Fungsi linguistik
Bibir juga punya peran penting kalau kita lihat dari aspek linguistik.
Bibir berfungsi sebagai tempat artikulasi, membantu menahan udara dari paru-paru sehingga dihasilkan bunyi-bunyi tertentu.
Karena kita punya bibir, kita bisa memiliki huruf b, p, dan m.
Pernah Anda bayangkan apakah akan ada kata-kata seperti papa, mama, atau bibi kalau kita tak punya bibir?
Karena bibir pula ada f dan v yang dihasilkan dengan mendekatkan bibir bawah ke gigi atas.
Jadi, karena bibir kita bisa bersuara dan bercakap-cakap.
Yang tak kalah penting -dan juga sangat menyenangkan- dari bibir adalah berciuman.
Berciuman tidak bisa dikatakan universal karena diketahui hanya ada di 90% budaya yang kita kenal. Artinya tak semua kebudayaan mengenal ciuman.
Charles Darwin -yang melahirkan teori evolusi- menulis bahwa memang ada kebudayaan yang mengenal tradisi berciuman.
“Kita masyarakat Eropa sangat terbiasa dengan ciuman, sebagai tanda sayang … tapi ada masyarakat di Selandia Baru, Tahiti, Papua, Australia, Somalia, dan Eskimo yang tak mengenal ciuman,” tulis Darwin dalam buku The Expression of Emotion in Man and Animals.
Meski tidak bersifat universal, berciuman bisa dirunut dari aspek biologi.
Mungkin ciuman adalah kombinasi dari tindakan impulsif dan perilaku yang terpelajari.
Selain manusia, spesies lain seperti simpanse dan bonobo juga berciuman, antara lain dilakukan sehabis mereka berkelahi. Bagi dua binatang ini, ciuman bisa bermakna tindakan rekonsiliatif.
Ilmuwan Chip Walter dalam artikel di jurnal Scientific American Mind menulis bahwa ciuman mungkin berasal dari perilaku primata saat mengunyah makanan dan memberikan makanan yang terkunyah ini ke anak.
Perilaku ini bisa kita lihat di kawanan simpanse.
Berawal dari mengunyah dan memberikan makanan ke anak, ternyata pertemuan antara bibir bisa juga berfungsi untuk meredakan ketegangan.
Lama-kelamaan perpaduan bibir menimbulkan ekstasi. Belakangan kita tahu memang ada banyak ujung syaraf di bibir kita ini.