BINJAI, SUMUTPOS.CO – DUKA di wajah Sofian (36), suami dari Yuli Fitriani (35), pekerja di pabrik perakitan korek api gas (mancis) di Jalan T Amir Hamzah, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Jumat (21/6), begitu terasa ketika melapor ke posko Ante Mortem Tim DVI Polda Sumut di Rumah Sakit Bhayangkara, Jalan Wahid Hasyim, Medan. Di hadapan petugas, ia tak cuma memberi keterangann
akan ciri-ciri fisik istrinya yang menjadi korban. Anak pertamanya, Sifa Oktaviana (10), juga ikut terbakar dalam kejadian memilukan yang setidaknya menelan 30 korban jiwa.
“Istri dan anak saya jadi korban, anak pertama saya. Tadi sudah saya laporkan ciri fisiknya ke petugas untuk identifikasi jenazah,” sebutnya.
Menurut dia, istrinya sudah bekerja kuranglebih 4 tahunan di sana. Sepengetahuannya, istrinya itu bekerja merakit mancis/korek api. “Kalau menurut cerita mendiang istri saya, mereka merakit mancis, mengisi gas memasang batu mancisnya,” ungkap Sofian.
Ketika ditanya kenapa anaknya bisa ikut menjadi korban, Sofian mengaku memang hal itu sudah hal yang lumrah. Para pekerja yang didominasi perempuan di pabrik itu banyak membawa anak-anak bekerja di sana. “Tapi memang harusnya anak saya dijaga sama neneknya. Kebetulan saja hari ini neneknya sedang ada pesta, jadi dia memilih makan siang di sana (lokasi kebakaran),” sebutnya.
Sofian menyebut, saat kejadian seluruh korban tampak bertumpuk di pintu depan pabrik yang terkunci teralis besi. Ia mengatakan, jasad istri, anaknya dan sejumlah korban lain ketika ditemukan bertumpuk saling berpelukan. “Gak kebayang bagaimana takutnya mereka kala itu, tidak tahu mau ke mana. Pintu dikunci, jendela juga terkunci. Mau didobrak juga nggak bisa, namanya perempuan. Itu sangat saya sayangkan, kenapa pemilik pabrik tak membuat akses keluar lain yang lebih safety. Harusnya anak dan istri saya juga korban lain masih bisa selamat,” kesalnya.
Sementara itu, keluarga korban kebakaran lainnya, Sainten (53), ibu dari Yunita Sari (30) dan dua anaknya Vinkza Parisyah (10) Runisa Syakila (2), begitu terpukul mendengar kabar anak dan dua cucunya itu jadi korban kebakaran di pabrik itu. Ia tak pernah menyangka, Yunita dan dua anaknya bakal meninggal dengan kondisi yang mengenaskan, gosong terpanggang.
Yunita sendiri merupakan anak pertama Sainten. Ia anak pertama dan memiliki tiga orang adik. Di hadapan petugas, Sainten memboyong tiga adik Yunita. “Anak saya ada 4, Yunita ini anak pertama, ini adik-adiknya semua ikut,” ungkap Sainten.
Dari keterangan Sainten, anaknya itu sudah bekerja selama kuranglebih 5 sampai 6 tahun di pabrik tersebut. Menurutnya tidak ada firasat buruk sebelum akhirnya mereka mendapatkan kabar tewasnya Yunita dan anak-anaknya. “Tidak ada firasat aneh sebelum kejadian ini. Mulanya malah kami mendapat kabar kalau Yunita cuma kecelakaan sama anak-anaknya, ternyata lain kabar yang kami dapat,” ungkapnya.
Namun, ada yang tak biasa sebelum ketiganya meninggal dalam insiden kebakaran itu. Anak Yunita yang pertama, Vinkza Parisyah sempat mengunggah foto-foto dirinya bersama ibu dan adiknya ke media sosial facebook. “Cuma sempat tadi sebelum kejadian si Vinka foto-foto sama adiknya yang masih 2 tahun dan mamaknya bertiga. Itu pagi-pagi. Seperti sebuah pertanda kenang-kenangan mereka,” ungkap Sainten.
Begitupun, kata Sainten, pihaknya sudah ikhlas akan kepergian anaknya dan cucunya itu. Namun, yang ia sayangkan kenapa pemilik pabrik mengunci pintu depan. “Ini setidaknya jadi pembelajaran lah. Jangan lagi ada kejadian begini. Harusnya pengusaha juga memperhatikan keselamatan pekerjanya juga,” pungkas Sainten.
Diketahui setidaknya ada 30 jenazah yang diautopsi di RS Bhayangkara. Polisi masih menerima data dari keluarga korban untuk diuji guna mengetahui identitas masing-masing korban. (dvs)