25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Jalan Ditutup Puskopad, Petani Ramunia Terancam Gagal Panen

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Puluhan petani tergabung dalam Kelompok Tani Maju Desa Perkebunan Ramunia, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deliserdang menggelar unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut, Kota Medan, Kamis (21/9/2023).

Para petani ini, mengeluhkan hasil pertanian mereka terancam gagal panen, karena tidak diberikan akses jalan untuk memasuki lahan pertanian oleh Pusat Koperasi Kartika Bukit Barisan.

Karena itu, sejumlah masyarakat Desa Perkebunan Ramunia mengadukan persoalan ini ke Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara, Hassanudin. Para petani terlihat datang dengan membawa potongan padi yang sudah mulai menguning.

“Kami ini mau panen, karena kami tahu beras mahal sekarang, jadi kami mau panen dilarang dengan puskopat, sementara kami waktu nanam tidak dipermasalahkan puskopat,” ucap perwakilan petani Suryani Manurung, di Kantor Gubernur, Kamis (21/9).

Suryani mengatakan, konflik lahan antara Puskopad Kodam I/BB dengan mereka sudah terjadi kurang lebih 10 tahun tanpa ada proses penyelesaian. Petani juga sudah melakukan berbagai upaya untuk mendapat kepastian dari Puskopad.

Akan tetapi, lanjut Suryani, seluas kurang lebih 30 hektare atau 16 lahan itu diakui oleh Puskopat akan adanya hak masyarakat atau kelompok tani yang sampai saat ini belum diganti rugi atau diselesaikan.

“Karena kami menuntut yang 16 persen yang diakui oleh Puskopad yang belum ganti rugi, 16 persen itu ada, ini ada buktinya tahun 2016 diakui juga, memang ada 16 persen, yang belum ganti rugi, dan tahun 2023 mereka juga mengakui 16 persen, jadi kamilah ini penduduk yang 16 persen itu yang menanam padi,” ungkap Suryani sembari menunjukkan surat dari Puskopad.

Suryani menceritakan, awalnya pada bulan Juli lalu, petani diberikan akses jalan untuk menanam lahan tersebut. Namun setelah padi mereka tanami, pihak Puskopat justru melarang mereka untuk merawat dengan menutup akses jalan.

“Kami dikasih menanam waktu bulan Juli, sudah kami tanami, sekarang sudah menguning, mau panen, akses jalan kami ditutup. Jadi padi kami ini gimana mau busuk, sementara kita indonesia ini kelaparan, harga beras melambung tinggi,” ungkapnya.

Suryani mengatakan, tidak mengetahui alasan yang jelas dari Puskopat mengenai pelangaran untuk memanen padi mereka. Apalagi secara surat lahan petani diakuai 16 persen. Namun anehnya, justru Puskopat mendirikan Posko di wilayah lahan itu.

“Mereka disitu berposko, alasannya lahan itu hak mereka, sementara HGU yang mereka milikipun salah objek, itu ada di Ramunia I HGU mereka. Kami di Desa Perkebunan, tapi memang berdampingan wilayah itu, ramunia 1 ada disebelah kanan, desa perkebunan ada di sebelah kiri, persisnya ramunia 1 alamat mereka, kalau kami desa perkebunan ramunia,” ungkapnya.

Suryani meminta agar Pj Gubsu Hassanudin memberikan solusi atas persoalan yang mereka hadapi. Terlebih saat ini padi yang mereka tanam sudah mulai menguning. Menurut Suryani, jika tidak ada solusinya, mereka dipastikan akan terancam gagal panen.

“Kami mau jumpai gubernur, minta supaya diberikan solusinya, penyelesaiannya gimana, Kami ada 112 KK, kami nanam ini juga modal sendiri, ada yang ngutang juga,” tandasnya.(gus/ram)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Puluhan petani tergabung dalam Kelompok Tani Maju Desa Perkebunan Ramunia, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deliserdang menggelar unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumut, Kota Medan, Kamis (21/9/2023).

Para petani ini, mengeluhkan hasil pertanian mereka terancam gagal panen, karena tidak diberikan akses jalan untuk memasuki lahan pertanian oleh Pusat Koperasi Kartika Bukit Barisan.

Karena itu, sejumlah masyarakat Desa Perkebunan Ramunia mengadukan persoalan ini ke Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara, Hassanudin. Para petani terlihat datang dengan membawa potongan padi yang sudah mulai menguning.

“Kami ini mau panen, karena kami tahu beras mahal sekarang, jadi kami mau panen dilarang dengan puskopat, sementara kami waktu nanam tidak dipermasalahkan puskopat,” ucap perwakilan petani Suryani Manurung, di Kantor Gubernur, Kamis (21/9).

Suryani mengatakan, konflik lahan antara Puskopad Kodam I/BB dengan mereka sudah terjadi kurang lebih 10 tahun tanpa ada proses penyelesaian. Petani juga sudah melakukan berbagai upaya untuk mendapat kepastian dari Puskopad.

Akan tetapi, lanjut Suryani, seluas kurang lebih 30 hektare atau 16 lahan itu diakui oleh Puskopat akan adanya hak masyarakat atau kelompok tani yang sampai saat ini belum diganti rugi atau diselesaikan.

“Karena kami menuntut yang 16 persen yang diakui oleh Puskopad yang belum ganti rugi, 16 persen itu ada, ini ada buktinya tahun 2016 diakui juga, memang ada 16 persen, yang belum ganti rugi, dan tahun 2023 mereka juga mengakui 16 persen, jadi kamilah ini penduduk yang 16 persen itu yang menanam padi,” ungkap Suryani sembari menunjukkan surat dari Puskopad.

Suryani menceritakan, awalnya pada bulan Juli lalu, petani diberikan akses jalan untuk menanam lahan tersebut. Namun setelah padi mereka tanami, pihak Puskopat justru melarang mereka untuk merawat dengan menutup akses jalan.

“Kami dikasih menanam waktu bulan Juli, sudah kami tanami, sekarang sudah menguning, mau panen, akses jalan kami ditutup. Jadi padi kami ini gimana mau busuk, sementara kita indonesia ini kelaparan, harga beras melambung tinggi,” ungkapnya.

Suryani mengatakan, tidak mengetahui alasan yang jelas dari Puskopat mengenai pelangaran untuk memanen padi mereka. Apalagi secara surat lahan petani diakuai 16 persen. Namun anehnya, justru Puskopat mendirikan Posko di wilayah lahan itu.

“Mereka disitu berposko, alasannya lahan itu hak mereka, sementara HGU yang mereka milikipun salah objek, itu ada di Ramunia I HGU mereka. Kami di Desa Perkebunan, tapi memang berdampingan wilayah itu, ramunia 1 ada disebelah kanan, desa perkebunan ada di sebelah kiri, persisnya ramunia 1 alamat mereka, kalau kami desa perkebunan ramunia,” ungkapnya.

Suryani meminta agar Pj Gubsu Hassanudin memberikan solusi atas persoalan yang mereka hadapi. Terlebih saat ini padi yang mereka tanam sudah mulai menguning. Menurut Suryani, jika tidak ada solusinya, mereka dipastikan akan terancam gagal panen.

“Kami mau jumpai gubernur, minta supaya diberikan solusinya, penyelesaiannya gimana, Kami ada 112 KK, kami nanam ini juga modal sendiri, ada yang ngutang juga,” tandasnya.(gus/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/