LABUHANBATU, SUMUTPOS.CO – Tim gabungan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Polres Labuhanbatu gencar melakukan patroli ‘Tolak dan Lawan Politik Uang.’ Kegiatan ini merupakan untuk menekan terjadinya indikasi praktik politik uang menjelang pemilihan suara ulang (PSU) jilid 2 di Labuhanbatu.
Aksi ini dilakukan sepekan terakhir. Sejak tanggal 10-18 Juni 2021. Rute, patroli memasuki wilayah dilakukannya Pemilihan Suara Ulang (PSU) jilid II. Yakni, di tempat pemungutan suara (TPS) 007 dan TPS 009 Bakaranbatu.
“Patroli tolak dan lawan politik uang, bentuk kerjasama Bawaslu Labuhanbatu dan pihak Kepolisian Resort Labuhanbatu,” kata Ketua Bawaslu Makmur Munthe didampingi Komisioner Bawaslu, Parulian Silaban, di Sekretariat Bawaslu di kawasan jalan Aek Tapa Rantauprapat, Kamis (17/6).
Dikataknnya, armada yang dipakai dalam berpatroli di antaranya jenis sepeda motor dan becak bermotor (betor). “Armada yang agar lebih mudah masuk ke dalam komplek permukiman padat warga,” jelasnya. Patroli itu dilakukan sebagai bentuk pencegahan terjadinya politik uang di tengah masyarakat pemilih. Serta sebagai bentuk imbauan agar warga menjauhi praktek money politic yang mengandung risiko pidana.
“Upaya menyosialisasikan tentang adanya sangsi pidana jika terlibat politik uang,” tambah Parulian.Selain menggelar patroli, juga dipajang sejumlah media luar dalam upaya menyampaikan pesan risiko pidana politik uang. “Juga dipasangi spanduk peringatan. Dipasang di lokasi dan titik-titik penting seputar lokasi TPS PSU,” terangnya.
Larangan politik uang, katanya diatur dalam pasal 187 a UU 10/2016 tentang pemilihan kepala daerah. Yakni, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara republik indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu, sebagaimana dimaksud pada pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
“Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada Ayat (1),” pungkas Parulian. (fdh/azw)