Dalam video yang beredar di Youtube, Zulkifli juga mengamini ada oknum aparat diduga dari Provos Sat Brimob melakukan kekerasan terhadap masyarakat. Meski sudah diminta untuk tidak menganiaya, tapi oknum Brimob itu tetap saja mengejar masyarakat kembali.
Dia menambahkan, bentrokan itu seperti sudah tersusun dan terencana. Sebab, dua bulan sebelumnya, polisi kerap mengintai perkampungan tersebut. “Saya kabarnya dicari-cari,” tambah dia dengan raut wajah takut. Rasa trauma, Zulkifli bilang pasti ada.
Suriono menceritakan bahwa upaya penggusuran ini memang sudah lama terjadi. Tahun 1974 misalnya, lahan pertanian masyarakat digusur yang kemudian disulap jadi perkebunan kelapa sawit dan karet PTPN II.
Dia menuding, PT LNK biang kerok kericuhan ini. Sejak tanah PTPN II yang disewakan kepada PT LNK, mulai proses intimidasi terjadi terus-menerus kepada petani.
“Sampai sekarang masih terjadi penggusuran. Sumur tempat air ditutup. Ditimbun pakai alat berat itu. Kita tetap menahan diri untuk tidak melawan, walau anak-anak kita tidak sekolah lagi,” ujar dia.
Menurut dia, proses mediasi sudah dilakukan. Mereka jelaskan, punya dasar untuk klaim lahan tersebut. “Tapi miris, polisi lebih memilih untuk membantu penggusuran daripada dengar alasan kita,” sambung dia.
Disoal membuat laporan ke Mabes Polri atas tindak kekerasan dan penganiayaan oleh oknum aparat, itu akan dilakukan SPI. Tapi sebelumnya, proses membuat laporan itu akan dimatangkan dengan diskusi lebih dulu.
“Meski masyarakat sudah mundur, tetap saja aparat melakukan penyerangan. Seorang yang pegang handycamp, juga berusaha dirampas. Tapi ga berhasil dirampas,” tambah Ketua SPI Basis Desa mekar Jaya, Khairman.
Jelang magrib, kata dia, belasan anggota yang dianiaya oleh oknum aparat, sempat dilarikan ke RS Nurita di Pasar II untuk mendapatkan perawatan medis dan visum. Namun, pihak rumah sakit tak bersedia dengan alasan perintah dari polisi.
“Jam 10 malam, Kanit Intel menelpon dan menanyakan kabar anggota yang terluka dan akan bertanggung jawab. Tapi, kita tidak gubris. Kemudian sabtu paginya jam 8, kami dapat informasi kalau aparat melakukan perusakan tanaman ubi, jagung milik masyarakat. Bahkan ada juga personel di lapangan yang mengambil ayam milik masyarakat,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Ketua DPW SPI Sumut, Zubaidah meminta agar Pemkab Langkat dan Pemprov Sumut turun ke lapangan melihat warganya yang diintimidasi oleh PT LNK melalui aparat penegak hukum. Dia pun mendesak, Pemprov Sumut untuk mencabut izin operasional PT LNK dan usir dari bumi tanah Langkat. “Petani kerap jadi korban ketika dihadapkan dengan kekuatan polisi dan pihak keamanan lainnya,” kata dia.
Menanggapi apa yang terjadi, Kapolres Langkat, AKBP Mulya Hakim membantah jika terjadi bentrokan antara masyarakat dengan aparat penegak hukum dalam penggusuran tersebut. “Bukan (bentrok), hanya miss komunikasi saja,” ungkap dia ketika dihubungi.
Ditanya apakah ada koban luka-luka dari bentok itu, Mulya seolah tak perduli. “Saya juga enggak tahu 15 orang (korban luka),” tambah dia. Selanjutnya Mulya mengatakan bahwa ada juga anak buahnya yang menjadi korban. “Polisi pun juga ada yang korban. Kami (polisi) enggak melawan sebenarnya,” ujar dia.
Menurutnya, petani yang disebutnya sebagai penggarap, melakukan perlawanan hingga berujung bentrok. “Masyarakat sudah menyiapkan batu, bom molotov. Oleh penggarap (ralat) bukan masyarakat. Oleh penggarap ya. Mereka kita himbau berulang kali dari tahun 2013. Sudah kita pertemukan juga dengan BPN,” ujarnya.
Disinggung fasilitasi Polres Langkat antara masyarakat dengan BPN itu bukan berlangsung di Kantor BPN sesuai permintaan masyarakat, dia tak merespon.
“Itu bukan terakhir, bukan satu kali. Berulang kali, rangkaian kegiatan dari tahun 2013 dan sempat terjadi pengukuran lahan oleh BPN. Yang terakhir, mereka minta ketemu BPN. Kita sudah saiapkan BPN hadir, tapi yang bersangkutan tidak hadir. Polres netral, kita memfasilitasi saja. BPN pun mintanya di Polres,” sebutnya. (ted/mag-1/ije)