25 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Keputusan Kementerian Perternakan RI, Karo Masuk Zona Demam Babi

BERBINCANG: Bupati Karo Terkelin Brahmana berbincang di halaman Kantor DPRD Karo usai paripurna, Rabu (18/12).
BERBINCANG: Bupati Karo Terkelin Brahmana berbincang di halaman Kantor DPRD Karo usai paripurna, Rabu (18/12).

KARO, SUMUTPOS.CO – Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia menetapkan Kabupaten Karo masuk zona wabah penyakit demam babi Afrika (African swine fever). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian RI No. 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tanggal 12 Desember 2019, tentang pernyataan wabah penyakit demam babi Afrika.

Demikian dikatakan Bupati Karo Terkelin Brahmana usai rapat Paripurna di DPRD Karo, Rabu (18/12) sore. Dalam surat keputusan itu, Kementerian Pertanian meminta kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang masih berstatus bebas penyakit untuk lebih waspada.

Apalagi saat menerima babi dari wilayah yang sudah terserang wabah. Segera melakukan tindakan pengamatan dan pengidentifikasian, pencegahann pengamanan penyakit hewan dan pengobatan hewan. Untuk itu, Terkelin langsung mengintruksikan Bappeda dan Dinas Pertanian selalu berkoordinasi dengan petugas karantina hewan Medan, untuk melakukan pengawasan maksimum atas media pembawa penyakit demam babi Afrika.

Kegiatan pengendalian dan penanggulangan penyakit sebagaimana dimaksud harus dikoordinasikan oleh Pejabat Otoritas Veteriner Nasional melibatkan Otoritas Veteriner Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Otoritas Veteriner Kesehatan Hewan, Otoritas Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Otoritas Veteriner Karantina Hewan.

Lanjut Terkelin, surat keputusan ini menambah penguatan dalam penanganan kematian babi di wilayah Karo. Sebab selama ini masih banyak ditemukan babi mati dibuang di sembarang tempat oleh orang tak bertanggungjawab. “Kesadaran masyarakat masih minim. Budaya ini bertentangan dengan kearifan lokal kita. Jadi mari kita sadar, jika ada babi mati cukup lapor saja ke posko yang telah tersedia,” ajaknya.

Terpisah, Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Karo, Herniwaty br Perangin-angin mengaku sangat berterimakasih dengan adanya surat keputusan tersebut. Hal ini menambah semangat untuk menuntaskan persoalan wabah babi ini. “Kita tau anggaran dari APBD Karo sangat kecil. Dengan adanya dukungan APBN, mudan-mudahan masalah ini dapat diatasi,” ujarnya.

Sebelumnya lanjut Herniwaty, sesuai catatan Sistem Onformasi Kesehatan Hewan Nasional (Sikhanas) dari Oktober hingga Desember 2019, babi mati di Kab. Karo sudah mencapai 1843 ekor. “Nah tentu ini menjadi atensi baik pemerintah pusat, propinsi, daerah dan pemangku kepentingan lainnya harus bersinergi dalam melakukan pengendalian dan pencegahan,”pungkasnya.

Seperti diketahui, karena maraknya kematian babi, Pemkab Karo telah membentuk posko penanganan penetapan tim unit respon cepat pengendalian dan penanggulangan penyakit di 17 kecamatan. Hal ini sesuai dengan surat keputusan No. Sk/ 520/473/pertanian /2019 tanggal 28 Nopember 2019.

Rugikan Peternak dan Pedagang saat Nataru

Dampak kematian secara massal ternak babi sangat merugikan para pertenak dan pedagang hewan kaki empat itu di Sumut. Karena, penjualan akan meningkat saat Natal dan Tahun Baru ini.

“Nahasnya, kondisi keterpurukan ekonomi peternak babi ini justru terjadi saat menjelang Natal dan Tahun Baru,” kata Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin kepada wartawan di Medan, Rabu (18/12).

Gunawan menjelaskan, keterpurukan ekonomi para peternak babi ini terjadi di saat mereka berhadapan dengan momen, dimana pengeluaran akan sangat banyak. Kebutuhan menjelang Natal dan Tahun Baru biasanya selalu meningkat.

Kondisi ini bukan hanya merugikan peternak, akan tetapi lebih dari itu, secara keseluruhan akan menahan laju belanja masyarakat yang bisa bermuara pada penurunan belanja rumah tangga beserta kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumut.

“Yang paling penting adalah bagaimana menyelamatkan daya beli peternak kita tersebut. Khususnya disaat menjelang perayaan keagamaan seperti saat ini. Kita berharap ada anggaran yang bisa dipakai dari dinas terkait untuk memberikan bantuan kepada peternak,” ungkapnya.

Dia mengimbau kepada sejumlah perusahaan di Sumut, agar menggelontorkan dana CSR mereka untuk memulihkan perekonomian para peternak. “Saya berharap banyak perusahaan yang bisa sesegera mungkin membantu perekonomian peternak seiring dengan wabah yang masih menjangkiti ternak babi,” pungkasnya. (deo/gus)

BERBINCANG: Bupati Karo Terkelin Brahmana berbincang di halaman Kantor DPRD Karo usai paripurna, Rabu (18/12).
BERBINCANG: Bupati Karo Terkelin Brahmana berbincang di halaman Kantor DPRD Karo usai paripurna, Rabu (18/12).

KARO, SUMUTPOS.CO – Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia menetapkan Kabupaten Karo masuk zona wabah penyakit demam babi Afrika (African swine fever). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian RI No. 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tanggal 12 Desember 2019, tentang pernyataan wabah penyakit demam babi Afrika.

Demikian dikatakan Bupati Karo Terkelin Brahmana usai rapat Paripurna di DPRD Karo, Rabu (18/12) sore. Dalam surat keputusan itu, Kementerian Pertanian meminta kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang masih berstatus bebas penyakit untuk lebih waspada.

Apalagi saat menerima babi dari wilayah yang sudah terserang wabah. Segera melakukan tindakan pengamatan dan pengidentifikasian, pencegahann pengamanan penyakit hewan dan pengobatan hewan. Untuk itu, Terkelin langsung mengintruksikan Bappeda dan Dinas Pertanian selalu berkoordinasi dengan petugas karantina hewan Medan, untuk melakukan pengawasan maksimum atas media pembawa penyakit demam babi Afrika.

Kegiatan pengendalian dan penanggulangan penyakit sebagaimana dimaksud harus dikoordinasikan oleh Pejabat Otoritas Veteriner Nasional melibatkan Otoritas Veteriner Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Otoritas Veteriner Kesehatan Hewan, Otoritas Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Otoritas Veteriner Karantina Hewan.

Lanjut Terkelin, surat keputusan ini menambah penguatan dalam penanganan kematian babi di wilayah Karo. Sebab selama ini masih banyak ditemukan babi mati dibuang di sembarang tempat oleh orang tak bertanggungjawab. “Kesadaran masyarakat masih minim. Budaya ini bertentangan dengan kearifan lokal kita. Jadi mari kita sadar, jika ada babi mati cukup lapor saja ke posko yang telah tersedia,” ajaknya.

Terpisah, Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Karo, Herniwaty br Perangin-angin mengaku sangat berterimakasih dengan adanya surat keputusan tersebut. Hal ini menambah semangat untuk menuntaskan persoalan wabah babi ini. “Kita tau anggaran dari APBD Karo sangat kecil. Dengan adanya dukungan APBN, mudan-mudahan masalah ini dapat diatasi,” ujarnya.

Sebelumnya lanjut Herniwaty, sesuai catatan Sistem Onformasi Kesehatan Hewan Nasional (Sikhanas) dari Oktober hingga Desember 2019, babi mati di Kab. Karo sudah mencapai 1843 ekor. “Nah tentu ini menjadi atensi baik pemerintah pusat, propinsi, daerah dan pemangku kepentingan lainnya harus bersinergi dalam melakukan pengendalian dan pencegahan,”pungkasnya.

Seperti diketahui, karena maraknya kematian babi, Pemkab Karo telah membentuk posko penanganan penetapan tim unit respon cepat pengendalian dan penanggulangan penyakit di 17 kecamatan. Hal ini sesuai dengan surat keputusan No. Sk/ 520/473/pertanian /2019 tanggal 28 Nopember 2019.

Rugikan Peternak dan Pedagang saat Nataru

Dampak kematian secara massal ternak babi sangat merugikan para pertenak dan pedagang hewan kaki empat itu di Sumut. Karena, penjualan akan meningkat saat Natal dan Tahun Baru ini.

“Nahasnya, kondisi keterpurukan ekonomi peternak babi ini justru terjadi saat menjelang Natal dan Tahun Baru,” kata Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin kepada wartawan di Medan, Rabu (18/12).

Gunawan menjelaskan, keterpurukan ekonomi para peternak babi ini terjadi di saat mereka berhadapan dengan momen, dimana pengeluaran akan sangat banyak. Kebutuhan menjelang Natal dan Tahun Baru biasanya selalu meningkat.

Kondisi ini bukan hanya merugikan peternak, akan tetapi lebih dari itu, secara keseluruhan akan menahan laju belanja masyarakat yang bisa bermuara pada penurunan belanja rumah tangga beserta kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumut.

“Yang paling penting adalah bagaimana menyelamatkan daya beli peternak kita tersebut. Khususnya disaat menjelang perayaan keagamaan seperti saat ini. Kita berharap ada anggaran yang bisa dipakai dari dinas terkait untuk memberikan bantuan kepada peternak,” ungkapnya.

Dia mengimbau kepada sejumlah perusahaan di Sumut, agar menggelontorkan dana CSR mereka untuk memulihkan perekonomian para peternak. “Saya berharap banyak perusahaan yang bisa sesegera mungkin membantu perekonomian peternak seiring dengan wabah yang masih menjangkiti ternak babi,” pungkasnya. (deo/gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/