Kordinator aksi, Bisman, kepada wartawan menyebutkan, kedatangan mereka ke lahan yang berada di Bukit Godang itu bertujuan untuk merebut kembali hak mereka yang diberikan oleh pemerintah pada tahun 1992 sebagai warga transmigrasi seluas 125 hektare untuk 100 KK.
“Kami datang ke sini karena ini adalah lahan kami yang sampai sekarang tidak ada penyerahannya dari pemerintah, padahal berdasarkan peta rancang kapling dan surat keputusan Dinas Transmigrasi Provinsi Sumut dan telah diukur oleh BPN berdasarkan hasil mufakat tokoh masyarakat Desa Patiluban Mudik, ini adalah lahan peruntukan bagi warga transmigrasi Dusun Trans Bangdep, Desa Patiluban Mudik, Kecamatan Natal,” jelasnya.
“Namun kami sangat menyesalkan hak kami ini tidak bisa kami kuasai karena tidak ada penyerahan lahan dari pemerintah, bahkan beberapa bulan terakhir ini lahan kami sudah ditanami oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab,” jelasnya.
Sementara Ketua Aliansi Petani Indonesia Wilayah Pantai Barat Sastro Huranus Tarihoran kepada wartawan menjelaskan, pihaknya ikut mendampingi warga Trans Bangdep, Desa Patiluban Mudik yang telah terzalimi selama 22 tahun. Dimana lahan yang seharusnya milik mereka tetapi tidak bisa dikerjakan dan belakangan ini sudah ada yang mengerjakan.
“Kita sangat kasihan melihat rakyat diperlakukan seperti ini oleh pemerintah. Pemerintah kami nilai hanya menyengsarakan rakyatnya, sebab dari sekian lama mereka berjuang untuk mendapatkan hak mereka, namun pemerintah terkesan hanya diam dan mendengar tetapi tidak ditindaklanjuti. Warga telah memperjuangkan hak mereka hingga ke tingkat pusat, bahkan salah seorang Komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila sudah menemui langsung warga ke Dusun Trans Bangdep, Desa Patiluban Mudik. Bahkan ketika itu Komisioner Komnas HAM sudah merekomendasikan Pemkab Madina dan Pemprovsu supaya menyelesaikan permasalahan lahan tersebut,” ujar Tarihoran.(wan/smg)