
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penyebaran virus Asian Swine Fever (ASF) yang membunuh puluhan ribu ternak babi di 18 kabupaten/kota di Sumut, memengaruhi kondisi perekonomian masyarakat yang berpenghasilan dari ternak babi.
Mengingat obat penangkap serangan virus ASF belum ditemukan, Pemprov Sumut, telah mempersiapkan sebuah daerah di Sumut menjadi restock bibit babi, seandainya serangan virus membunuh seluruh ternak babi di daerah tertentu.
“Pemprovsu sudah memikirkan restock babi di Sumut, yakni Pulau Nias. Kita pilih Nias karena daerah ini masih steril dan belum terinfeksi ASF. Nias juga sudah terbukti tempat yang tepat untuk pengembangbiakan babi, karena hampir setengah populasi babi ada di sana. Jadi sekarang kita ketat mengawasi Nias, jangan sampai daerah ini terjangkit virus ASF,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap, kepada wartawan di kantornya, akhir pekan kemarin.
Selain itu, kata Azhar, Pemprov Sumut juga sedang mempertimbangkan tindakan selanjutnya dalam menangani wabah ASF. Pertama, memberikan ganti rugi berupa hewan ternak lain kepada peternak babi yang terdampak ASF. Hewan ternak yang diberikan seperti sapi, kambing, ayam bahkan ikan, di mana dana bantuan ini berasal dari APBN/APBD provinsi dan kabupaten/kota.
“Sumut dan pusat sudah mempertimbangkan memberikan bantuan hewan ternak lain kepada peternak babi yang terdampak virus ASF. Apakah itu nanti kambing, sapi, kerbau, ayam atau mungkin ikan. Kita tidak bisa memberikan babi lagi, sampai Sumut bersih dari ASF. Kami minta agar kabupaten/kota mendata dengan baik agar sama-sama kita dapat membantu rakyat kita yang terkena musibah karena ASF ini,” terangnya.
Saat ini, Pemprovsu masih berusaha menekan laju penyebaran virus dengan menerapkan berbagai tindakan, seperti menghentikan lalu-lintas distribusi babi, baik masuk maupun keluar Sumut, menghentikan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), membuat posko reaksi cepat di setiap daerah, disinfektan, dan pendataan babi.
Tindakan ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo Nomor 13758 SE/PK.300/F/12/2019.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Pertanian, Pemprov Sumut juga melakukan tindakan pencegahan seperti biosecurity, mendampingi dan membina peternak babi, sosialisasi terkait ASF kepada peternak secara intensif, dan merespon cepat semua kasus kematian babi.
Meski demikian, Pemprov Sumut tetap mengeluarkan SKKH untuk babi-babi yang dipastikan tidak terinfeksi ASF, agar usaha peternakan babi tetap berjalan. “Karena nyatanya, masih sangat banyak babi yang tidak terjangkit virus ASF di Sumut,” kata Azhar.
Diduga Masuk Lewat Produk Olahan
Azhar menjelaskan, setelah Cina yang menjadi sumber ASF di Asia, Indonesia menjadi negara ke-11 yang terkena wabah ini setelah Vietnam, Filipina, Mongolia, Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, Laos, Kamboja, Myanmar dan Timor-Leste.
Aa tiga indikasi virus ini masuk ke Sumut dan sekarang menjangkit di 18 kabupaten/kota. “Mulanya dari Cina dan kemudian menyebar ke Filipina, Vietnam, Timor-Leste dan negara asia lainnya. Virus ini diduga masuk ke Sumut melalui produk olahan babi dari negara tertular, sisa-sisa makanan dari pesawat atau kapal dari negara terjangkit yang diberikan kepada hewan ternak, dan masuknya babi dari pintu-pintu ilegal,” terangnya.
Pemprov sendiri sebelumnya mengaku, tidak pernah berencana melakukan pemusnahan massal ternak babi di Sumut pascawabah virus ASF. Bantahan itu untuk menanggapi munculnya gerakan #savebabi di media sosial, yang menuduh Gubernur Edy Rahmayadi memiliki rencana untuk melakukan pemusnahan massal (stamping out) babi.
“Tidak ada pernyataan Gubernur Sumut untuk melakukan pemusnahan babi atau stamping out. Di Indonesia, stamping out sendiri bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 95 Tahun 2012, kecuali hewan yang terjangkit penyakit zoonosis (berbahaya bagi manusia). Itu harus segera diputus penyebaran virusnya,” tegas Azhar.
Gubsu Dituding Lakukan Pembiaran
Sebelumnya, Gubsu Edy Rahmayadi pernah mengatakan, sedang mempertimbangkan ide pemusnahan babi di Sumut, menyusul serangan wabah ASF. Namun pernyataan itu dibantah melalui Kadis Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut.
Terkait bantahan itu, Pengurus Asosiasi Peternak Babi (Asperba) Sumut, Hendri Duin, mengatakan Gubernur mungkin membatalkan usul memusnahkan babi di Sumut. Tetapi di pihak lain, Gubsu juga dinilai tidak melakukan langkah konkrit dalam menghentikan penyebaran virus. Akibatnya virus terus menyebar hingga ke sejumlah wilayah di Sumut yang sebelumnya tidak terjangkit virus ASF.
“Pada akhirnya, ternak babi di beberapa wilayah di Sumut akan terus bermatian tanpa terkendali. Langkah Gubsu yang tidak melakukan langkah nyata apapun itu, terkesan sebuah tindakan pembiaran atas merebaknya kematian babi di Sumut. Karena dimusnahkan tidak, tapi memberi solusi untuk masalah ini juga tidak,” ucap Hendri, kemarin.
Kata Hendri, pemerintah seharusnya sudah sejak lama mengambil langkah nyata dalam memberantas virus ASF. Atau setidaknya melakukan langkah pencegahan yang serius, agar virus tidak emakin merebak di Sumut.
“Kasus ini ‘kan sudah beberapa bulan terjadi. Tadinya hanya di beberapa kabupaten/kota di Sumut, sekarang sudah menyebar ke mana-mana. Para peternak terus merugi, tapi seolah tak ada solusi,” ujarnya.
Disebutkan Hendri, memang hingga saat ini belum ditemukan cara efektif dalam memberantas virus ASF yang menyerang ternak babi. Tetapi bisa dimininalisir dengan melakukan penhentian penyebaran. “Faktanya, tetap menyebar ke wilayah lain. Jadi langkah pencegahan penyebaran juga tidak dilakukan secara maksimal,” kritiknya pedas.
Jika ini terus dibiarkan, menurut Hendri, Sumatera Utara akan memasuki masa kelangkaan babi dalam waktu beberapa bulan ke depan. “Kalau tidak ada solusi nyata, Sumut dipastikan akan mengalami kelangkaan babi, paling lama 4 bulan lagi. Artinya, masyarakat Kota Medan ataupun masyarakat Sumut yang biasa mengonsumsi daging babi akan kesulitan mendapatkannya. Begitu juga dengan para pengusaha, mereka harus mencari babi dari luar Sumut. Ini pasti akan mengeluarkan biaya yang lebih besar,” jelasnya.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada pemerintah provinsi untuk segera mengambil langkah konkrit ataupun upaya-upaya nyata, dalam melakukan penuntasan virus ASF yang menjangkit babi di Sumut.
“Kalaupun mungkin memang belum ada vaksinnya, mungkin bisa dengan lebih memperketat sistem zonasi peredaran babi seperti dikemukakan sejak awal. Yakni babi tidak bisa masuk dari dan ke luar kabupaten/kota yang terjangkit ke wilayah yang aman. Atau mungkin ada langkah-langkah yang lebih efektif lagi? Semua berharap pemerintah lebih serius menangani kasus kematian babi ini,” tutupnya. (prn/map)