32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Dilarang, Mudik Justru Meningkat

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah melarang mudik Lebaran 2021. Namun, total jumlah pemudik tahun ini justru meningkat jika dibandingkan tahun 2020. Bukan cuma arus mudik, aktivitas masyarakat selama Idul Fitri 1442 Hijriah pun meningkat mencapai 111 persen. Mobilitas itu terjadi di pusat-pusat perbelanjaan maupun tempat-tempat pariwisata.

PERIKSA: Petugas melakukan pemeriksaan terhadap pengendara yang melintas di pos penyekatan di Jalan Jamin Ginting, Medan Tuntungan, Senin (17/5).

“Kalau tahun 2020, masyarakat masih banyak yang tidak melakukan mudik, di mana tahun ini lebih banyak mudiknya. Sehingga kita lakukan larangan mudik itu. Namun pada pelaksanaannya, tahun ini masyarakat yang mudik itu lebih banyak dari tahun lalu,” kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Rabu (19/5).

Ramadhan menyebut, mobilitas kendaraan yang keluar dari Jakarta pun meningkat. Bahkan banyak masyarakat yang mudik lebih awal sebelum larangan mudik diberlakukan.

“Sehingga pergerakan kendaraan yang terjadi di saat Operasi Ketupat ini jauh lebih banyak dari tahun lalu. Di mana peniadaan mudik ini dilaksanakan pada saat Operasi Ketupat, namun pelaksanaannya dalam Operasi Ketupat ini sebelum Operasi Ketupat banyak warga yang sudah mudik,” jelasnya.

“Namun terjadinya pergerakan kendaraan, terjadi banyak pada saat sebelum pelaksanaan peniadaan mudik itu sendiri,” sambungnya.

Ramadhan mengatakan, jika ada daerah yang kedatangan ramai pemudik, itu merupakan masyarakat yang nekat mudik. “Jadi kita ketahui, beberapa daerah jumlah kendaraan yang datang menjadi lebih banyak. Khususnya dari daerah yang tadinya sepi, itu kedatangan kendaraan yang lebih banyak. Jadi ini juga disebabkan oleh jumlah kendaraan yang lalu lalang yang banyak,” ujarnya.

Sementara, Satgas penanganan Covid-19 mencatat peningkatan aktivitas masyarakat selama Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah mencapai 111 persen.

Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan, pada periode 21 April sampai 12 Mei 2021, mobilitas penduduk meningkat di empat pulau, yakni Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. “Tren perkembangan mobilitas penduduk meningkat 61–111 persen,” kata Wiku.

Kenaikan tertinggi terjadi di Sumatera Barat dengan 111 persen. Kemudian Sulawesi Barat 107 persen. Di Jawa, Provinsi Jawa Tengah mencatatkan peningkatan mobilitas tertinggi, yakni 80 persen. ’’Dampak kerumunan-kerumunan baru bisa terlihat 1 hingga 2 minggu setelah terjadi,” jelasnya.

Wiku mengatakan, dari 77.068 kali pengecekan terhadap para pemudik, ditemukan 264 orang positif Covid-19. Jumlah itu hanya sekitar 0,34 persen positivity rate. “Pemerintah terus memperbarui data di lapangan dan menginformasikan secara aktual kepada masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Korlantas Polri telah mengakumulasi jumlah kendaraan yang diputar balik selama Operasi Ketupat 2021. Dalam 12 hari operasi, terdapat 461.626 kendaraan yang diputar balik. Selain itu, petugas menindak 835 travel gelap. “Travel gelap ini ditindak di 381 titik,” ujar Kakorlantas Polri Irjen Istiono.

Operasi Ketupat secara resmi berakhir pada 17 Mei 2021. Selanjutnya, korlantas memperpanjang masa pengetatan mulai 18 hingga 24 Mei. Pengetatan dilakukan di 109 titik dengan melakukan tes swab antigen. “Dilakukan secara random,” jelasnya.

Sebanyak 109 titik tes swab antigen tersebut tersebar di Sumatera hingga Jawa. Dengan begitu, dapat dipastikan bahwa masyarakat yang kembali ke Jabodetabek bebas dari Covid-19. “Kita berupaya menekan persebaran Covid-19,” paparnya.

Sementara, Ekonom dari Treasury & International Banking Bank Mandiri, Yudo Wicaksono juga menilai, mobilitas masyarakat periode lebaran tahun 2021 lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

Berdasarkan data dari Facebook mobility, sejak 27 April proporsi jumlah masyarakat yag tetap berada di wilayahnya mulai mengalami penurunan di semua provinsi.

“Selama bulan puasa dan lebaran itu yang tetap stay di rumah turun, artinya mobilitas ini meningkat,” kata Yudo dalam Media Gathering Virtual Economic Outlook & Industri Kuartal II 2021, Jakarta, Rabu (19/5).

Di Jakarta misalnya, persentase masyarakat yang tetap berada di rumahnya (tidak bepergian keluar kota) menurun menjadi 22 persen dari sebelumnya 34 persen. Hal ini mengindikasikan aktivitas mudik dilakukan masyarakat sejak akhir bulan April.

Dia menilai masyarakat mengantisipasi adanya kebijakan pelarangan mudik. Aktivitas mudik juga kemungkinan banyak dilakukan di wilayah provinsi yang sama. “Jadi mungkin mereka mudik lebih dulu untuk mengantisipasi pelaranagn mudik yang berlaku tanggal 6 Mei,” kata dia.

Secara umum, proporsi masyarakat yang tetap ada di wilayahnya pada musim mudik 2021 di semua provinsi tercatat lebih rendah. Berkisar 15 persen sampai 22 persen dibandingkan dengan kondisi musim mudik tahun lalu. “Tingkat proporsi masyarakat yang tetap berada di wilayahnya saat ini merupakan yang terendah sejak pelonggaran PSBB I periode Juli hingga Agustus 2020,” kata dia.

Dia menambahkan kondisi ini tidak terlepas dari realiasai program vakinasi yang dilakukan pemerintah. Seperti di Jakarta, porsi jumlah masyarakat yang telah menerima vaksin kedua terhadap targetnya tlah mencapai 49,4 persen. Lalu di Yogjakarta 39,2 persen, di Jawa Timur 25,2 persen, Jawa Tengah 22,1 persen, Banten 20,5 persen dan Jawa Barat 19, persen. “Jadi memang vaksinasi ini membuat masyarakat percaya diri, mobilitas meningkat dan masyarakat tetap bergerak walau ada pelarangan mudik,” kata dia.

Penumpang Bus Keberatan Biaya Rapid Antigen

Larangan mudik Lebaran memang sudah berakhir, tapi tetap ada peraturan pengetatan pascamudik yang berlaku mulai 18 hingga 24 Mei 2021. Berdasarkan Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 12 tahun 2021, Nomor 13 tahun 2021, dan Addendum SE 13 tahun 2021 disebutkan, sebelum keberangkatan setiap pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN), penumpang bus wajib menunjukkan surat hasil negatif tes RT-PCR/rapid antigen maksimal 1×24 jam dan hasil negatif Covid-19.

Ketatnya peraturan yang diterapkan pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 ini, memaksa calon penumpang bus harus merogoh kocek lebih dalam. Pasalnya, meraka harus mengeluarkan biaya tambahan minimal Rp100 ribu di luar harga tiket bus.

Habakuk Manik, calon penumpang bus PT Rapi tujuan Medan-Pekanbaru, Riau, mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut. Pasalnya, dalam kondisi ekonominya yang pas-pasan saat ini, dia terpaksa mengeluarkan biaya Rp100 ribu untuk biaya Rapid Antigen di pool bus tersebut.

Pria paruh baya yang mengaku ingin mencari pekerjaan di Pekanbaru, Riau ini mengatakan, dirinya hanya membawa uang Rp320 ribu. Uang tersebut digunakannya untuk membeli tiket bus tujuan Medan-Pekanbaru Rp200 ribu. Kemudian untuk biaya rapid antigen, dia harus merogoh lagi koceknya Rp100 ribu.

“Jadi uangku tinggal Rp20 ribu. Itulah saya akal-akali untuk makan di jalan nanti. Kalau tidak rapid antigen, aku tak bisa berangkat. Tapi, aku harus bekerja untuk nafkahi keluarga,” ungkap Habakuk yang mengaku merantau untuk bekerja di sebuah bengkel di Pekanbaru tersebut.

Ia berharap, pemerintah dapat menggratiskan biaya swab antigen bagi penumpang yang tidak mampu. Atau paling tidak, kata Habakuk, ada potongan bagi mereka yang membawa uang pas-pasan seperti dirinya saat hendak berangkat.

“Saya mau mengadu nasib di sana (Pekanbaru), bawa uangpun seadanya. Sebelumnya saya tidak tahu kalau ada kebijakan seperti ini. Semoga virus Corona segera berlalu,” harao Habakuk.

Hal senada disampaikan penumpang lainnya, Rahmad. Menurutnya, peraturan ini bukan untuk memutus mata rantai penyebaran Virus Corona. Namun malah menambah penderitaan rakyat yang ingin berpergian menggunakan bus dan memiliki uang pas-pasan. “Saya mau ke Sorek. Kalau dulu hanya bayar tiket, sekarang kita wajib bayar rapid antigen lagi. Sementara uang kita kan cuma pas-pasan saat mau pergi ini,” jelas Rahmad.

Penumpang bus PT RAPI lainnya, Mananggor Robert Hutasoit, tidak begitu mempermasalahkan adanya kewajiban rapid antigen ini. Pria yang mengaku hendak pergi ke Pekanbaru bersama istrinya, Rianti Boru Sianturi dan anaknya Sastro Hutasoit untuk melayat keluarga yang meninggal dunia. “Kami bukan mudik. Kami mau melayat, karena mertua anak saya meninggal,” ujar Mananggor.

Menurutnya, swab antigen yang diterapkan ini program yang bagus karena keadaan saat ini Indonesia tengah dihadapkan dengan virus Corona. Hanya saja, Mananggor berharap penumpang jangan dipersulit. “Kalau biaya tidak masalah, karena ini kan untuk menjaga kesehatan kita juga,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Sumut telah menegaskan akan menindak armada bus antar kota antar provinsi (AKAP) maupun antar kota dalam provinsi (AKDP) yang membawa penumpang tanpa dilengkapi dengan surat bebas Covid-19. “Apabila ditemukan pelanggaran atas pelarangan sesuai ketentuan yang berlaku, pengendara bus diarahkan atau diperintahkan balik ke daerah asal,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Selasa (18/5).

Selain itu, lanjut dia, pihak pengelola transportasi umum atau PO bus diwajibkan untuk memastikan penumpang dalam keadaan sehat dengan melakukan pengecekan suhu tubuh. “Kemudian, tidak menaikkan dan menurunkan penumpang di luar terminal atau pool bus,” katanya.

Sebelumnya, armada bus antar-kota antar-provinsi (AKAP) di Kota Medan, Sumatera Utara, mulai Selasa kembali melayani para penumpang berbagai tujuan, setelah sebelumnya hampir dua pekan tak beroperasi akibat larangan mudik. Para calon penumpang yang diperbolehkan melakukan perjalanan diwajibkan untuk melakukan tes swab antigen dan menyertakan hasil laporan negatif sebagai syarat jalan. (jpc/dtc/gus)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah melarang mudik Lebaran 2021. Namun, total jumlah pemudik tahun ini justru meningkat jika dibandingkan tahun 2020. Bukan cuma arus mudik, aktivitas masyarakat selama Idul Fitri 1442 Hijriah pun meningkat mencapai 111 persen. Mobilitas itu terjadi di pusat-pusat perbelanjaan maupun tempat-tempat pariwisata.

PERIKSA: Petugas melakukan pemeriksaan terhadap pengendara yang melintas di pos penyekatan di Jalan Jamin Ginting, Medan Tuntungan, Senin (17/5).

“Kalau tahun 2020, masyarakat masih banyak yang tidak melakukan mudik, di mana tahun ini lebih banyak mudiknya. Sehingga kita lakukan larangan mudik itu. Namun pada pelaksanaannya, tahun ini masyarakat yang mudik itu lebih banyak dari tahun lalu,” kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Rabu (19/5).

Ramadhan menyebut, mobilitas kendaraan yang keluar dari Jakarta pun meningkat. Bahkan banyak masyarakat yang mudik lebih awal sebelum larangan mudik diberlakukan.

“Sehingga pergerakan kendaraan yang terjadi di saat Operasi Ketupat ini jauh lebih banyak dari tahun lalu. Di mana peniadaan mudik ini dilaksanakan pada saat Operasi Ketupat, namun pelaksanaannya dalam Operasi Ketupat ini sebelum Operasi Ketupat banyak warga yang sudah mudik,” jelasnya.

“Namun terjadinya pergerakan kendaraan, terjadi banyak pada saat sebelum pelaksanaan peniadaan mudik itu sendiri,” sambungnya.

Ramadhan mengatakan, jika ada daerah yang kedatangan ramai pemudik, itu merupakan masyarakat yang nekat mudik. “Jadi kita ketahui, beberapa daerah jumlah kendaraan yang datang menjadi lebih banyak. Khususnya dari daerah yang tadinya sepi, itu kedatangan kendaraan yang lebih banyak. Jadi ini juga disebabkan oleh jumlah kendaraan yang lalu lalang yang banyak,” ujarnya.

Sementara, Satgas penanganan Covid-19 mencatat peningkatan aktivitas masyarakat selama Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah mencapai 111 persen.

Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan, pada periode 21 April sampai 12 Mei 2021, mobilitas penduduk meningkat di empat pulau, yakni Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. “Tren perkembangan mobilitas penduduk meningkat 61–111 persen,” kata Wiku.

Kenaikan tertinggi terjadi di Sumatera Barat dengan 111 persen. Kemudian Sulawesi Barat 107 persen. Di Jawa, Provinsi Jawa Tengah mencatatkan peningkatan mobilitas tertinggi, yakni 80 persen. ’’Dampak kerumunan-kerumunan baru bisa terlihat 1 hingga 2 minggu setelah terjadi,” jelasnya.

Wiku mengatakan, dari 77.068 kali pengecekan terhadap para pemudik, ditemukan 264 orang positif Covid-19. Jumlah itu hanya sekitar 0,34 persen positivity rate. “Pemerintah terus memperbarui data di lapangan dan menginformasikan secara aktual kepada masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Korlantas Polri telah mengakumulasi jumlah kendaraan yang diputar balik selama Operasi Ketupat 2021. Dalam 12 hari operasi, terdapat 461.626 kendaraan yang diputar balik. Selain itu, petugas menindak 835 travel gelap. “Travel gelap ini ditindak di 381 titik,” ujar Kakorlantas Polri Irjen Istiono.

Operasi Ketupat secara resmi berakhir pada 17 Mei 2021. Selanjutnya, korlantas memperpanjang masa pengetatan mulai 18 hingga 24 Mei. Pengetatan dilakukan di 109 titik dengan melakukan tes swab antigen. “Dilakukan secara random,” jelasnya.

Sebanyak 109 titik tes swab antigen tersebut tersebar di Sumatera hingga Jawa. Dengan begitu, dapat dipastikan bahwa masyarakat yang kembali ke Jabodetabek bebas dari Covid-19. “Kita berupaya menekan persebaran Covid-19,” paparnya.

Sementara, Ekonom dari Treasury & International Banking Bank Mandiri, Yudo Wicaksono juga menilai, mobilitas masyarakat periode lebaran tahun 2021 lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

Berdasarkan data dari Facebook mobility, sejak 27 April proporsi jumlah masyarakat yag tetap berada di wilayahnya mulai mengalami penurunan di semua provinsi.

“Selama bulan puasa dan lebaran itu yang tetap stay di rumah turun, artinya mobilitas ini meningkat,” kata Yudo dalam Media Gathering Virtual Economic Outlook & Industri Kuartal II 2021, Jakarta, Rabu (19/5).

Di Jakarta misalnya, persentase masyarakat yang tetap berada di rumahnya (tidak bepergian keluar kota) menurun menjadi 22 persen dari sebelumnya 34 persen. Hal ini mengindikasikan aktivitas mudik dilakukan masyarakat sejak akhir bulan April.

Dia menilai masyarakat mengantisipasi adanya kebijakan pelarangan mudik. Aktivitas mudik juga kemungkinan banyak dilakukan di wilayah provinsi yang sama. “Jadi mungkin mereka mudik lebih dulu untuk mengantisipasi pelaranagn mudik yang berlaku tanggal 6 Mei,” kata dia.

Secara umum, proporsi masyarakat yang tetap ada di wilayahnya pada musim mudik 2021 di semua provinsi tercatat lebih rendah. Berkisar 15 persen sampai 22 persen dibandingkan dengan kondisi musim mudik tahun lalu. “Tingkat proporsi masyarakat yang tetap berada di wilayahnya saat ini merupakan yang terendah sejak pelonggaran PSBB I periode Juli hingga Agustus 2020,” kata dia.

Dia menambahkan kondisi ini tidak terlepas dari realiasai program vakinasi yang dilakukan pemerintah. Seperti di Jakarta, porsi jumlah masyarakat yang telah menerima vaksin kedua terhadap targetnya tlah mencapai 49,4 persen. Lalu di Yogjakarta 39,2 persen, di Jawa Timur 25,2 persen, Jawa Tengah 22,1 persen, Banten 20,5 persen dan Jawa Barat 19, persen. “Jadi memang vaksinasi ini membuat masyarakat percaya diri, mobilitas meningkat dan masyarakat tetap bergerak walau ada pelarangan mudik,” kata dia.

Penumpang Bus Keberatan Biaya Rapid Antigen

Larangan mudik Lebaran memang sudah berakhir, tapi tetap ada peraturan pengetatan pascamudik yang berlaku mulai 18 hingga 24 Mei 2021. Berdasarkan Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 12 tahun 2021, Nomor 13 tahun 2021, dan Addendum SE 13 tahun 2021 disebutkan, sebelum keberangkatan setiap pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN), penumpang bus wajib menunjukkan surat hasil negatif tes RT-PCR/rapid antigen maksimal 1×24 jam dan hasil negatif Covid-19.

Ketatnya peraturan yang diterapkan pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 ini, memaksa calon penumpang bus harus merogoh kocek lebih dalam. Pasalnya, meraka harus mengeluarkan biaya tambahan minimal Rp100 ribu di luar harga tiket bus.

Habakuk Manik, calon penumpang bus PT Rapi tujuan Medan-Pekanbaru, Riau, mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut. Pasalnya, dalam kondisi ekonominya yang pas-pasan saat ini, dia terpaksa mengeluarkan biaya Rp100 ribu untuk biaya Rapid Antigen di pool bus tersebut.

Pria paruh baya yang mengaku ingin mencari pekerjaan di Pekanbaru, Riau ini mengatakan, dirinya hanya membawa uang Rp320 ribu. Uang tersebut digunakannya untuk membeli tiket bus tujuan Medan-Pekanbaru Rp200 ribu. Kemudian untuk biaya rapid antigen, dia harus merogoh lagi koceknya Rp100 ribu.

“Jadi uangku tinggal Rp20 ribu. Itulah saya akal-akali untuk makan di jalan nanti. Kalau tidak rapid antigen, aku tak bisa berangkat. Tapi, aku harus bekerja untuk nafkahi keluarga,” ungkap Habakuk yang mengaku merantau untuk bekerja di sebuah bengkel di Pekanbaru tersebut.

Ia berharap, pemerintah dapat menggratiskan biaya swab antigen bagi penumpang yang tidak mampu. Atau paling tidak, kata Habakuk, ada potongan bagi mereka yang membawa uang pas-pasan seperti dirinya saat hendak berangkat.

“Saya mau mengadu nasib di sana (Pekanbaru), bawa uangpun seadanya. Sebelumnya saya tidak tahu kalau ada kebijakan seperti ini. Semoga virus Corona segera berlalu,” harao Habakuk.

Hal senada disampaikan penumpang lainnya, Rahmad. Menurutnya, peraturan ini bukan untuk memutus mata rantai penyebaran Virus Corona. Namun malah menambah penderitaan rakyat yang ingin berpergian menggunakan bus dan memiliki uang pas-pasan. “Saya mau ke Sorek. Kalau dulu hanya bayar tiket, sekarang kita wajib bayar rapid antigen lagi. Sementara uang kita kan cuma pas-pasan saat mau pergi ini,” jelas Rahmad.

Penumpang bus PT RAPI lainnya, Mananggor Robert Hutasoit, tidak begitu mempermasalahkan adanya kewajiban rapid antigen ini. Pria yang mengaku hendak pergi ke Pekanbaru bersama istrinya, Rianti Boru Sianturi dan anaknya Sastro Hutasoit untuk melayat keluarga yang meninggal dunia. “Kami bukan mudik. Kami mau melayat, karena mertua anak saya meninggal,” ujar Mananggor.

Menurutnya, swab antigen yang diterapkan ini program yang bagus karena keadaan saat ini Indonesia tengah dihadapkan dengan virus Corona. Hanya saja, Mananggor berharap penumpang jangan dipersulit. “Kalau biaya tidak masalah, karena ini kan untuk menjaga kesehatan kita juga,” pungkasnya.

Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Sumut telah menegaskan akan menindak armada bus antar kota antar provinsi (AKAP) maupun antar kota dalam provinsi (AKDP) yang membawa penumpang tanpa dilengkapi dengan surat bebas Covid-19. “Apabila ditemukan pelanggaran atas pelarangan sesuai ketentuan yang berlaku, pengendara bus diarahkan atau diperintahkan balik ke daerah asal,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Selasa (18/5).

Selain itu, lanjut dia, pihak pengelola transportasi umum atau PO bus diwajibkan untuk memastikan penumpang dalam keadaan sehat dengan melakukan pengecekan suhu tubuh. “Kemudian, tidak menaikkan dan menurunkan penumpang di luar terminal atau pool bus,” katanya.

Sebelumnya, armada bus antar-kota antar-provinsi (AKAP) di Kota Medan, Sumatera Utara, mulai Selasa kembali melayani para penumpang berbagai tujuan, setelah sebelumnya hampir dua pekan tak beroperasi akibat larangan mudik. Para calon penumpang yang diperbolehkan melakukan perjalanan diwajibkan untuk melakukan tes swab antigen dan menyertakan hasil laporan negatif sebagai syarat jalan. (jpc/dtc/gus)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/