25 C
Medan
Saturday, July 6, 2024

Warga Bhutan Umumnya Hidup Bahagia, Apa Rahasianya?

Para siswa mengenakan pakaian tradisional Bhutan.
Para siswa mengenakan pakaian tradisional Bhutan.

SUMUTPOS.CO – Bhutan, sebuah kerajaan di Himalaya, terkenal karena kebijakan Kebahagiaan Nasionalnya yang inovatif; ini merupakan bumi di mana kebahagiaan berkuasa dan kesedihan dilarang masuk.

Bhutan memang tempat yang istimewa (dan Ura, direktur Pusat Kajian Bhutan, merupakan orang yang istimewa) tetapi keistimewaan itu berbeda, dan jujur saja, tidak secerah gambaran tentang Shangri-La yang kita bayangkan.

Dalam budaya Bhutan, orang diharapkan memikirkan tentang kematian lima kali sehari. Ini hal yang menakjubkan untuk dilakukan untuk orang mana pun, tetapi tentunya lebih istimewa lagi karena ini dilakukan di negara yang dianggap negara terbahagia seperti Bhutan.

Ataukah diam-diam negara ini merupakan negara kegelapan dan keputusasaan?
Tidak tentu juga. Sejumlah penelitian baru-baru ini menyebutkan bahwa dengan begitu sering memikirkan tentang kematian, warga Bhutan mungkin mencapai sesuatu.

Thimphu, ibu kota Bhutan.
Thimphu, ibu kota Bhutan.

Dalam studi tahun 2007, psikolog dari Universitas Kentucky, Nathan DeWall dan Roy Baumesiter, membagi beberapa puluh murid mereka ke dalam dua kelompok.

Satu kelompok disuruh memikirkan bagaimana mengalami rasa sakit ketika pergi ke dokter gigi, sementara kelompok lainnya diinstruksikan untuk berkontemplasi mengenai kematian mereka.

Kedua kelompok kemudian diminta melengkapi kata-kata, seperti “jo_”.

Kelompok kedua – yang sudah memikirkan tentang kematian – lebih mungkin membuat kata yang positif, misalnya “jo_” menjadi “joy” (bahagia).

Hal ini membuat kedua peneliti menyimpulkan bahwa “kematian merupakan fakta yang mengancam secara psikologis, tetapi ketika orang merenungkannya, kelihatannya sistem otomatis mulai mencari pikiran-pikiran yang membahagiakan”.

Para siswa mengenakan pakaian tradisional Bhutan.
Para siswa mengenakan pakaian tradisional Bhutan.

SUMUTPOS.CO – Bhutan, sebuah kerajaan di Himalaya, terkenal karena kebijakan Kebahagiaan Nasionalnya yang inovatif; ini merupakan bumi di mana kebahagiaan berkuasa dan kesedihan dilarang masuk.

Bhutan memang tempat yang istimewa (dan Ura, direktur Pusat Kajian Bhutan, merupakan orang yang istimewa) tetapi keistimewaan itu berbeda, dan jujur saja, tidak secerah gambaran tentang Shangri-La yang kita bayangkan.

Dalam budaya Bhutan, orang diharapkan memikirkan tentang kematian lima kali sehari. Ini hal yang menakjubkan untuk dilakukan untuk orang mana pun, tetapi tentunya lebih istimewa lagi karena ini dilakukan di negara yang dianggap negara terbahagia seperti Bhutan.

Ataukah diam-diam negara ini merupakan negara kegelapan dan keputusasaan?
Tidak tentu juga. Sejumlah penelitian baru-baru ini menyebutkan bahwa dengan begitu sering memikirkan tentang kematian, warga Bhutan mungkin mencapai sesuatu.

Thimphu, ibu kota Bhutan.
Thimphu, ibu kota Bhutan.

Dalam studi tahun 2007, psikolog dari Universitas Kentucky, Nathan DeWall dan Roy Baumesiter, membagi beberapa puluh murid mereka ke dalam dua kelompok.

Satu kelompok disuruh memikirkan bagaimana mengalami rasa sakit ketika pergi ke dokter gigi, sementara kelompok lainnya diinstruksikan untuk berkontemplasi mengenai kematian mereka.

Kedua kelompok kemudian diminta melengkapi kata-kata, seperti “jo_”.

Kelompok kedua – yang sudah memikirkan tentang kematian – lebih mungkin membuat kata yang positif, misalnya “jo_” menjadi “joy” (bahagia).

Hal ini membuat kedua peneliti menyimpulkan bahwa “kematian merupakan fakta yang mengancam secara psikologis, tetapi ketika orang merenungkannya, kelihatannya sistem otomatis mulai mencari pikiran-pikiran yang membahagiakan”.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/