SIANTAR, SUMUTPOS.CO – Dewan Pimpinan (DP) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pematang Siantar terus bergerak membimbing umat. Tiap komisi rutin menggelar berbagai kegiatan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Terbaru, Pelatihan Kader Penggerak Ukhuwah Islamiyah yang diikuti 50 pemuda dan pemudi dari utusan organisasi Islam dan pelajar di Kota Pematang Siantar.
Pelatihan yang dilaksanakan di Aula MUI Kota Pematang Siantar, pada Minggu (19/11) ini, menghadirkan tiga narasumber yang berkompeten di bidangnya, yakni ; Ketua Umum DP MUI Kota Pematang Siantar Drs H M Ali Lubis, Sekretaris MUI Provinsi Sumatera Utara Drs Arifinsyah MAg dan Praktisi Kesehatan Mental Rizty Desta Mahestri MPSi Psikolog.
Ketua Umum DP MUI Kota Pematang Siantar selaku narasumber pertama yang membawakan materi berjudul Islam Rahmatan Lil Alamin sebagai Pondasi Ukhuwah Islamiyah menyebut bahwa tidak lah pemuda jika hanya mampu mengatakan ini ayahku. Pemuda adalah orang yang mampu mengatakan ini karyaku. Pemuda harus maju sendiri tanpa mengandalkan orangtua.
“Pelatihan ini bertujuan agar para pemuda bisa menjadi contoh teladan di masyarakat. Pemuda tidak boleh sombong. Pemuda diharapkan menjadi pelopor sekaligus penggerak untuk memotivasi dalam meningkatkan Ukhuwah Islamiyah,” tegas Ketua Umum DP MUI.
Narasumber kedua, Sekretaris MUI Sumut Arifinsyah, dalam materinya yang berjudul Peran Pemuda Islam sebagai Kader Penggerak Ukhuwah Islamiyah Dalam Menciptakan Kerukunan di Kota Pematang Siantar, menjelaskan secara detail tentang arti pemuda, penggerak atau pemimpin, serta tantangannya.
Menurut Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara ini, Ukhuwah Islamiyah bermakna persaudaraan antara sesame muslim, umat seiman, merasa saling bersaudara satu sama lain, karena sama-sama memeluk agama Islam. “Umat Islam yang dimaksudkan bisa berada di belahan dunia mana saja, termasuk umat Islam Gaza di Palestina,” ucap Arifinsyah.
Selain Ukhuwah Islamiyah, juga ada Ukhuwah Wathoniyah yang bermakna bahwa seseorang merasa saling bersaudara satu sama lain karena merupakan bagian dari bangsa yang satu, misalnya Bangsa Indonesia. Terakhir, Ukhuwah Insaniyah atau disebut juga Ukhuwah Basyariyah, yaitu seseorang merasa saling bersaudara sama-sama dengan yang lain karena merupakan bagian dari umat manusia yang satu dan menyebar di berbagai penjuru dunia.
“Rasulullah Muhammad SAW adalah contoh nyata penggerak sejati. Rasul telah melalui proses yang matang sejak dini, shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah,” pungkas Arifinsyah.
Selanjutnya, narasumber ketiga, Rizty Desta Mahestri MPSi Psikolog, dalam paparan materi yang berjudul Tantangan Masa Depan Pemuda Islam Dalam Membangun Ukhuwah Islamiyah di Kota Pematang Siantar, menegaskan pentingnya memegang kendali secara positif dalam menghadapi tantangan modernisasi di era digital saat ini.
“Digitalisasi itu ibarat dua mata pedang yang bisa membawa keberkahan atau justru ancaman. Ada dampak negatif (ancaman), tapi ada juga dampak positif (bermanfaat). Dampak negatif digitalisasi di antaranya, dapat meningkatkan masalah kesehatan mental, kecanduan game atau pornografi, perubahan ideologi, hingga terjebak trend. Secara keseluruhan, dampak negatifnya adalah mengikis karakter-karakter positif dalam diri pemuda,” jelas Desta, sapaan akrabnya.
Desta menambahkan, untuk dampak positifnya adalah pemuda bisa meraih kebermanfaatan dari digitalisasi, seperti meningkatkan literasi digital, memperbanyak aktivitas sosial dan silaturahmi. Dan, yang terpenting adalah menjadi pengguna digitalisasi bukan digunakan/diperbudak digitalisasi.
“Era digitalisasi perlu dimanfaatkan secara positif dan bijak agar membawa kebermanfaatn terhadap kualitas Ukhuwah Islamiyah,” tutup Desta.
Ketua Komisi Ukhuwah MUI Kota Pematang Siantar H Abdul Hakim Lubis dalam laporan ketua panitia yang dibacakan oleh Rizal Pulungan, mengucapkan terima kasih atas kehadiran narasumber dan seluruh peserta yang mengikuti pelatihan. (rel)