26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

50 Anggota DPRD Langkat Diadukan ke KPK

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Tak hanya dugaan korupsi perjalanan dinas DPRD Langkat –diakui Kejari Stabat akan disidang bulan ini– saja yang disoal. Dugaan penyelewengan anggaran tunjangan komunikasi insentif (TKI) pimpinan dan anggota dewan juga dilaporkan ke KPK. Pelapornya adalah Kelompok Studi dan Edukasi Masyarakat Marginal (K-SEMAR).

Menurut penggiat anti korupsi K-SEMAR, M Piliang, mereka mengadukan dugaan penyelewengan, karena merasa jumlah TKI anggota DPRD Langkat setiap tahun mencapai miliaran rupiah, namun tidak jelas penggunaannya untuk apa.

Seperti contoh di tahun 2010, dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), total TKI DPRD Langkat mencapai mencapai Rp 2,520 miliar. Demikian juga pada perubahan anggaran APBD Kabupaten Langkat tahun 2011, jumlahnya sama sebesar Rp 2,520 miliar.

“Di tahun 2013, mengalami peningkatan hingga mencapai Rp 3,780 miliar dan di tahun yang sama yakni pada perubahan APBD, nilainya juga mencapai Rp 3,780 miliar. Untuk tahun 2014, kami memeroleh informasi nilainya juga sama, tetap berkisar Rp 3,780 miliar. Jadi total anggaran tunjangan komunikasi intensif anggota DPRD Langkat sejak tahun 2010 hingga 2013 saja itu sudah mencapai Rp 12,600 miliar,” katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (22/6).

K-SEMAR, sambung Piliang, menilai jumlah tersebut sangat fantastis. Karena itu mereka mengadukannya ke KPK. Apalagi aturan yang menjadi dasar tentang penggunaan TKI yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2006, telah dibatalkan oleh pemerintah dan digantikan dengan PP Nomor 21 tahun 2007. Namun tetap saja, anggaran TKI masuk dalam APBD. Menurut Piliang, beberapa waktu lalu pihaknya sempat bertanya ke salah seorang anggota DPRD, terkait anggaran dimaksud.

Anggota DPRD tersebut menyatakan, anggaran dipergunakan untuk menjemput aspirasi masyarakat di tingkat akar rumput, termasuk membawa masyarakat ke Gedung DPRD Langkat. “Sepengetahuan kami hal tersebut tidak pernah dilakukan DPRD Langkat. Kalau pun hal tersebut benar, dalam anggaran juga terdapat pos kegiatan reses. Ini kan juga tujuannya untuk menjemput aspirasi masyarakat. Nilainya bahkan luar biasa. Di tahun 2010 mencapai Rp 2,3 miliar. Kemudian 2011 mencapai Rp 2,3 miliar, di tahun 2012 mencapai Rp 3,2 miliar dan di 2013 mencapai Rp 1,09 miliar,” katanya.

Dari pemaparan di atas, sebagai perwakilan masyarakat Langkat, Piliang mengatakan, sangat wajar dan beralasan hukum jika pihaknya bermohon KPK dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi terkait anggaran TKI anggota DPRD Langkat.

“Kami bermohon kiranya KPK dapat melakukan penyelidikan, penyidikan dan melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan tindak pidana korupsi,” katanya. Pengaduan K-SEMAR ke KPK kata Piliang, dilakukan pada 17 Juni 2014 lalu. Pihaknya diterima langsung oleh salah seorang staf Divisi Pengaduan Masyarakat KPK.

Selain menyerahkan bukti dokumen, dalam kedatangannya kali ini, K-SEMAR juga memertanyakan tindaklanjut pelaporan yang sebelumnya telah mereka lakukan pada April lalu, terkait supervisi dan pengawasan terhadap penyelidikan/penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Stabat, atas perkara dugaan tindak pidana korupsi biaya perjalanan dinas fiktif tahun anggaran 2012.

 

DUGAAN PENYELEWENGAN TKI DPRD LANGKAT:

1. Tahun 2010

– Dalam APBD total Rp 2,520 miliar.

– Pada perubahan APBD tahun 2011, jumlahnya sama sebesar Rp 2,520 miliar.

2. Tahun 2013

– Dalam APBD Rp 3,780 miliar

– Pada perubahan APBD, nilainya juga Rp 3,780 miliar.

3. Tahun 2014

– Dalam APBD tetap berkisar Rp 3,780 miliar.

“Jadi total anggaran tunjangan komunikasi intensif anggota DPRD Langkat sejak tahun 2010 hingga 2013 saja itu sudah mencapai Rp 12,600 miliar,” kata Kelompok Studi dan Edukasi Masyarakat Marginal (K-SEMAR), M. Piliang (gir/deo)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Tak hanya dugaan korupsi perjalanan dinas DPRD Langkat –diakui Kejari Stabat akan disidang bulan ini– saja yang disoal. Dugaan penyelewengan anggaran tunjangan komunikasi insentif (TKI) pimpinan dan anggota dewan juga dilaporkan ke KPK. Pelapornya adalah Kelompok Studi dan Edukasi Masyarakat Marginal (K-SEMAR).

Menurut penggiat anti korupsi K-SEMAR, M Piliang, mereka mengadukan dugaan penyelewengan, karena merasa jumlah TKI anggota DPRD Langkat setiap tahun mencapai miliaran rupiah, namun tidak jelas penggunaannya untuk apa.

Seperti contoh di tahun 2010, dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), total TKI DPRD Langkat mencapai mencapai Rp 2,520 miliar. Demikian juga pada perubahan anggaran APBD Kabupaten Langkat tahun 2011, jumlahnya sama sebesar Rp 2,520 miliar.

“Di tahun 2013, mengalami peningkatan hingga mencapai Rp 3,780 miliar dan di tahun yang sama yakni pada perubahan APBD, nilainya juga mencapai Rp 3,780 miliar. Untuk tahun 2014, kami memeroleh informasi nilainya juga sama, tetap berkisar Rp 3,780 miliar. Jadi total anggaran tunjangan komunikasi intensif anggota DPRD Langkat sejak tahun 2010 hingga 2013 saja itu sudah mencapai Rp 12,600 miliar,” katanya ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (22/6).

K-SEMAR, sambung Piliang, menilai jumlah tersebut sangat fantastis. Karena itu mereka mengadukannya ke KPK. Apalagi aturan yang menjadi dasar tentang penggunaan TKI yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2006, telah dibatalkan oleh pemerintah dan digantikan dengan PP Nomor 21 tahun 2007. Namun tetap saja, anggaran TKI masuk dalam APBD. Menurut Piliang, beberapa waktu lalu pihaknya sempat bertanya ke salah seorang anggota DPRD, terkait anggaran dimaksud.

Anggota DPRD tersebut menyatakan, anggaran dipergunakan untuk menjemput aspirasi masyarakat di tingkat akar rumput, termasuk membawa masyarakat ke Gedung DPRD Langkat. “Sepengetahuan kami hal tersebut tidak pernah dilakukan DPRD Langkat. Kalau pun hal tersebut benar, dalam anggaran juga terdapat pos kegiatan reses. Ini kan juga tujuannya untuk menjemput aspirasi masyarakat. Nilainya bahkan luar biasa. Di tahun 2010 mencapai Rp 2,3 miliar. Kemudian 2011 mencapai Rp 2,3 miliar, di tahun 2012 mencapai Rp 3,2 miliar dan di 2013 mencapai Rp 1,09 miliar,” katanya.

Dari pemaparan di atas, sebagai perwakilan masyarakat Langkat, Piliang mengatakan, sangat wajar dan beralasan hukum jika pihaknya bermohon KPK dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi terkait anggaran TKI anggota DPRD Langkat.

“Kami bermohon kiranya KPK dapat melakukan penyelidikan, penyidikan dan melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan tindak pidana korupsi,” katanya. Pengaduan K-SEMAR ke KPK kata Piliang, dilakukan pada 17 Juni 2014 lalu. Pihaknya diterima langsung oleh salah seorang staf Divisi Pengaduan Masyarakat KPK.

Selain menyerahkan bukti dokumen, dalam kedatangannya kali ini, K-SEMAR juga memertanyakan tindaklanjut pelaporan yang sebelumnya telah mereka lakukan pada April lalu, terkait supervisi dan pengawasan terhadap penyelidikan/penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Stabat, atas perkara dugaan tindak pidana korupsi biaya perjalanan dinas fiktif tahun anggaran 2012.

 

DUGAAN PENYELEWENGAN TKI DPRD LANGKAT:

1. Tahun 2010

– Dalam APBD total Rp 2,520 miliar.

– Pada perubahan APBD tahun 2011, jumlahnya sama sebesar Rp 2,520 miliar.

2. Tahun 2013

– Dalam APBD Rp 3,780 miliar

– Pada perubahan APBD, nilainya juga Rp 3,780 miliar.

3. Tahun 2014

– Dalam APBD tetap berkisar Rp 3,780 miliar.

“Jadi total anggaran tunjangan komunikasi intensif anggota DPRD Langkat sejak tahun 2010 hingga 2013 saja itu sudah mencapai Rp 12,600 miliar,” kata Kelompok Studi dan Edukasi Masyarakat Marginal (K-SEMAR), M. Piliang (gir/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/