32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Mahasiswi Unimed Tewas Gata-gatal

Alergi obat-Ilustrasi
Alergi obat-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Meninggalnya Gongna Sari Pardede (23) warga Kota Pinang Labusel, Minggu (15/12) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP-HAM) membawa kesedihan serta kekecewaan mendalam bagi keluarga dan sahabatnya. Pasalnya, mahasiswa S2 Unimed ini dinyatakan telah keracunan obat yang diduga diberikan oleh seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panyabungan.

Sebelumnya pada bulan September 2013, wanita yang disapa Sari ini berobat ke Kota Pinang Labusel, karena mengalami batuk yang berkepanjangan dan setelah dirongen, hasilnya negatif Tuberkulosis (TB) Paru. Setelah berjalan beberapa bulan, batuk Gongna pun tak kunjung berhenti dan akhirnya keluarga berencana membawanya ke RSUP HAM.

“Dia ngajak ke Adam Malik, karena mau dibawa ke Adam Malik, saya pun membawa Sari terlebih dulu ke rumah Sakit Panyabungan berobat lagi dan mengambil surat rujukan. Saat itu, karena keluhannya batuk dibawa ke Poli Paru. Dokter di situpun juga melakukan rongen, dan memberikan 2 obat yaitu obat batuk hitam dan cefadroxil. Kami pun disuruh datang satu minggu kemudian,” kata ibu Sari, Yusniar Lubis (60).

Sejak minum obat tersebut, lanjutnya, Sari merasakan gatal di seluruh tubuh dan akhirnya bersama memutuskan kembali ke RSUD Panyabungan.

“Saat itu dia ceritakan bahwa dia mengalami gatal-gatal setelah minum obat tersebut. Tapi, saat dia menceritakan ke dokter bersangkutan, dokter tersebut lagi menerima telepon dan tidak mendengar semua keluhan anakku ini, lalu dokter itu berkesimpulan gatal-gatal itu alergi biasa, dan tetap memberi obat yang sama dan menyarankan banyak minum air putih saja,” katanya.

Batuk Sari tidak juga sembuh, melainkan alerginya semakin parah. Bahkan kulitnya seperti bersisik atau ruam merah dan gatal-gatal dan akhirnya dibawa berobat jalan ke RSUP HAM tepat tanggal 23 September.

“Dikasih obat dan sirup oleh dokter di Rumah Sakit Adam Malik bilang dia keracunan obat. Saat itu, gatal-gatalnya sempat berkurang. Tapi dua minggu kemudian alerginya kembali kumat dan mengalami sesak,” ujarnya sedih.

Maka, sejak itulah Sari terpaksa menjalani rawat inap di RSUP HAM. Namun, Rabu (11/12) kondisi Sari menurun hingga Minggu (15/12), Sari menghembuskan nafas terakhir. “Sebelum kondisinya drop, dia masih bisa bercerita-cerita. Kata dokter alerginya itu sudah infeksi dan Sari mengalami sesak nafas,” ujar ibunya sembari menangis.

Abang kandung Sari, Adek mengatakan akan menempuh jalur hukum dengan melaporkan dokter Poli Paru RSUD Panyabungan berinisial E ke polisi. “Udah tahu adek saya alergi dengan obat itu, dokter itu masih memberinya obat yang sama saat kembali berobat ke situ. Katanya alergi biasa, kalau biasa kenapa sampai kulitnya bersisik merah seperti itu,” katanya.

Semenara itu, sahabat Sari, Nisa merasa sangat kehilangan sahabatnya yang paling baik dan ia sedih karena saat ini Nisa sedang mengambil S2 jurusan Fisika di Unimed agar bisa menjadi seorang dosen. “Dia orangnya baik, sangat dekat dengan teman-temannya. Dia guru di Pesantren di Kota Pinang, karena cita-citanya dari dulu ingin menjadi dosen. Tapi belum menjadi dosen, Sari sudah meninggal duluan,” katanya.

Ia juga mengaku kecewa dengan tindakan dokter yang telah membuat nyawa sahabatnya harus hilang. “Memang semua Allah yang menentukan, tapi seharusnya dokter bisa lebih cermat. Saya juga harapkan dia bertanggungjawab, agar tidak ada korban lainnya,” ujarnya. (put/smg)

Alergi obat-Ilustrasi
Alergi obat-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Meninggalnya Gongna Sari Pardede (23) warga Kota Pinang Labusel, Minggu (15/12) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP-HAM) membawa kesedihan serta kekecewaan mendalam bagi keluarga dan sahabatnya. Pasalnya, mahasiswa S2 Unimed ini dinyatakan telah keracunan obat yang diduga diberikan oleh seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panyabungan.

Sebelumnya pada bulan September 2013, wanita yang disapa Sari ini berobat ke Kota Pinang Labusel, karena mengalami batuk yang berkepanjangan dan setelah dirongen, hasilnya negatif Tuberkulosis (TB) Paru. Setelah berjalan beberapa bulan, batuk Gongna pun tak kunjung berhenti dan akhirnya keluarga berencana membawanya ke RSUP HAM.

“Dia ngajak ke Adam Malik, karena mau dibawa ke Adam Malik, saya pun membawa Sari terlebih dulu ke rumah Sakit Panyabungan berobat lagi dan mengambil surat rujukan. Saat itu, karena keluhannya batuk dibawa ke Poli Paru. Dokter di situpun juga melakukan rongen, dan memberikan 2 obat yaitu obat batuk hitam dan cefadroxil. Kami pun disuruh datang satu minggu kemudian,” kata ibu Sari, Yusniar Lubis (60).

Sejak minum obat tersebut, lanjutnya, Sari merasakan gatal di seluruh tubuh dan akhirnya bersama memutuskan kembali ke RSUD Panyabungan.

“Saat itu dia ceritakan bahwa dia mengalami gatal-gatal setelah minum obat tersebut. Tapi, saat dia menceritakan ke dokter bersangkutan, dokter tersebut lagi menerima telepon dan tidak mendengar semua keluhan anakku ini, lalu dokter itu berkesimpulan gatal-gatal itu alergi biasa, dan tetap memberi obat yang sama dan menyarankan banyak minum air putih saja,” katanya.

Batuk Sari tidak juga sembuh, melainkan alerginya semakin parah. Bahkan kulitnya seperti bersisik atau ruam merah dan gatal-gatal dan akhirnya dibawa berobat jalan ke RSUP HAM tepat tanggal 23 September.

“Dikasih obat dan sirup oleh dokter di Rumah Sakit Adam Malik bilang dia keracunan obat. Saat itu, gatal-gatalnya sempat berkurang. Tapi dua minggu kemudian alerginya kembali kumat dan mengalami sesak,” ujarnya sedih.

Maka, sejak itulah Sari terpaksa menjalani rawat inap di RSUP HAM. Namun, Rabu (11/12) kondisi Sari menurun hingga Minggu (15/12), Sari menghembuskan nafas terakhir. “Sebelum kondisinya drop, dia masih bisa bercerita-cerita. Kata dokter alerginya itu sudah infeksi dan Sari mengalami sesak nafas,” ujar ibunya sembari menangis.

Abang kandung Sari, Adek mengatakan akan menempuh jalur hukum dengan melaporkan dokter Poli Paru RSUD Panyabungan berinisial E ke polisi. “Udah tahu adek saya alergi dengan obat itu, dokter itu masih memberinya obat yang sama saat kembali berobat ke situ. Katanya alergi biasa, kalau biasa kenapa sampai kulitnya bersisik merah seperti itu,” katanya.

Semenara itu, sahabat Sari, Nisa merasa sangat kehilangan sahabatnya yang paling baik dan ia sedih karena saat ini Nisa sedang mengambil S2 jurusan Fisika di Unimed agar bisa menjadi seorang dosen. “Dia orangnya baik, sangat dekat dengan teman-temannya. Dia guru di Pesantren di Kota Pinang, karena cita-citanya dari dulu ingin menjadi dosen. Tapi belum menjadi dosen, Sari sudah meninggal duluan,” katanya.

Ia juga mengaku kecewa dengan tindakan dokter yang telah membuat nyawa sahabatnya harus hilang. “Memang semua Allah yang menentukan, tapi seharusnya dokter bisa lebih cermat. Saya juga harapkan dia bertanggungjawab, agar tidak ada korban lainnya,” ujarnya. (put/smg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/