26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Mereka Lebih Memilih Sekolah di Dekat Gunung

AMINOER RASYID/SUMUT POS Pelajar mengendarai sepeda motor dengan membonceng dua temennya sesaat sepulang sekolah di Desa Tiganderket, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, Rabu (6/11). Kurangnya sarana transportasi dikawasan tersebut, mengakibatkan siswa terpaksa memberanikan diri untuk duduk diatas atap mobil untuk sampai kerumah mereka yang berlokasi dibawah kaki Gunung Sinabung.
AMINOER RASYID/SUMUT POS
Pelajar mengendarai sepeda motor dengan membonceng dua temennya sesaat sepulang sekolah di Desa Tiganderket, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, Rabu (6/11). Kurangnya sarana transportasi dikawasan tersebut, mengakibatkan siswa terpaksa memberanikan diri untuk duduk diatas atap mobil untuk sampai kerumah mereka yang berlokasi dibawah kaki Gunung Sinabung.

SUMUTPOS.CO – Status Tanggap Darurat yang kini diberlakukan oleh Pemkab Karo pada empat Desa di radius 3 km dari titik erupsi Sinabung menjadi kendala tersendiri bagi 109 pelajar asal Desa Mardinding, Kecamatan Tiganderket. Walau langkah relokasi sementara belajar telah disiapkan di SD terdekat, yakni Desa Tanjungmerawa, para siswa mengaku tetap saja kurang nyaman.

Paling tidak ungkapan itu diungkapkan Fubyniota Ginting, pelajar Kelas VI SD Negeri Mardinding ini menyiratkan makna kuat hujan batu di negeri sendiri lebih nikmat daripada hujan emas di kampung orang. Karena, dengan kenyataan perpindahan lokasi belajar, baginya harus melalui adaptasi ulang.

“Biarpun sekolah kami jauh di dekat gunung, tapi lebih enak rasanya Bang. Tapi kalau udah gini, kan tetap belajar yang penting,” ujar Fubyniota.

Seakan didengar, gaya malas-malasan pelajar SD Mardinding ke sekolah barunya untuk sementara terhambat oleh hujan deras yang mengguyur sekitar Kecamatan Tiganderket. Hingga masa belajar siang yang akan mereka alami pertama kali setelah mengungsi batal dilaksanakan. Sedangkan, untuk pengungsi lain, para pelajarnya diberikan waktu juga untuk belajar di sekolah terdekat dari pusat pengungsian.

Pelajar asal Desa Bekerah dan Simacem Kecamatan Namanteran misalnya, ditentukan belajar pada sekolah yang ada di Desa Naman. Sedangkan bagi SMP Sukameriah ke SMP Negeri Tiga Serangkai. Sejauh ini, para pelajar yang merupakan warga pengungsian tak dibebankan dengan kelengkapan belajar, namun karena memang sebahagian besar tertinggal di kampung, siswa masih kekurangan peralatan sekolah.

Di sisi lain, krisis listrik membuat warga di seputaran Gunung Sinabung semakin dicekam ketakutan. Di kawasan yang rawan bahaya itu, pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) seolah tak memprioritaskan listrik. Sehingga warga was-was.

Seperti yang diungkapkan M  Sitepu, warga Namanteran, selama terjadi letusan Gunung Sinabung, listrik telah berulangkali padam. Bahkan dalam sehari listrik bisa padam 3 kali.  Kondisi semakin diperparah jika pemadam terjadi pada malam hari.

“Kalang kabut kalau listrik padam. Mana kita selalu ketakutan setiap kali mendengar suara letusan Gunung Sinabung, ditambah lagi listrik padam. Bayangkan saja, kami mengungsi malam-malam dengan kondisi gelap gulita karena listrik padam. Orang-orang PLN ini tak punya perasaan,” kesal  lelaki paro baya ini, Rabu (6/11).

Danru provost PPM Karo meminta pada pihak PLN agar tidak melakukan pemadaman listrik di kawasan Gunung Sinabung. Karena betapa paniknya warga di sekitarnya jika Gunung Sinabung meletus. Selain itu, banyak penduduk sudah memasuki lansia (lanjut usia). Juga para veteran pejuang  yang sudah pikun. “Tolong mereka wahai PLN, jangan gara-gara listrik padam mereka jadi bertambah panik lagi,”  bilang tokoh Karo ini.

Terpisah, Manajer PLN Cabang Binjai Ir Sudirman MT mengatakan daerah bencana Sinabung sudah diprioritaskan tidak terjadi pemadaman di malam hari.  “Feeder prioritas BT3 dan BT4 melayani lokasi pengungsi dan bencana,” sebutnya via seluler pada wartawan koran ini.

Dia menyebutkan, layanan listrik untuk wilayah desa-desa di Gunung Sinabung akan diprioritaskan. Antisipasi ini diperuntukkan agar warga-warga yang masih berada di desa zona aman tidak merasa panik kalau tiba-tiba listriknya padam.

Sampai saat ini, jumlah pengungsi asal 4 Desa yang berada di tiga Kecamatan pada radius 3 km dari titik erupsi gunung api Sinabung tidak banyak mengalami perubahan. Angka yang berfluktuatif ini kemungkinan mendekati 2.000 jiwa. Sampai siang kemarin, di lokasi pengungsian Tiganderket terdata 920 jiwa pengungsi, Payung 402 jiwa, dan Namanteran 352 jiwa. Erupsi yang belakangan rutin terjadi sampai sekarang tidak mengganggu aktivitas sosial ekonomi masyarakat di luar radius 3 km. Warga memilih tetap melangsungkan kegiatan ekonomi pertaniannya di sentra komoditi hortikultura yang ada pada desa mereka masing-masing. (riz/nng/mar/smg)

AMINOER RASYID/SUMUT POS Pelajar mengendarai sepeda motor dengan membonceng dua temennya sesaat sepulang sekolah di Desa Tiganderket, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, Rabu (6/11). Kurangnya sarana transportasi dikawasan tersebut, mengakibatkan siswa terpaksa memberanikan diri untuk duduk diatas atap mobil untuk sampai kerumah mereka yang berlokasi dibawah kaki Gunung Sinabung.
AMINOER RASYID/SUMUT POS
Pelajar mengendarai sepeda motor dengan membonceng dua temennya sesaat sepulang sekolah di Desa Tiganderket, Kecamatan Tiganderket, Kabupaten Karo, Rabu (6/11). Kurangnya sarana transportasi dikawasan tersebut, mengakibatkan siswa terpaksa memberanikan diri untuk duduk diatas atap mobil untuk sampai kerumah mereka yang berlokasi dibawah kaki Gunung Sinabung.

SUMUTPOS.CO – Status Tanggap Darurat yang kini diberlakukan oleh Pemkab Karo pada empat Desa di radius 3 km dari titik erupsi Sinabung menjadi kendala tersendiri bagi 109 pelajar asal Desa Mardinding, Kecamatan Tiganderket. Walau langkah relokasi sementara belajar telah disiapkan di SD terdekat, yakni Desa Tanjungmerawa, para siswa mengaku tetap saja kurang nyaman.

Paling tidak ungkapan itu diungkapkan Fubyniota Ginting, pelajar Kelas VI SD Negeri Mardinding ini menyiratkan makna kuat hujan batu di negeri sendiri lebih nikmat daripada hujan emas di kampung orang. Karena, dengan kenyataan perpindahan lokasi belajar, baginya harus melalui adaptasi ulang.

“Biarpun sekolah kami jauh di dekat gunung, tapi lebih enak rasanya Bang. Tapi kalau udah gini, kan tetap belajar yang penting,” ujar Fubyniota.

Seakan didengar, gaya malas-malasan pelajar SD Mardinding ke sekolah barunya untuk sementara terhambat oleh hujan deras yang mengguyur sekitar Kecamatan Tiganderket. Hingga masa belajar siang yang akan mereka alami pertama kali setelah mengungsi batal dilaksanakan. Sedangkan, untuk pengungsi lain, para pelajarnya diberikan waktu juga untuk belajar di sekolah terdekat dari pusat pengungsian.

Pelajar asal Desa Bekerah dan Simacem Kecamatan Namanteran misalnya, ditentukan belajar pada sekolah yang ada di Desa Naman. Sedangkan bagi SMP Sukameriah ke SMP Negeri Tiga Serangkai. Sejauh ini, para pelajar yang merupakan warga pengungsian tak dibebankan dengan kelengkapan belajar, namun karena memang sebahagian besar tertinggal di kampung, siswa masih kekurangan peralatan sekolah.

Di sisi lain, krisis listrik membuat warga di seputaran Gunung Sinabung semakin dicekam ketakutan. Di kawasan yang rawan bahaya itu, pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) seolah tak memprioritaskan listrik. Sehingga warga was-was.

Seperti yang diungkapkan M  Sitepu, warga Namanteran, selama terjadi letusan Gunung Sinabung, listrik telah berulangkali padam. Bahkan dalam sehari listrik bisa padam 3 kali.  Kondisi semakin diperparah jika pemadam terjadi pada malam hari.

“Kalang kabut kalau listrik padam. Mana kita selalu ketakutan setiap kali mendengar suara letusan Gunung Sinabung, ditambah lagi listrik padam. Bayangkan saja, kami mengungsi malam-malam dengan kondisi gelap gulita karena listrik padam. Orang-orang PLN ini tak punya perasaan,” kesal  lelaki paro baya ini, Rabu (6/11).

Danru provost PPM Karo meminta pada pihak PLN agar tidak melakukan pemadaman listrik di kawasan Gunung Sinabung. Karena betapa paniknya warga di sekitarnya jika Gunung Sinabung meletus. Selain itu, banyak penduduk sudah memasuki lansia (lanjut usia). Juga para veteran pejuang  yang sudah pikun. “Tolong mereka wahai PLN, jangan gara-gara listrik padam mereka jadi bertambah panik lagi,”  bilang tokoh Karo ini.

Terpisah, Manajer PLN Cabang Binjai Ir Sudirman MT mengatakan daerah bencana Sinabung sudah diprioritaskan tidak terjadi pemadaman di malam hari.  “Feeder prioritas BT3 dan BT4 melayani lokasi pengungsi dan bencana,” sebutnya via seluler pada wartawan koran ini.

Dia menyebutkan, layanan listrik untuk wilayah desa-desa di Gunung Sinabung akan diprioritaskan. Antisipasi ini diperuntukkan agar warga-warga yang masih berada di desa zona aman tidak merasa panik kalau tiba-tiba listriknya padam.

Sampai saat ini, jumlah pengungsi asal 4 Desa yang berada di tiga Kecamatan pada radius 3 km dari titik erupsi gunung api Sinabung tidak banyak mengalami perubahan. Angka yang berfluktuatif ini kemungkinan mendekati 2.000 jiwa. Sampai siang kemarin, di lokasi pengungsian Tiganderket terdata 920 jiwa pengungsi, Payung 402 jiwa, dan Namanteran 352 jiwa. Erupsi yang belakangan rutin terjadi sampai sekarang tidak mengganggu aktivitas sosial ekonomi masyarakat di luar radius 3 km. Warga memilih tetap melangsungkan kegiatan ekonomi pertaniannya di sentra komoditi hortikultura yang ada pada desa mereka masing-masing. (riz/nng/mar/smg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/