28 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Ferry Tomok-Ajibata Makin Sibuk

SUMUTPOS.CO – Tiga hari pascapenghentian sementara aktivitas kapal di kawasan Danau Toba, anggota OPS (Organisasi Perkapalan Simanindo) di Simanindo mengeluh. Pemilik kapal bingung karena waktu penutupan pelayaran tidak diketahui hingga kapan.

Hanya dua kapal RoRo (Roll On Roll Out) atau kapal ferry milik swasta, OTB Sitanggang yang beroperasi. Yakni jurusan Tomok – Ajibata PP. Akibatnya, penyeberangan via Tomok padat melambat.

Ketua Ulubalang Kabupaten Samosir, Kapro Sidabutar, menyampaikan keprihatinannya atas musibah ini. Ia mengakui, penghentian sementara operasi kapal-kapal kayu membuat jadwal ferry Tomok semakin sibuk.

“Saya turut prihatin atas peristiwa yang menimpa penumpang KM Sinar Bangun. Harapan saya agar pemerintah lebih ketat memberikan ijin, dan turut mengawasi kapal bermotor di Samosir,” tuturnya.

Di pihak lain, pedagang makanan dan minuman serta penginapan di sekitar Kecamatan Simanindo, panen karena penjualannya meningkat tiga kali lipat dibanding hari biasa.

“Lumayanlah pendapatan kami. Walau sebenarnya kita tidak menginginkan peristiwa ini, kami tetap melayani petugas dan keluarga korban dengan baik “sebut ibu Malau, Jumat (22/6).

Di pihak lain, anggota DPRD Sumut, Nezar Djoeli mendesak pemerintah agar mengevaluasi seluruh pihak yang terlibat dalam kasus tenggelamnya KMI Sinar Bangun, di perairan Danau Toba Senin (18/6) lalu. Begitu juga dengan pengelola kapal Roro, yang sesuai video beredar, tidak memberi penyelamatan maksimal pada penumpang yang membutuhkan bantuan.

“Dari video yang ditayangkan, kita melihat tidak banyak yang bisa dibantu oleh awak dan pengelola kapal Roro yang melintas di dekat lokasi tenggelamnya kapal tersebut,” ujar Nezar, Jumat (22/6).

Menurutnya, hal itu karena fasilitas penyelamatan di kapal ferry belum maksimal. Akhirnya hanya beberapa orang saja yang berhasil diselamatkan.

“Kita lihat dari video rekaman itu, banyak korban yang ditinggalkan di danau terkatung-katung,” katanya.

Untuk itu, Ketua Komisi A DPRD Sumut ini meminta agar aparat penegak hukum mengusut tuntas persoalan ini. Apakah menghukum yang bersangkutan sesuai aturan perundang-undangan atau mencabut lisensi kenahkodaan yang ada.

“Kepada nahkoda kita berharap ada evaluasi. Dan kalau fasilitas keamanan dan penyelamatan tidak sesuai dengan standar keselamatan, kita minta juga pengelola terutama Direktur PT PSU sebagai pihak yang mengelola KMP Sumut I dan II (Kapal Roro) dievaluasi, diminta pertanggungjawaban,” sebutnya.

Untuk tindak lanjut, pihaknya berencana mendorong agar DPRD Sumut memanggil instansi terkait untuk melihat sejauh mana tingkat pengawasan yang diberikan. Terutama Dishub Sumut yang harusnya memberikan pengawasan melekat kepada operasional penyeberangan di Danau Toba.

Anggota DPRD Sumut Juliski Simorangkir (Dapil Tapanuli) menyarankan, agar pemerintah menyiagakan kapal patroli khusus di beberapa titik kawasan Danau Toba, guna memantau dan mengawasi setiap jalur penyeberangan kapal penumpang maupun barang.

Sehingga jika terjadi kecelakaan, dapat diketahui dengan cepat dan diberi bantuan penyelamatan secara cepat. “Seharusnya seluruh kapal penyeberangan di Danau Toba dilengkapi peralatan canggih seperti alat komunikasi penghubung ke pusat kendali atau pos penyelamat yang bertugas mengawasi jalur-jalur penyeberangan. Terlebih Danau Toba merupakan tujuan wisata internasional. Selain itu, kapal yang beroperasi harus laik jalan, tidak sekedar bisa menyeberang tanpa ada standar seperti uji KIR.   (gus/bal/mag-08/mag-01)

 

SUMUTPOS.CO – Tiga hari pascapenghentian sementara aktivitas kapal di kawasan Danau Toba, anggota OPS (Organisasi Perkapalan Simanindo) di Simanindo mengeluh. Pemilik kapal bingung karena waktu penutupan pelayaran tidak diketahui hingga kapan.

Hanya dua kapal RoRo (Roll On Roll Out) atau kapal ferry milik swasta, OTB Sitanggang yang beroperasi. Yakni jurusan Tomok – Ajibata PP. Akibatnya, penyeberangan via Tomok padat melambat.

Ketua Ulubalang Kabupaten Samosir, Kapro Sidabutar, menyampaikan keprihatinannya atas musibah ini. Ia mengakui, penghentian sementara operasi kapal-kapal kayu membuat jadwal ferry Tomok semakin sibuk.

“Saya turut prihatin atas peristiwa yang menimpa penumpang KM Sinar Bangun. Harapan saya agar pemerintah lebih ketat memberikan ijin, dan turut mengawasi kapal bermotor di Samosir,” tuturnya.

Di pihak lain, pedagang makanan dan minuman serta penginapan di sekitar Kecamatan Simanindo, panen karena penjualannya meningkat tiga kali lipat dibanding hari biasa.

“Lumayanlah pendapatan kami. Walau sebenarnya kita tidak menginginkan peristiwa ini, kami tetap melayani petugas dan keluarga korban dengan baik “sebut ibu Malau, Jumat (22/6).

Di pihak lain, anggota DPRD Sumut, Nezar Djoeli mendesak pemerintah agar mengevaluasi seluruh pihak yang terlibat dalam kasus tenggelamnya KMI Sinar Bangun, di perairan Danau Toba Senin (18/6) lalu. Begitu juga dengan pengelola kapal Roro, yang sesuai video beredar, tidak memberi penyelamatan maksimal pada penumpang yang membutuhkan bantuan.

“Dari video yang ditayangkan, kita melihat tidak banyak yang bisa dibantu oleh awak dan pengelola kapal Roro yang melintas di dekat lokasi tenggelamnya kapal tersebut,” ujar Nezar, Jumat (22/6).

Menurutnya, hal itu karena fasilitas penyelamatan di kapal ferry belum maksimal. Akhirnya hanya beberapa orang saja yang berhasil diselamatkan.

“Kita lihat dari video rekaman itu, banyak korban yang ditinggalkan di danau terkatung-katung,” katanya.

Untuk itu, Ketua Komisi A DPRD Sumut ini meminta agar aparat penegak hukum mengusut tuntas persoalan ini. Apakah menghukum yang bersangkutan sesuai aturan perundang-undangan atau mencabut lisensi kenahkodaan yang ada.

“Kepada nahkoda kita berharap ada evaluasi. Dan kalau fasilitas keamanan dan penyelamatan tidak sesuai dengan standar keselamatan, kita minta juga pengelola terutama Direktur PT PSU sebagai pihak yang mengelola KMP Sumut I dan II (Kapal Roro) dievaluasi, diminta pertanggungjawaban,” sebutnya.

Untuk tindak lanjut, pihaknya berencana mendorong agar DPRD Sumut memanggil instansi terkait untuk melihat sejauh mana tingkat pengawasan yang diberikan. Terutama Dishub Sumut yang harusnya memberikan pengawasan melekat kepada operasional penyeberangan di Danau Toba.

Anggota DPRD Sumut Juliski Simorangkir (Dapil Tapanuli) menyarankan, agar pemerintah menyiagakan kapal patroli khusus di beberapa titik kawasan Danau Toba, guna memantau dan mengawasi setiap jalur penyeberangan kapal penumpang maupun barang.

Sehingga jika terjadi kecelakaan, dapat diketahui dengan cepat dan diberi bantuan penyelamatan secara cepat. “Seharusnya seluruh kapal penyeberangan di Danau Toba dilengkapi peralatan canggih seperti alat komunikasi penghubung ke pusat kendali atau pos penyelamat yang bertugas mengawasi jalur-jalur penyeberangan. Terlebih Danau Toba merupakan tujuan wisata internasional. Selain itu, kapal yang beroperasi harus laik jalan, tidak sekedar bisa menyeberang tanpa ada standar seperti uji KIR.   (gus/bal/mag-08/mag-01)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/