25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Pimpinan pun Diperiksa saat Masuk Pintu Utama

Setahun pascaricuhnya Lapas Tanjunggusta, (12/7/2013) yang menjadi sorotan media nasional hingga internasional, sisa-sisa kenangan itu masih terasa.  Beberaba bangunan hilang dari fungsinya. Kantor utamanya, ruang besuk dan polikliniknya masih dibiarkan kosong, tak lagi dihuni.

Puput Julianti Damanik, Medan

Kepala Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Tanjunggusta, Lilik Sujandi berencana akan akan membangun ruang besok lebih modern.
Selain memperbaiki fasilitas, diadakan pula traetment bagi seluruh pegawainya untuk membalikkan motivasi, membalikkan kembali komitmennya. Selain itu, pendidikan moral yang difasilitasi olah sebuah lembaga juga rutin dilakukan.

“Ini jadi pilar utama bagaiamana menumbuhkan sikap interaksi yang baik antara petugas dan napi, petugas tidak bekerja berdasarkan kekuasaan tapi bekerja karena memang tugasnya. Napi juga mengembangkan sikap penghormatan terhadap petugas,” ujar Lilik Sujandi.

Khusus pegawai, dijelaskan Lilik, berbagai upaya yang dilakukan di antaranya melakukan pelatihan dan apel bersama. Di situlah dilaksanakan satu dinamika kelompok untuk membangun kekompakan, kebersamaan, dan komitmen. “Salah satu outputnya, semua petugas termaksud pimpinan akan diperiksa saat memasuki pintu utama. Ini ingin memastikan bahwa tidak ada petugas yang terlibat dalam peredaran narkoba, keterlibatan dalam judi dan pungutan liar,” ujarnya.

Para petugas, tambahnya tanpa terkecuali juga diberikan pelatihan watching dan hearing. “Nanti seluruh petugas dibagi per tim, mereka melakukan watching hingga 3 kali ke napi setelah itu baru hearing, mendengarkan keluh kesah napi dan dicatat agar napi tidak merasa keluh kesahnya hanya sebatas kata-kata saja. Keuntungan kami juga, jadi tahu apa yang diminta mereka,” kata Lilik.

Upaya yang dilakukan dengan melakukan pemerikasaan di pintu masuk ternyata berhasil. Dua petugas tertangkap basah membawa sabu dan ganja. Kedua petugas tersebut ditangkap pada bulan Oktober dan saat ini telah mengikuti proses hukum. Tak hanya itu, setelah pascakerusuhan Lapas, Lilik dan stafnya berhasil menangkap 10 modus peredaran narkoba di dalam lapas. Tiga modus di antaranya dengan cara melempar dari tembok pada malam hari.

“Ini upaya kita menghentikan preredaran narkoba di dalam lapas, karena ini juga salah satu pemicunya. Kami memang masih kesulitan, lantaran belum ada tempat pemisah antara penjual dan pengguna narkoba tersebut. Bahkan Badan Narkoba Nasional juga belum menyentuh kemari, kalau soal rehabilitasinya kami belum ada di sini,” ujarnya.
Untuk memperkuat layanan publik bagi napi, remisi dan pembebasan bersyarat juga dilakukan. Usulan bersyarat dipermudah tanpa harus melampirkan vonis, cukup dengan memprint database yang dilegalisir.

“Kami sudah ajukan bagi 40 napi seumur hidup agar mendapat remisi, tahanannya menjadi ringan menjadi 20 tahun. Itu pun, dengan syarat mereka telah ikut pendidikan moral dan sudah menjadi tutor bagi kalangan napi,” ujarnya.

Tak hanya itu, komitmennya juga tampak karena seluruh napi yang baru masuk diisolasikan di ruangan tersendiri. “Bagi napi yang mau masuk sebelum diturunkan ke hunian umum, kami isolasikan dulu dan wajib ikuti pelatihan moral ini. Kami juga mendirikan pesantren dan sekolah agama. Sehingga kelak bukan hanya prilaku mereka yang berubah, tapi mereka juga mampu menyampaikan kepada orang lain soal agama,” katanya.

Lanjut Lilik, untuk menuntuskan hingga akar-akarnya, pihaknya juga rutin melakukan penggeledahan barang-barang ke napi. Hasilnya ditemukan puluhan handphone, powerbank, alat isap sabu, peralatan bengkel seperti obeng, tang dan kalkulator, tali nilon, hand set, gunting, kafein dan lain-lain.

Saat ini, jumlah napi ada sekitar 2080 orang dan sejak pascakerusuhan yang telah mendapatkan layanan pembebasan bersyarat ada 735 orang. Sementara itu, untuk 212 napi yang kabur saat kejadian, 149 termaksud 12 terpidana teroris sudah berhasil ditangkap. Uang duka dr negara sudah ada, sama uang pengabdian sudah turunn untuk penghormatan.

Tambahnya, permasalahan yang ada di lapas memang tidak sepenuhnya dapat tuntas, namun upaya ini setidaknya mendapatkan respon baik dari napi. “Kemarin, menjelang magrib, saluran air kita terkena paku bumi, sikap mereka berubah sekarang pas tidak ada air, mereka sudah mengerti. Kalau komunikasi baik, responnya baik. Kalau komunikasi buruk, maka respon buruk,” akhir Lilik.

Sementara itu, seorang napi, Jamidin Tarigan (60) mengakui telah banyak perubahan di lapas. Bahkan air dan listrikpun sudah jarang mati. Sedikit mengingat kejadian tahun lalu, Jamidin pun mengisahkan singkat.

“Saat itu mau buka puasa, tiba-tiba ada keributan karena katanya air susah dan listrik mati-mati saja. Tapi sebenarnya memang mereka sudah memiliki masalah sendiri. Saat itu keadaan sangat tegang, beringas semua dibakar sama mereka. Saya dengan beberapa rekan hanya bisa melihat dari masjid,” katanya.

Jamidin mengaku kesempatan untuk keluar memang cukup besar, namun saat itu ia memilih untuk tetap berada di dalam. “Saya kemari dengan surat maka keluarnya juga harus pakai surat resmi. Jadi suatu saat saya mau berkunjung kemari juga gampang, dan tentunya hidup kita tenang,” katanya.

Terpidana kasus narkoba ini pun mengatakan saat ini, selama Ramadan setidaknya dari 2000 napi, 300 sampai 500 orang setiap malam ikut melaksanakan tarawih bersama. “Ini merupakan salahsatu kemajuan,” ujarnya singkat sembari mengatakan bulan depan ia sudah keluar setelah 7 tahun mendekam di Lapas.(put/azw)

Setahun pascaricuhnya Lapas Tanjunggusta, (12/7/2013) yang menjadi sorotan media nasional hingga internasional, sisa-sisa kenangan itu masih terasa.  Beberaba bangunan hilang dari fungsinya. Kantor utamanya, ruang besuk dan polikliniknya masih dibiarkan kosong, tak lagi dihuni.

Puput Julianti Damanik, Medan

Kepala Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Tanjunggusta, Lilik Sujandi berencana akan akan membangun ruang besok lebih modern.
Selain memperbaiki fasilitas, diadakan pula traetment bagi seluruh pegawainya untuk membalikkan motivasi, membalikkan kembali komitmennya. Selain itu, pendidikan moral yang difasilitasi olah sebuah lembaga juga rutin dilakukan.

“Ini jadi pilar utama bagaiamana menumbuhkan sikap interaksi yang baik antara petugas dan napi, petugas tidak bekerja berdasarkan kekuasaan tapi bekerja karena memang tugasnya. Napi juga mengembangkan sikap penghormatan terhadap petugas,” ujar Lilik Sujandi.

Khusus pegawai, dijelaskan Lilik, berbagai upaya yang dilakukan di antaranya melakukan pelatihan dan apel bersama. Di situlah dilaksanakan satu dinamika kelompok untuk membangun kekompakan, kebersamaan, dan komitmen. “Salah satu outputnya, semua petugas termaksud pimpinan akan diperiksa saat memasuki pintu utama. Ini ingin memastikan bahwa tidak ada petugas yang terlibat dalam peredaran narkoba, keterlibatan dalam judi dan pungutan liar,” ujarnya.

Para petugas, tambahnya tanpa terkecuali juga diberikan pelatihan watching dan hearing. “Nanti seluruh petugas dibagi per tim, mereka melakukan watching hingga 3 kali ke napi setelah itu baru hearing, mendengarkan keluh kesah napi dan dicatat agar napi tidak merasa keluh kesahnya hanya sebatas kata-kata saja. Keuntungan kami juga, jadi tahu apa yang diminta mereka,” kata Lilik.

Upaya yang dilakukan dengan melakukan pemerikasaan di pintu masuk ternyata berhasil. Dua petugas tertangkap basah membawa sabu dan ganja. Kedua petugas tersebut ditangkap pada bulan Oktober dan saat ini telah mengikuti proses hukum. Tak hanya itu, setelah pascakerusuhan Lapas, Lilik dan stafnya berhasil menangkap 10 modus peredaran narkoba di dalam lapas. Tiga modus di antaranya dengan cara melempar dari tembok pada malam hari.

“Ini upaya kita menghentikan preredaran narkoba di dalam lapas, karena ini juga salah satu pemicunya. Kami memang masih kesulitan, lantaran belum ada tempat pemisah antara penjual dan pengguna narkoba tersebut. Bahkan Badan Narkoba Nasional juga belum menyentuh kemari, kalau soal rehabilitasinya kami belum ada di sini,” ujarnya.
Untuk memperkuat layanan publik bagi napi, remisi dan pembebasan bersyarat juga dilakukan. Usulan bersyarat dipermudah tanpa harus melampirkan vonis, cukup dengan memprint database yang dilegalisir.

“Kami sudah ajukan bagi 40 napi seumur hidup agar mendapat remisi, tahanannya menjadi ringan menjadi 20 tahun. Itu pun, dengan syarat mereka telah ikut pendidikan moral dan sudah menjadi tutor bagi kalangan napi,” ujarnya.

Tak hanya itu, komitmennya juga tampak karena seluruh napi yang baru masuk diisolasikan di ruangan tersendiri. “Bagi napi yang mau masuk sebelum diturunkan ke hunian umum, kami isolasikan dulu dan wajib ikuti pelatihan moral ini. Kami juga mendirikan pesantren dan sekolah agama. Sehingga kelak bukan hanya prilaku mereka yang berubah, tapi mereka juga mampu menyampaikan kepada orang lain soal agama,” katanya.

Lanjut Lilik, untuk menuntuskan hingga akar-akarnya, pihaknya juga rutin melakukan penggeledahan barang-barang ke napi. Hasilnya ditemukan puluhan handphone, powerbank, alat isap sabu, peralatan bengkel seperti obeng, tang dan kalkulator, tali nilon, hand set, gunting, kafein dan lain-lain.

Saat ini, jumlah napi ada sekitar 2080 orang dan sejak pascakerusuhan yang telah mendapatkan layanan pembebasan bersyarat ada 735 orang. Sementara itu, untuk 212 napi yang kabur saat kejadian, 149 termaksud 12 terpidana teroris sudah berhasil ditangkap. Uang duka dr negara sudah ada, sama uang pengabdian sudah turunn untuk penghormatan.

Tambahnya, permasalahan yang ada di lapas memang tidak sepenuhnya dapat tuntas, namun upaya ini setidaknya mendapatkan respon baik dari napi. “Kemarin, menjelang magrib, saluran air kita terkena paku bumi, sikap mereka berubah sekarang pas tidak ada air, mereka sudah mengerti. Kalau komunikasi baik, responnya baik. Kalau komunikasi buruk, maka respon buruk,” akhir Lilik.

Sementara itu, seorang napi, Jamidin Tarigan (60) mengakui telah banyak perubahan di lapas. Bahkan air dan listrikpun sudah jarang mati. Sedikit mengingat kejadian tahun lalu, Jamidin pun mengisahkan singkat.

“Saat itu mau buka puasa, tiba-tiba ada keributan karena katanya air susah dan listrik mati-mati saja. Tapi sebenarnya memang mereka sudah memiliki masalah sendiri. Saat itu keadaan sangat tegang, beringas semua dibakar sama mereka. Saya dengan beberapa rekan hanya bisa melihat dari masjid,” katanya.

Jamidin mengaku kesempatan untuk keluar memang cukup besar, namun saat itu ia memilih untuk tetap berada di dalam. “Saya kemari dengan surat maka keluarnya juga harus pakai surat resmi. Jadi suatu saat saya mau berkunjung kemari juga gampang, dan tentunya hidup kita tenang,” katanya.

Terpidana kasus narkoba ini pun mengatakan saat ini, selama Ramadan setidaknya dari 2000 napi, 300 sampai 500 orang setiap malam ikut melaksanakan tarawih bersama. “Ini merupakan salahsatu kemajuan,” ujarnya singkat sembari mengatakan bulan depan ia sudah keluar setelah 7 tahun mendekam di Lapas.(put/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/