25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

PPKM Darurat Lanjut Sampai Akhir Juli

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat rencananya akan berakhir pada 20 Juli mendatang. Namun, Presiden Joko Widodo telah memutuskan untuk memperpanjang masa PPKM Darurat ini hingga akhir Juli 2021.

RAKOR: Gubernur Sumut Edy Rahmayadi bersama Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah saat memimpin rapat koordinasi bersama 12 kabupaten/kota di Sumut yang masuk dalam kategori level 3 situasi pandemi Covid-19 di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur Sumut, Jalan Sudirman Medan, Jumat (16/7).Foto Dinas Kominfo Provinsi Sumut,.

Keputusan in disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy kepada wartawan saat mengunjungi Hotel University Club UGM yang dijadikan selter pasien Covid-19 di Yogyakarta, Jumat (16/7). “Tadi Rapat Kabinet terbatas yang saya ikuti waktu saya di Sukoharjo (Jateng), sudah diputuskan Bapak Presiden dilanjutkan sampai akhir Juli PPKM ini,” kata Muhadjirn

Presiden Jokowi, kata Muhadjir, juga menyampaikan bahwa keputusan memperpanjang PPKM darurat ini memiliki banyak risiko, termasuk bagaimana menyeimbangkan antara mendisiplinkan warga menaati protokol kesehatan sesuai standar PPKM dengan penyaluran bantuan sosial.

Bantuan sosial, ujar dia, tidak mungkin ditanggung oleh pemerintah sendiri. Namun gotong-royong bersama masyarakat dan sejumlah instansi lainnya juga diperlukan dalam menghadapi pandemik ini.

“Bansos ini tidak mungkin ditanggung pemerintah sendiri sehingga harus gotong royong masyarakat, membantu mereka-mereka yang kurang beruntung akibat kebijakan PPKM ini,” kata dia.

Sedekah masker, kata dia, juga perlu menjadi perhatian, mengingat tidak sedikit warga yang menganggap masker sebagai barang yang mahal. Ia menuturkan, apa pun istilah yang digunakan, baik PPKM darurat atau PPKM super darurat, selama masyarakat tidak mau kompromi menahan diri melanggar prokes, maka penanganan Covid-19 tidak akan berhasil. “Jika tidak menyadari bahwa prokes adalah menjadi yang utama, penanganan Covid-19 ya tidak berhasil,” ujarnya.

Dengan perpanjangan tersebut, Presiden Jokowi memberikan sejumlah arahan kepada jajaran kabinetnya. Mulai dari Menteri Sosial Tri Rismaharini alias Risma dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. 

Kepada Risma, Presiden meminta agar bantuan sosial segera disalurkan kepada masyarakat terdampak. “Kemudian penyaluran Bansos yang dipercepat dan perbanyak, sebentar lagi digulirkan bantuan berupa beras untuk mereka-mereka  yang terdampak ini di samping bansos-bansos yang sudah ada dan TNI Polri yang bertanggung jawab mendistribusikan ini,” katanya.

Sementara itu kepada Menteri Kesehatan, Presiden, kata Muhadjir meminta agar percepatan vaksinasi terus dilakukan. “Kemudian yang penting dan paling-paling penting patuhi Prokes dan itu tanggung jawab masyarakat. Pemerintah engga akan berdaya kalau masyarakat tidak sadar, tidak memahami betapa super-super strategisnya Prokes,” pungkasnya.

Terpisah, Peneliti INDEF, Media Wahyudi Askar menyoroti tentang penambahan masa PPKM Darurat yang menurutnya tidak sesederhana yang dibayangkan pemerintah. Dia menyarankan, kalau evaluasi pergerakan masyarakat selama PPKM Darurat di breakdown lebih lanjut akan mendapatkan data yang lebih konkret.

PPKM Darurat berdampak pada ekonomi, kendati pada tiap provinsi dan sektor memiliki dampak dan tren yang berbeda. Namun, dia mengatakan itu semua saling berkaitan. Dari lima sektor yakni retail dan rekreasi, toko dan farmasi, taman, stasiun transportasi, tempat kerja, serta pemukiman ada perolehan yang berbeda di beberapa provinsi. Dalam data yang dibagikan mencakup tujuh provinsi, yakni Bali, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat.

“Penurunan aktivitas ekonomi terjadi di semua sektor. Namun demikian, skalanya berbeda setiap provinsi, misalnya retail di Jawa Barat dan Jawa Tengah tidak menurun signifikan dibandingkan provinsi lainnya. Di Jawa Tengah tempat kerja hanya menurun 0,57 persen selama PPKM Darurat,” tuturnya dalam diskusi yang digelar oleh INDEF secara virtual, Jumat (16/7).

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri meminta, pemerintah lebih serius dalam menghadapi kondisi darurat saat ini. Dia menilai, dalam kondisi saat ini, perlu totalitas dari segala lini termasuk dalam pembuatan kebijakan yang tidak membingungkan.

Adanya PPKM Darurat saat ini yang membatasi berbagai sektor termasuk UMKM dan pekerja harian di banyak wilayah perlu ada peran pemerintah yang lebih totalitas. Dia menilai, tidak bisa menggunakan cara biasa ketika menghadapi kondisi darurat.

Misalnya, pembayaran dana dari pemerintah terhadap rumah sakit yang menangai pasien Covid-19 yang tersendat karena menggunakan mekanisme sebelum terjadi pandemi. “Misalnya harus lewat audit dulu, banyak step dulu, atau nakes yang belum dibayar insentifnya berbulan-bulan karena lewat berbagai pihak. Ini harusnya bisa lebih serius, harus lebih cepat,” katanya.

Dengan asumsi menghadapi keadaan darurat ‘perang’, otoritas sepenuhnya dipegang di tangan komandan perang. Dia menilai telalu banyak langkah yang dilakukan pemerintah, jadi kebijakan yang dikeluarkan tidak jelas. “Misal komando diambil alih Menkes, Menkes minta uang untuk vaksin, Menkeu kasih uang langsung. Tidak bisa mengatasi keadaan darurat dengan birokrasi seperti keadaan normal,” tegasnya.

Sebagai rekomendasi, dia menyarankan presiden untuk membentuk ‘organisasi darurat’, dengan peraturan yang jelas dan tegas yang sesuai dengan kapasitas penentu kebijakannya. Media Wahyudi Askar mengatakan pemerintah perlu melihat sektor pekerja informal. Dia menyoroti data yang dimiliki Badan Pusat Statistik tentang standar pengangguran.

Menurutnya, perpindahan pekerja formal ke sektor informal perlu lebih diperhatikan, dan dihitung sebagai pengangguran. Sebab, orang-orang yang melakukan perpindahan ini sebagai pihak yang paling terdampak. “Paling terdampak itu menengah kebawah, jumlah pengangguran ini jauh lebih membengkak dari data yang ada, informalisasi pekerjaan ini yang perlu diantisipasi,” tuturnya.

Media menambahkan jika ditinjau dari sektor mana yang terdampak secara langsung, jawabannya adalah UMKM dan sektor kecil yang berhadapan langsung dengan konsumen. Terkait risiko, dia menilai bahwa pekerja dan orang yang tinggal di kota yang memiliki risiko tinggi, karena ada penurunan pendapatan bahkan tidak bekerja. (jpc/bbs)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat rencananya akan berakhir pada 20 Juli mendatang. Namun, Presiden Joko Widodo telah memutuskan untuk memperpanjang masa PPKM Darurat ini hingga akhir Juli 2021.

RAKOR: Gubernur Sumut Edy Rahmayadi bersama Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah saat memimpin rapat koordinasi bersama 12 kabupaten/kota di Sumut yang masuk dalam kategori level 3 situasi pandemi Covid-19 di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur Sumut, Jalan Sudirman Medan, Jumat (16/7).Foto Dinas Kominfo Provinsi Sumut,.

Keputusan in disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy kepada wartawan saat mengunjungi Hotel University Club UGM yang dijadikan selter pasien Covid-19 di Yogyakarta, Jumat (16/7). “Tadi Rapat Kabinet terbatas yang saya ikuti waktu saya di Sukoharjo (Jateng), sudah diputuskan Bapak Presiden dilanjutkan sampai akhir Juli PPKM ini,” kata Muhadjirn

Presiden Jokowi, kata Muhadjir, juga menyampaikan bahwa keputusan memperpanjang PPKM darurat ini memiliki banyak risiko, termasuk bagaimana menyeimbangkan antara mendisiplinkan warga menaati protokol kesehatan sesuai standar PPKM dengan penyaluran bantuan sosial.

Bantuan sosial, ujar dia, tidak mungkin ditanggung oleh pemerintah sendiri. Namun gotong-royong bersama masyarakat dan sejumlah instansi lainnya juga diperlukan dalam menghadapi pandemik ini.

“Bansos ini tidak mungkin ditanggung pemerintah sendiri sehingga harus gotong royong masyarakat, membantu mereka-mereka yang kurang beruntung akibat kebijakan PPKM ini,” kata dia.

Sedekah masker, kata dia, juga perlu menjadi perhatian, mengingat tidak sedikit warga yang menganggap masker sebagai barang yang mahal. Ia menuturkan, apa pun istilah yang digunakan, baik PPKM darurat atau PPKM super darurat, selama masyarakat tidak mau kompromi menahan diri melanggar prokes, maka penanganan Covid-19 tidak akan berhasil. “Jika tidak menyadari bahwa prokes adalah menjadi yang utama, penanganan Covid-19 ya tidak berhasil,” ujarnya.

Dengan perpanjangan tersebut, Presiden Jokowi memberikan sejumlah arahan kepada jajaran kabinetnya. Mulai dari Menteri Sosial Tri Rismaharini alias Risma dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. 

Kepada Risma, Presiden meminta agar bantuan sosial segera disalurkan kepada masyarakat terdampak. “Kemudian penyaluran Bansos yang dipercepat dan perbanyak, sebentar lagi digulirkan bantuan berupa beras untuk mereka-mereka  yang terdampak ini di samping bansos-bansos yang sudah ada dan TNI Polri yang bertanggung jawab mendistribusikan ini,” katanya.

Sementara itu kepada Menteri Kesehatan, Presiden, kata Muhadjir meminta agar percepatan vaksinasi terus dilakukan. “Kemudian yang penting dan paling-paling penting patuhi Prokes dan itu tanggung jawab masyarakat. Pemerintah engga akan berdaya kalau masyarakat tidak sadar, tidak memahami betapa super-super strategisnya Prokes,” pungkasnya.

Terpisah, Peneliti INDEF, Media Wahyudi Askar menyoroti tentang penambahan masa PPKM Darurat yang menurutnya tidak sesederhana yang dibayangkan pemerintah. Dia menyarankan, kalau evaluasi pergerakan masyarakat selama PPKM Darurat di breakdown lebih lanjut akan mendapatkan data yang lebih konkret.

PPKM Darurat berdampak pada ekonomi, kendati pada tiap provinsi dan sektor memiliki dampak dan tren yang berbeda. Namun, dia mengatakan itu semua saling berkaitan. Dari lima sektor yakni retail dan rekreasi, toko dan farmasi, taman, stasiun transportasi, tempat kerja, serta pemukiman ada perolehan yang berbeda di beberapa provinsi. Dalam data yang dibagikan mencakup tujuh provinsi, yakni Bali, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat.

“Penurunan aktivitas ekonomi terjadi di semua sektor. Namun demikian, skalanya berbeda setiap provinsi, misalnya retail di Jawa Barat dan Jawa Tengah tidak menurun signifikan dibandingkan provinsi lainnya. Di Jawa Tengah tempat kerja hanya menurun 0,57 persen selama PPKM Darurat,” tuturnya dalam diskusi yang digelar oleh INDEF secara virtual, Jumat (16/7).

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri meminta, pemerintah lebih serius dalam menghadapi kondisi darurat saat ini. Dia menilai, dalam kondisi saat ini, perlu totalitas dari segala lini termasuk dalam pembuatan kebijakan yang tidak membingungkan.

Adanya PPKM Darurat saat ini yang membatasi berbagai sektor termasuk UMKM dan pekerja harian di banyak wilayah perlu ada peran pemerintah yang lebih totalitas. Dia menilai, tidak bisa menggunakan cara biasa ketika menghadapi kondisi darurat.

Misalnya, pembayaran dana dari pemerintah terhadap rumah sakit yang menangai pasien Covid-19 yang tersendat karena menggunakan mekanisme sebelum terjadi pandemi. “Misalnya harus lewat audit dulu, banyak step dulu, atau nakes yang belum dibayar insentifnya berbulan-bulan karena lewat berbagai pihak. Ini harusnya bisa lebih serius, harus lebih cepat,” katanya.

Dengan asumsi menghadapi keadaan darurat ‘perang’, otoritas sepenuhnya dipegang di tangan komandan perang. Dia menilai telalu banyak langkah yang dilakukan pemerintah, jadi kebijakan yang dikeluarkan tidak jelas. “Misal komando diambil alih Menkes, Menkes minta uang untuk vaksin, Menkeu kasih uang langsung. Tidak bisa mengatasi keadaan darurat dengan birokrasi seperti keadaan normal,” tegasnya.

Sebagai rekomendasi, dia menyarankan presiden untuk membentuk ‘organisasi darurat’, dengan peraturan yang jelas dan tegas yang sesuai dengan kapasitas penentu kebijakannya. Media Wahyudi Askar mengatakan pemerintah perlu melihat sektor pekerja informal. Dia menyoroti data yang dimiliki Badan Pusat Statistik tentang standar pengangguran.

Menurutnya, perpindahan pekerja formal ke sektor informal perlu lebih diperhatikan, dan dihitung sebagai pengangguran. Sebab, orang-orang yang melakukan perpindahan ini sebagai pihak yang paling terdampak. “Paling terdampak itu menengah kebawah, jumlah pengangguran ini jauh lebih membengkak dari data yang ada, informalisasi pekerjaan ini yang perlu diantisipasi,” tuturnya.

Media menambahkan jika ditinjau dari sektor mana yang terdampak secara langsung, jawabannya adalah UMKM dan sektor kecil yang berhadapan langsung dengan konsumen. Terkait risiko, dia menilai bahwa pekerja dan orang yang tinggal di kota yang memiliki risiko tinggi, karena ada penurunan pendapatan bahkan tidak bekerja. (jpc/bbs)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/