25.6 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Karo Jambi Dimakzulkan, Wakil Bupati Karo Pilih Diam

Kabanjahe-Wakil Bupati Karo Terkelin Berahmana memilih diam terkait pemakzulan Kena Ukur Karo Jambi Surbakti sebagai bupati. Tidak itu saja, selama jadi wakil bupati pun, Terkelin sama sekali tak bersuara. Dia seperti benar-benar berada dalam bayang-bayang sang bupati.

Tradisi diam tanpa suara yang selama lebih dari dua tahun ini dilakonkannya itu setidaknya membuat khalayak menduga ada sesuatu yang disimpan oleh Terkelin. Padahal, jika merunut  latar belakangnya, dia adalah seorang pengacara yang biasanya pandai dan banyak bicara. Tetapi pengacara yang satu ini paling tidak sekarang sedikit berbeda.  Hingga kabar pemakzulan Karo Jambi makin marak, Terkelin tetap menahan selera bicaranya, termasuk di media massa. Hal ini pun terbukti ketika Metro Karo (grup Sumut Pos) hendak meminta keterangannya terkait kasus yang menimpa Karo Jambi. Terkelin menolak memberikan komentar.

Medi Juna Sembiring dari Lentera Karo mengungkapkan, puasa bicara yang terus dimainkan Terkelin dapat diartikan sebagai gaya politik jalan tengah yang tidak menyinggung siapapun. Walaupun, diam Terkelin tidak akan mempengaruhi kebijakan turunan yang akan muncul pasca keluarnya putusan MA atas nasib pasangannya, Karo Jambi. “ Mungkin dia tidak ingin mengumbar suara diatas masalah bupati Karo. Hal ini di satu sisi cukup bijak , dimana ia tetap menghargai posisi bupati ,” ujar Medi.

Namun disisi lain, sebagai sosok yang melek politik , diam dalam keadaan bagaimanapun yang dijalankan oleh Terkelin dapat dibaca sebagai kemampuannya melihat secara utuh kualitas Karo Jambi. “Dari awal kita menatapnya harus clear, Terkelin tidak pernah secara terbuka bicara tentang kebijakan pemerintah maupun bupati. Begitupun dianya tidak tidak pernah melakukan counter terhadap ‘serangan’ politik yang diarahkan ke Karo Jambi. Ini yang harus dijawab oleh Terkelin setelahnya nanti,” tegas Medi.

Sementara itu, langkah membawa surat putusan MA masih harus menunggu beberapa waktu. Belum selesainya pengetikan seluruh materi keputusan tiga hakim komisioner oleh panitera jadi sebab masyarakat Karo belum dapat melanjutkan proses ke depan di DPRD. “Memang belum kita bisa bawa ke Kabanjahe karena pihak MA belum selesai menyusunnya. Tetapi kita harus tetap optimis karena yang pasti putusan MA sudah kita lihat, tinggal pemberkasan lanjutan saja,” ujar Anggota DPRD Karo Sudarto Sitepu, Kamis ( 20/2).

Politisi asal PDI Perjuangan ini memperkirakan pekan depan semuanya dapat tuntas di MA. “Tadi dengan pihak MA kita telah mohonkan agar semua pengetikan yang dibutuhkan dipercepat dari biasanya. Mereka pun setuju dengan itu, tinggal kini kita menanti secara positif saja,” tambah Sudarto.

Dari Jakarta, hingga kemarin (20/2), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum mengambil sikap apa pun terkait putusan MA yang menyetujui pelengseran Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi.

Kepala Biro Hukum Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, menjelaskan, setelah keluar putusan MA, maka langkah lanjutannya berada di ranah DPRD Karo. “Masih diperlukan proses-proses politik yang menjadi kewenangan DPRD. Kita tunggu saja bagaimana langkah DPRD-nya,” ujar Zudan Arif kepada koran ini di Jakarta, kemarin (20/2).

Sementara, kata birokrat bergelar profesor itu, kemendagri hanya punya kewenangan dalam aspek kajian administrasi saja, yakni meneliti berkas usulan pencopotan bupati yang diajukan DPRD, berdasar putusan MA.

“Nanti begitu kita terima, kita kaji, apa yang disangkakan ke bupati dan bagaimana tahapan-tahapannya. Prosesnya persis kasus Aceng (pelengseran Bupati Garut, Aceng Fikri, red),” ujar pria kelahiran Sleman, Jogjakarta itu.

Dijelaskan juga, jika DPRD Karo sudah menggelar paripurna, hasilnya pun tidak bisa langsung disodorkan ke mendagri. Tapi, DPRD Karo menyerahkan ke Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, yang selanjutnya meneruskan ke mendagri.

Sementara, dikabarkan DPRD Karo hingga kini belum mendapatkan salinan putusan MA mengenai pelengseran bupati Kena Ukur Jambi dengan dalih putusan belum diketik oleh panitera MA.

Dimintai tanggapan mengenai ngadatnya salinan putusan itu, salah seorang hakim agung, Krisna Harahap, mengatakan, masalah salinan putusan bukan urusa hakim agung. “Yang kayak gitu urusan panitera. Maaf saya nggak tahu,” kata Krisna.

Sementara, Kabag Humas MA, David Simanjuntak, saat dihubungi koran ini, enggan menjawab pertanyaan. Alasannya sedang sibuk.

Sekedar diketahui, hingga saat ini, MA masih lambat bahkan cenderung tertutup dalam urusan akses putusan yang sudah dibacakan.

Pentolan Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Juntho pernah mengkritik, kinerja jajaran MA yang seperti itu bisa menumbuhkan mafia peradilan. Dalam perkara pidana korupsi, kata Emerson, lambatnya pembuatan salinan putusan bisa menghambat eksekusi putusan. Ini memberi kesempatan terpidana untuk melarikan diri.

Dia memberi contoh kasus korupsi di PT Badan Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) senilai Rp2 miliar yang melibatkan Sujiono Timan, yang dihukum 15 tahun penjara.  Kelambatan MA dalam menyerahkan salinan putusan kepada kejaksaan mengakibatkan Sujiono melarikan diri ke luar negeri sebelum menjalani hukuman.

“Celakanya MA tidak melakukan perubahan apa pun untuk mengatasi persoalan ini,” kata cetus Emerson dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.

Untuk kasus perdata sama saja. Ambil contoh kasus  Ida Farida warga Depok, Jabar, yang memenangkan gugatan. Namun hingga berbulan-bulan dia belum mendapatkan salinan putusan, meski dua kali mengirim surat ke MA agar segera mendapatkan salinan putusan. (nng/smg/sam/rbb)

Kabanjahe-Wakil Bupati Karo Terkelin Berahmana memilih diam terkait pemakzulan Kena Ukur Karo Jambi Surbakti sebagai bupati. Tidak itu saja, selama jadi wakil bupati pun, Terkelin sama sekali tak bersuara. Dia seperti benar-benar berada dalam bayang-bayang sang bupati.

Tradisi diam tanpa suara yang selama lebih dari dua tahun ini dilakonkannya itu setidaknya membuat khalayak menduga ada sesuatu yang disimpan oleh Terkelin. Padahal, jika merunut  latar belakangnya, dia adalah seorang pengacara yang biasanya pandai dan banyak bicara. Tetapi pengacara yang satu ini paling tidak sekarang sedikit berbeda.  Hingga kabar pemakzulan Karo Jambi makin marak, Terkelin tetap menahan selera bicaranya, termasuk di media massa. Hal ini pun terbukti ketika Metro Karo (grup Sumut Pos) hendak meminta keterangannya terkait kasus yang menimpa Karo Jambi. Terkelin menolak memberikan komentar.

Medi Juna Sembiring dari Lentera Karo mengungkapkan, puasa bicara yang terus dimainkan Terkelin dapat diartikan sebagai gaya politik jalan tengah yang tidak menyinggung siapapun. Walaupun, diam Terkelin tidak akan mempengaruhi kebijakan turunan yang akan muncul pasca keluarnya putusan MA atas nasib pasangannya, Karo Jambi. “ Mungkin dia tidak ingin mengumbar suara diatas masalah bupati Karo. Hal ini di satu sisi cukup bijak , dimana ia tetap menghargai posisi bupati ,” ujar Medi.

Namun disisi lain, sebagai sosok yang melek politik , diam dalam keadaan bagaimanapun yang dijalankan oleh Terkelin dapat dibaca sebagai kemampuannya melihat secara utuh kualitas Karo Jambi. “Dari awal kita menatapnya harus clear, Terkelin tidak pernah secara terbuka bicara tentang kebijakan pemerintah maupun bupati. Begitupun dianya tidak tidak pernah melakukan counter terhadap ‘serangan’ politik yang diarahkan ke Karo Jambi. Ini yang harus dijawab oleh Terkelin setelahnya nanti,” tegas Medi.

Sementara itu, langkah membawa surat putusan MA masih harus menunggu beberapa waktu. Belum selesainya pengetikan seluruh materi keputusan tiga hakim komisioner oleh panitera jadi sebab masyarakat Karo belum dapat melanjutkan proses ke depan di DPRD. “Memang belum kita bisa bawa ke Kabanjahe karena pihak MA belum selesai menyusunnya. Tetapi kita harus tetap optimis karena yang pasti putusan MA sudah kita lihat, tinggal pemberkasan lanjutan saja,” ujar Anggota DPRD Karo Sudarto Sitepu, Kamis ( 20/2).

Politisi asal PDI Perjuangan ini memperkirakan pekan depan semuanya dapat tuntas di MA. “Tadi dengan pihak MA kita telah mohonkan agar semua pengetikan yang dibutuhkan dipercepat dari biasanya. Mereka pun setuju dengan itu, tinggal kini kita menanti secara positif saja,” tambah Sudarto.

Dari Jakarta, hingga kemarin (20/2), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum mengambil sikap apa pun terkait putusan MA yang menyetujui pelengseran Bupati Karo, Kena Ukur Karo Jambi.

Kepala Biro Hukum Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, menjelaskan, setelah keluar putusan MA, maka langkah lanjutannya berada di ranah DPRD Karo. “Masih diperlukan proses-proses politik yang menjadi kewenangan DPRD. Kita tunggu saja bagaimana langkah DPRD-nya,” ujar Zudan Arif kepada koran ini di Jakarta, kemarin (20/2).

Sementara, kata birokrat bergelar profesor itu, kemendagri hanya punya kewenangan dalam aspek kajian administrasi saja, yakni meneliti berkas usulan pencopotan bupati yang diajukan DPRD, berdasar putusan MA.

“Nanti begitu kita terima, kita kaji, apa yang disangkakan ke bupati dan bagaimana tahapan-tahapannya. Prosesnya persis kasus Aceng (pelengseran Bupati Garut, Aceng Fikri, red),” ujar pria kelahiran Sleman, Jogjakarta itu.

Dijelaskan juga, jika DPRD Karo sudah menggelar paripurna, hasilnya pun tidak bisa langsung disodorkan ke mendagri. Tapi, DPRD Karo menyerahkan ke Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, yang selanjutnya meneruskan ke mendagri.

Sementara, dikabarkan DPRD Karo hingga kini belum mendapatkan salinan putusan MA mengenai pelengseran bupati Kena Ukur Jambi dengan dalih putusan belum diketik oleh panitera MA.

Dimintai tanggapan mengenai ngadatnya salinan putusan itu, salah seorang hakim agung, Krisna Harahap, mengatakan, masalah salinan putusan bukan urusa hakim agung. “Yang kayak gitu urusan panitera. Maaf saya nggak tahu,” kata Krisna.

Sementara, Kabag Humas MA, David Simanjuntak, saat dihubungi koran ini, enggan menjawab pertanyaan. Alasannya sedang sibuk.

Sekedar diketahui, hingga saat ini, MA masih lambat bahkan cenderung tertutup dalam urusan akses putusan yang sudah dibacakan.

Pentolan Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Juntho pernah mengkritik, kinerja jajaran MA yang seperti itu bisa menumbuhkan mafia peradilan. Dalam perkara pidana korupsi, kata Emerson, lambatnya pembuatan salinan putusan bisa menghambat eksekusi putusan. Ini memberi kesempatan terpidana untuk melarikan diri.

Dia memberi contoh kasus korupsi di PT Badan Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) senilai Rp2 miliar yang melibatkan Sujiono Timan, yang dihukum 15 tahun penjara.  Kelambatan MA dalam menyerahkan salinan putusan kepada kejaksaan mengakibatkan Sujiono melarikan diri ke luar negeri sebelum menjalani hukuman.

“Celakanya MA tidak melakukan perubahan apa pun untuk mengatasi persoalan ini,” kata cetus Emerson dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.

Untuk kasus perdata sama saja. Ambil contoh kasus  Ida Farida warga Depok, Jabar, yang memenangkan gugatan. Namun hingga berbulan-bulan dia belum mendapatkan salinan putusan, meski dua kali mengirim surat ke MA agar segera mendapatkan salinan putusan. (nng/smg/sam/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/