Permasalahan yang begitu rumit akan proses pemilu di Nias Selatan, menyebabkan rapat pleno nasional rekapitulasi suara hasil pemilu presiden untuk pembahasan Provinsi Sumatera Utara terpaksa ditunda, untuk kembali dibahas pada Selasa (22/7).
Pasalnya, dalam sidang mengemuka jika KPU Nias Selatan, tidak melaksanakan rekomendasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) setempat. Sehingga menyebabkan hasil perolehan pada pemungutan pilpres 9 Juli lalu, dipertanyakan. Bahkan pertanyaan-pertanyaan sempat berujung pada perdebatan panjang. Baik antara saksi pasangan capres nomor urut Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan KPU Provinsi Sumut. Maupun Bawaslu RI bersama Bawaslu Provinsi Sumut, dengan KPU Sumut.
“Atas tawaran ketua Bawaslu kami sudah diskusikan bagaimana Sumut pembahasannya dipending. Jadi kita pending lagi, besok akan kita bahas. Sementara selesai pertemuan kita malam ini, KPU dan Bawaslu akan bertemu membicarakan Sumut. Supaya waktunya produktif,” ujar Ketua KPU, Husni Kamil Manik menengani perdebatan yang terlihat tidak mencapai titik temu dalam rapat pleno yang digelar di Gedung KPU, Jakarta, Senin (21/7) malam.
Atas usulan tersebut, saksi pasangan calon presiden nomor urut 1, Joko Widodo-Jusuf Kalla, Arief Wibowo, mencoba mengusulkan agar pending hanya 15 menit. Agar KPU dan Bawaslu dapat bertemu membahas apa sebenarnya persoalan yang terjadi.
“KPU-Bawaslu berbicara dulu, masalah apa sebenarnya. Sebab kalau tidak nanti akan memicu akan pembahasan yang sesungguhnya juga penting. Misalnya menyelesaikan masalah pemilih. Ada masalah politik massif, apa mau kita tangkap orang tiga kecamatan karena politik uang. Persoalan ini penting karena Nias Selatan merupakan bagian dari NKRI,” katanya.
Namun akhirnya penundaan tetap dilakukan hingga Selasa. Karena menurut Husni, ia mendapat informasi jika terjadi kendala teknis di IT KPU. Sehingga jika sidang ditunda, maka paling tidak harus peralatan harus diistirahatkan selama 30 menit.
“Kalau diistirahatkan 30 menit, itu sudah masuk hari Selasa. Jadi kita berpikiran untuk menyelesaikan pembahasan provinsi lain terlebih dahulu untuk menghemat waktu. Tapi nanti pembahasannya hanya khusus untuk Nias Selatan saja,” katanya.
Alotnya perdebatan, berawal saat KPU membacakan catatan kejadian khusus dalam rapat pleno rekapitulasi di tingkat Provinsi Sumut beberapa waktu lalu. Antara lain, berdasarkan temuan Panwaslu Nisel, di 27 kecaamatan, hasil DPT 100 persen. Tetapi dari DPT ternyata ada yang sudah meninggal dan sudah pindah domisili di daerah lain. Karena itu ditemukan adanya ketidakwajaran.
Menanggapi catatan tersebut, Ketua KPU Sumut, Mulia Banurea, mengatakan kondisi yang sebenarnya. Bahwa saat ini bahwa sebanyak 4 anggota KPU Nisel baru saja diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), 8 hari sebelum pilpres dilaksanakan. Sehingga praktis pelaksana merupakan orang baru. Meski begitu KPU tetap bekerja secara maksimal.
“Dalam waktu singkat kami tetap berupaya seoptimal mungkin, jadi benar-benar maksimal yang sudah dilakukan apalagi dalam tekanan politik di sana. Termasuk juga ada putusan MK, di satu kecamatan lakukan rekapitulasi ulang pada pemilu legislatif kemarin,” katanya.
Banurea kembali menjelaskan, KPU Nisel benar sudah menerima surat rekomendasi dari Panwaslu untuk dilaksakan penghitungan suara ulang terhadap sejumlah TPS. Surat diterima tanggal 15 Juli, sementara KPU Nisel sudah merencanakan menggelar rapat pleno di tingkat Kabupaten pada 16 Juli.
“Dalam waktu singkat mereka langsung respon bagaimana cara memahami dan menindaklanjuti rekomendasi. Mereka surati minta penjelasan lebih detail dari Panwas Nisel. Jadi rekomendasi sudah coba diupayakan untuk dilaksanakan. Tapi karena berbagai kondisi, sehingga belum optimal mereka bisa laksanakan,” katanya.
Penjelasan ini terang tidak membuat puas saksi pasangan calon presiden nomor urut 1, Habiburokhman. Ia bahkan kembali memertanyakan apa yang disebut dengan situasi politik lokal. Akibatnya perdebatan panjang terus berlangsung sepanjang dua jam lebih hanya untuk pembahasan Provinsi Sumut.(gir/rbb)