BATANG KUIS- Mencuatnya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak PT Sari Pati di Jalan Medan-Batang Kuis, Desa Bakaran Batu, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, terhadap karyawannya Suparmen (26) beberapa hari lalu, membuat banyak pihak bersuara dan mengecam tindakan PT New Sari Pati.
Sejumlah pihak yang angkat bicara tersebut, selain dari masyarakat sekitar juga para wakil rakyat yang duduk di DPRD Deli Serdang dan DPRD Sumut.
Anggota Fraksi PKS DPRD Deli Serdang Syaiful Tanjung yang dimintai pendapatnya oleh Sumut Pos beberapa waktu lalu mengemukakan, sebaiknya korban melaporkan hal tersebut ke anggota dewan. Agar bisa diambil sikap terhadap pihak perusahaan.
“Saya pikir, kami selalu siap menampung semua persoalan termasuk ketidak adilan terhadap karyawan. Jadi, alangkah baiknya jika korban melaporkan hal ini kepada kita. Agar nantinya, bisa disikapi Komisi B DPRD Deli Serdang. Nantinya, pihak perusahaan akan dipanggil untuk dikonfrontir mengenai hal ini,” terangnya.
Lebih lanjut, anggota DPRD Deli Serdang yang berdomisili di Batang Kuis ini mengatakan, alangkah baiknya pula jika yang melaporkan hal ini bukan hanya korban Suparmen, tapi juga korban-korban lainnya.
“Lebih baik, karyawan-karyawan yang telah diperlakukan sama juga melaporkan hal ini. Jangan hanya korban yang saat ini saja,” tegasnya.
Sedangkan, Anggota Komisi E DPRD Sumut Siti Aminah menyatakan hal senada. Dikatakannya, apa yang telah dilakukan pihak perusahaan terhadap karyawannya adalah perbuatan yang tidak adil.
“Nah, kalau memang persoalannya karena sakit, kemudian si karyawan tidak bisa lembur, tiba-tiba langsung dipecat, itu tidak adil. Pesangonnya yang cuma Rp300 ribu, itu juga tidak selayaknya. Korban kan telah 14 tahun mengabdi, harusnya sesuai pesangon yang diberikan. Jangan berbuat zholim,” tegasnya.
Mengenai surat yang dibuat Suparmen (korban, Red), dengan cara menulis sendiri surat pengunduran diri, dinilai mendapat ‘paksaan’. Soalnya, sebelum menulis surat pengunduran diri dengan tangannya, korban juga sudah diminta menandatangani surat pernyataan di perusahaan tersebut.
“Secara logika, jika memang surat yang ditandatangani korban pertama kali jelas arahnya kemana, maka tidak diperlukan lagi surat yang kedua,” ujarnya.
Harusnya, lanjut dia, jangan seperti itu. Jadi terkesan ada penipuan dalam kasus ini. Penipuannya, si karyawan seperti dibodoh-bodohi oleh pihak perusahaan. “Jangan kalau punya uang, punya kuasa, tahu hukum dan sebagainya, terus membodoh-bodohi orang,” kecam Siti.
Saat ditanya mengenai ketiadaan Jamsostek dan upah yang diterima karyawan di bawah standar Upah Minimum Kota (UMK) atau Upah Minimum Sektor Kota (UMSK), Siti Aminah menegaskan, harusnya persoalan ini dilaporkan ke instansi terkait dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), agar dinas tersebut bisa mengambil sikap yang tegas.
“Dinas terkait harus menyelesaikan persoalan ini, dan mengambil sikap tegas pada pihak perusahaan. Agar tidak ada korban-korban lainnya,” tandasnya.
Salah seorang warga sekitar yang kediamannya tak jauh dari Pabrik PT Sari Pati yang enggan disebutkan namanya kepada Sumut Pos menuturkan, banyak hal yang seharusnya diperjuangkan bagi para karyawan terutama kesejahteraan dan keadilan.(ari)