Siapa tidak mengenal ikan terubuk. Ikan berwarna putih bersisik, panjang dapat mencapai 350 milimeter dengan harga jual hingga Rp150.000 perkilonya itu, menjadi ikan yang digemari di wilayah Kabupaten Labuhanbatu.
Ikan yang diyakini akan muncul di kala musim panen padi itu, menjadi salah satu logo pemerintah yang kini telah dimekarkan menjadi Tiga kabupaten tersebut. Uniknya, ikan terubuk tidak mudah dipancing. Ditangkap dengan menggunakan jaringan atau alat lainnya.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan modernisasi, perubahan tanaman dari padi ke perkebunan kelapa sawit hingga adanya limbah yang dibuang ke sungai, membuat keberadaan ikan terubuk yang hidup di sekitar Sungai Bilah dan Sungain Barumun itu populasinya mulai punah. Dampaknya, para nelayan sekarang sulit mendapatkannya.
Abdul Karim (70) seorang nelayan yang telah puluhan tahun mencari ikan di peraiaran Sungai Bilah mengatakan, mengakui keberadaan ikan terubuk sepertinya sudah menghilang. Sambil mengikatkan puluhan timah sebagai pemberat, warga Dusun Bulutolang, Desa Seisiarti, Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhanbatu, dia masih dapat menjaring ikan terubuk 5 hingga 10 ekor perharinya. Tetapi saat ini, untuk memperoleh satu ekor ikan perhari pun sudah sulit. “Sehari belum tentu dapat ikan satu ekor pun,” akunya.
Dari perbincangan di teras rumahnya terangkum bahwa berkurangnya jumlah ikan terubuk di perairan wilayahnya itu disebabkan berbagai hal. Salah satunya pencemaran sungai akibat limbah pabrik.
Padahal, ikan itu kerap dijadikan buah tangan bagi pendatang ketika sampai ke Labuhanbatu. “Kelangkaannya di sekitar akhir tahun 90-anlah. Ditahun 2000-an sampai sekarang, semakin terus sulit ditemukan,” tambah Karim lagi.
Kondisi langkanya ikan terubuk itu dikhawatirkan anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu, HM Riyadi. Menurut dia, kondisi itu jelas akan mengancam masyarakat yang akan tidak lagi mengenali bentuk jenis ikan khas Labuhanbatu itu. Sehingga menurutnya, sudah layak dipikirkan bagaimana cara untuk tetap melestarikan keberadaan ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi tersebut.
Terlebih tambah politisi dari partai Hanura itu, pemerintah setempat sampai saat ini masih menampilkan gambar ikan terubuk sebagai logo pemerintahan.
“Wujud dilogo itu merupakan hal yang eksistensinya masih nyata ada, sementara secara nyata sudah mulai langka. Upaya pelestariannya sangat layak dipikirkan sekaligus mengantisipasi kepunahan ikan yang menjadi kebanggaan daerah ini,” sebutnya.
Pemkab Labuhanbatu tambah Riyadi, dapat mengundang pihak ketiga dalam hal melakukan kajian dan penelitian terkait eksistensi ikan itu. “Atau dicari solusi dalam hal penyelamatan ikan terubuk dari kepunahan populasinya. Agar wujudnya masih relevan berada di logo Pemkab Labuhanbatu serta tetap menjadi primadona daerah guna membangkitkan potensi dan peluang pertumbuhan ekonomi rakyat,” sebutnya lagi.
Saat disinggung dana yang disinyalir tidak akan mampu untuk hal itu, HM Riyadi meng atakan masalah keterbatasan masih ada dana di kementerian terkait untuk penelitian dan pengembangan budidaya perikanan. (jok)