26.7 C
Medan
Tuesday, May 7, 2024

Tak Tahu Kontrak Pendirian Tower Telekomunikasi, Pemilik Tanah Dirugikan

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Sri Enarti Efendi merasa dirugikan, karena di tanah miliknya, berdiri tower telekomunikasi yang dibangun PT Dayamitra Telekomunikasi (DT/Mitratel) sejak 2013 lalu. Adapun tanah ini berlokasi di kediaman Sri, Jalan Inpres, Desa Payabakung, Hamparanperak, Deliserdang.

Sri pun dituduh oleh Mitratel, selaku pemilik tower, telah melakukan penipuan. Karena itu, dia pun bakal melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian.

Menurut Sri, abang kandungnya, SB, telah menyewa tanahnya sejak beberapa tahun belakangan. Pada 2013 lalu, Mitratel pun menjalin kesepakatan dengan SB, tanah milik Sri akan dibangun tower. Namun menurutnya, hal ini dilakukan SB tanpa sepengetahuan Sri.

“Pada 2013 lalu, SB datang ke saya untuk menawarkan uang atas tanah itu. Tapi, saya tidak tahu untuk apa tanah itu digunakan. Setelah dijelaskan, katanya di tanah itu akan dibangun tower pemancar sinyal telkom,” ungkap Sri, saat ditemui di rumahnya, Selasa (18/1).

SB, lanjut Sri, menawarkan uang Rp30 juta untuk penggunaan tanah itu selama 10 tahun, sebagaimana tertuang dalam perjanjian kontrak sewa menyewa. Menurutnya, SB juga tidak menceritakan secara jelas, berapa jumlah uang sewa menyewa tanah itu. “Dia tanya, kau mau uang? Ya aku jawab mau. Setelah itu, aku tanda tangani berkas yang sama sekali tidak diberitahukan apa isinya,” jelas Sri.

Singkat cerita, SB menyerahkan sejumlah uang usai berkas ditandatangani. Kini, 8 tahun sudah tower sejak berdiri. Pun begitu, SB tidak pernah datang ke rumah. Karena itu, dia menaruh curiga dan merasa dirugikan dan ditipu oleh SB serta Mitratel dalam sewa menyewa tanah tersebut. “Dalam sewa menyewa tanah itu, Mitratel memberikan uang Rp150 juta lebih. Dan yang sampai ke saya itu hanya Rp30 juta. Saya merasa dirugikan oleh SB dan Mitratel,” tegasnya.

Karena mengantongi surat sah kepemilikan tanah, dia meminta kepada Mitratel, agar ke depannya segala pengurusan dilakukan kepadanya. Namun Mitratel menolak, lantaran sudah berurusan dengan SB.

“Jelas saya dirugikan, karena itu tanah saya, bukan milik SB. Kenapa pengurusan itu harus melalui SB? Sementara Mitratel memakai tanah saya untuk mendirikan tower,” jelasnya lagi.

Sri mengatakan, SB sempat menyarankan agar memperpanjang kontrak berikutnya dengan Mitratel, dan meminta sewa tanah Rp350 juta. Namun Mitratel tak setuju, hingga berbuntut, perusahaan itu menuduh Sri dan SB telah bekerja sama memalsukan berkas. Alasannya, karena Mitratel hanya berurusan dengan SB, tidak dengan Sri. “Saya dituduh memalsukan dokumen, padahal saya tidak tahu persetujuan awalnya bagaimana. SB dan Mitratel telah merugikan saya, karena tanah itu punya saya,” ujar Sri.

Dalam hal ini, Sri mengatakan, SB telah menyatakan tak lagi mengurusi tanah tersebut. “SB telah memberikan pernyataan dengan tanda tangan di atas materai. Kalau ikut campur dalam perpanjangan sewa menyewa tanah itu, akan dikenakan hukum pidana,” jelasnya.

Pada perjanjian Sri dan Mitratel, dia meminta untuk segera mengurus perpanjangan sewa menyewa tanah pada periode selanjutnya. Namun tetap saja, Mitratel ngotot harus menyelesaikan sisa sewa tanah yang tersisa 2 tahun.

“Saya tidak mau, karena 8 tahun saya sudah dirugikan. Itu jelas tanah saya, dan telah mengajukan permohonan, kalau perpanjangan sewa selanjutnya dilakukan ke saya, bukan SB,” tuturnya.

Karena tidak menemukan titik terang, dia meminta Mitratel untuk segera membongkar tower yang tepat berada di sebelah rumahnya tersebut. “Mereka minta ketemu dengan saya di Medan. Di sana, mereka mau memberikan uang, agar sewa 2 tahun tetap berjalan. Saya tidak mau, karena saya sudah dirugikan selama ini,” tegas Sri.

Bukan tak mungkin, Sri menduga, SB dan Mitratel diduga telah melakukan penipuan terhadap pengurusan berkas awal pembangunan tower 2013 lalu.

“Saya maunya ini selesai secara kekeluargaan. Mitratel juga meminta untuk tidak melaporkan kejadian ini ke kepolisian. Karena saya tahu, kejadian ini dapat dilanjutkan ke ranah hukum, pokok permasalahannya pun telah duduk,” ujarnya.

Terpisah, Staf Operasional PT Mitratel, Roy, enggan menjawab pertanyaan wartawan melalui pesan WhatsApp. Selain itu, dia juga tidak menjawab panggilan telepon.

Sementara, Manajer Aset PT Mitratel, Junaidi Irianto, menepis hal tersebut. “Yang dimaksud oleh yang menamakan Sri adalah tidak benar,” katanya.

Dia menjelaskan, perusahaannya membangun tower sesuai dengan prosedur. Menurut Junaidi, tower yang berdiri di tanah milik Sri, telah mendapat persetujuan.

“Kami sudah melakukan sesuai prosedur yang berlaku untuk pendirian tower di tempat tersebut. Tidak mungkin tower berdiri tanpa ada persetujuan dari kedua belah pihak,” jelasnya. “Roy bukan manajer dan tidak berwenang memberikan informasi terkait legal. Dia hanya staf operasional. Demikian klarifikasi ini kami sampaikan,” pungkas Junaidi. (ted/saz)

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Sri Enarti Efendi merasa dirugikan, karena di tanah miliknya, berdiri tower telekomunikasi yang dibangun PT Dayamitra Telekomunikasi (DT/Mitratel) sejak 2013 lalu. Adapun tanah ini berlokasi di kediaman Sri, Jalan Inpres, Desa Payabakung, Hamparanperak, Deliserdang.

Sri pun dituduh oleh Mitratel, selaku pemilik tower, telah melakukan penipuan. Karena itu, dia pun bakal melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian.

Menurut Sri, abang kandungnya, SB, telah menyewa tanahnya sejak beberapa tahun belakangan. Pada 2013 lalu, Mitratel pun menjalin kesepakatan dengan SB, tanah milik Sri akan dibangun tower. Namun menurutnya, hal ini dilakukan SB tanpa sepengetahuan Sri.

“Pada 2013 lalu, SB datang ke saya untuk menawarkan uang atas tanah itu. Tapi, saya tidak tahu untuk apa tanah itu digunakan. Setelah dijelaskan, katanya di tanah itu akan dibangun tower pemancar sinyal telkom,” ungkap Sri, saat ditemui di rumahnya, Selasa (18/1).

SB, lanjut Sri, menawarkan uang Rp30 juta untuk penggunaan tanah itu selama 10 tahun, sebagaimana tertuang dalam perjanjian kontrak sewa menyewa. Menurutnya, SB juga tidak menceritakan secara jelas, berapa jumlah uang sewa menyewa tanah itu. “Dia tanya, kau mau uang? Ya aku jawab mau. Setelah itu, aku tanda tangani berkas yang sama sekali tidak diberitahukan apa isinya,” jelas Sri.

Singkat cerita, SB menyerahkan sejumlah uang usai berkas ditandatangani. Kini, 8 tahun sudah tower sejak berdiri. Pun begitu, SB tidak pernah datang ke rumah. Karena itu, dia menaruh curiga dan merasa dirugikan dan ditipu oleh SB serta Mitratel dalam sewa menyewa tanah tersebut. “Dalam sewa menyewa tanah itu, Mitratel memberikan uang Rp150 juta lebih. Dan yang sampai ke saya itu hanya Rp30 juta. Saya merasa dirugikan oleh SB dan Mitratel,” tegasnya.

Karena mengantongi surat sah kepemilikan tanah, dia meminta kepada Mitratel, agar ke depannya segala pengurusan dilakukan kepadanya. Namun Mitratel menolak, lantaran sudah berurusan dengan SB.

“Jelas saya dirugikan, karena itu tanah saya, bukan milik SB. Kenapa pengurusan itu harus melalui SB? Sementara Mitratel memakai tanah saya untuk mendirikan tower,” jelasnya lagi.

Sri mengatakan, SB sempat menyarankan agar memperpanjang kontrak berikutnya dengan Mitratel, dan meminta sewa tanah Rp350 juta. Namun Mitratel tak setuju, hingga berbuntut, perusahaan itu menuduh Sri dan SB telah bekerja sama memalsukan berkas. Alasannya, karena Mitratel hanya berurusan dengan SB, tidak dengan Sri. “Saya dituduh memalsukan dokumen, padahal saya tidak tahu persetujuan awalnya bagaimana. SB dan Mitratel telah merugikan saya, karena tanah itu punya saya,” ujar Sri.

Dalam hal ini, Sri mengatakan, SB telah menyatakan tak lagi mengurusi tanah tersebut. “SB telah memberikan pernyataan dengan tanda tangan di atas materai. Kalau ikut campur dalam perpanjangan sewa menyewa tanah itu, akan dikenakan hukum pidana,” jelasnya.

Pada perjanjian Sri dan Mitratel, dia meminta untuk segera mengurus perpanjangan sewa menyewa tanah pada periode selanjutnya. Namun tetap saja, Mitratel ngotot harus menyelesaikan sisa sewa tanah yang tersisa 2 tahun.

“Saya tidak mau, karena 8 tahun saya sudah dirugikan. Itu jelas tanah saya, dan telah mengajukan permohonan, kalau perpanjangan sewa selanjutnya dilakukan ke saya, bukan SB,” tuturnya.

Karena tidak menemukan titik terang, dia meminta Mitratel untuk segera membongkar tower yang tepat berada di sebelah rumahnya tersebut. “Mereka minta ketemu dengan saya di Medan. Di sana, mereka mau memberikan uang, agar sewa 2 tahun tetap berjalan. Saya tidak mau, karena saya sudah dirugikan selama ini,” tegas Sri.

Bukan tak mungkin, Sri menduga, SB dan Mitratel diduga telah melakukan penipuan terhadap pengurusan berkas awal pembangunan tower 2013 lalu.

“Saya maunya ini selesai secara kekeluargaan. Mitratel juga meminta untuk tidak melaporkan kejadian ini ke kepolisian. Karena saya tahu, kejadian ini dapat dilanjutkan ke ranah hukum, pokok permasalahannya pun telah duduk,” ujarnya.

Terpisah, Staf Operasional PT Mitratel, Roy, enggan menjawab pertanyaan wartawan melalui pesan WhatsApp. Selain itu, dia juga tidak menjawab panggilan telepon.

Sementara, Manajer Aset PT Mitratel, Junaidi Irianto, menepis hal tersebut. “Yang dimaksud oleh yang menamakan Sri adalah tidak benar,” katanya.

Dia menjelaskan, perusahaannya membangun tower sesuai dengan prosedur. Menurut Junaidi, tower yang berdiri di tanah milik Sri, telah mendapat persetujuan.

“Kami sudah melakukan sesuai prosedur yang berlaku untuk pendirian tower di tempat tersebut. Tidak mungkin tower berdiri tanpa ada persetujuan dari kedua belah pihak,” jelasnya. “Roy bukan manajer dan tidak berwenang memberikan informasi terkait legal. Dia hanya staf operasional. Demikian klarifikasi ini kami sampaikan,” pungkas Junaidi. (ted/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/