indikasi pencemaran. Sebelum masyarakat terimbas limbah dan polusi rumah sakit, harusnya mereka (DLH dan Dinas Kesehatan) ada kontrol satu bulan atau 3 bulan dievaluasi. Tapi ini tidak dilakukan Pemko Binjai,” katanya.

“Ini masalah besar. Air harusnya bersih, jika tidak ada pencemaran untuk dikonsumsi. Pemko Binjai harus mengevaluasi ini. Kami akan panggil DLH dan Dinas Kesehatan serta menghadirkan RSU Latersia. Kami akan lihat apa benar pengolahannya, kalau benar pasti tidak hitam, dan steril dikonsumsi. Ini kecolongan Pemko Binjai. Ada 35 rumah masyarakat di belakang RSU Latersia tercemari, selama hampir 7 tahun. Wali Kota harus panggil kepala dinas. Mereka harus turun ke lapangan,” pungkas Jonita. (ted/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/