25.6 C
Medan
Tuesday, May 14, 2024

Wali Kota Psp Disebut Terima Rp620 Juta

Korupsi-Ilustrasi
Korupsi-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wali Kota Padangsidimpuan Andar Harahap segara diperiksa Kejati Sumut terkait perkara dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan di RSUD Gunung Tua, Padang Lawas Utara.

Pada sidang kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) di RSUD Gunung Tua terungkap dalam bahwa Wali Kota Padangsidempuan Andar Harahap, yang merupakan anak dari Bupati Padanglawas Utara menerima uang sebesar Rp620 juta dari pemilik PT Aditya Wiguna, Ridwan Winata.

Selain Andar, katanya, ada lagi yang menerima uang hasil korupsi tersebut. Diantaranya, dr Naga Bakti Harahap sebanyak Rp400 juta, Rahmad Taufik Hasibuan sebesar Rp70 juta dan Henry Hamonangan Daulay Rp 89 juta.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Chandra Purnama mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan penyidik Polda Sumut untuk memanggil dan memeriksa Andar Harahap. Karena dalam fakta persidangan, diketahui Andar turut menikmati hasil korupsi tersebut. “Kita akan koordinasi dengan Polda Sumut untuk memanggil Andar Harahap ini,” katanya.

Dalam persidangan yang digelar, Kamis (23/1) siang, Pengadilan Tipikor Medan menyidangkan Henry Hamonangan Daulay Bendahara Pengeluaran RSUD Gunung Tua dalam agenda pembacaan dakwaan. Henry menjalani sidang perdana dugaan korupsi alat kesehatan (alkes) Kabupaten Padanglawas sebesar Rp5.463.790.522 dari pagu anggaran sebesar Rp10 miliar yang bersumber dari dana Perubahan Bantuan Daerah Bawahan (PBDB) Sumut Tahun 2012.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Netty Silaen menyatakan, Henri Hamonangan Daulay turut serta atau bersama-sama melakukan dugaan korupsi pengadaan alkes untuk RSUD Gunung Tua.

Dalam dakwaan disebutkan juga bahwa pengadaan tender alkes yang bermasalah ini, Walikota Padangsidempuan yakni Andar Harahap menerima fee sebesar Rp620 juta dari hasil mark up harga dari total anggaran Rp10 miliar itu dari Ridwan Winata.

“Setelah menerima pembayaran dan kelebihan harga yang diterima, Ridwan Winata diduga telah membagi-bagikan kepada Rahmad Taufik Hasibuan sebesar Rp70 juta, Andar Harahap Rp620 juta yang diberikan secara bertahap yakni Rp500 juta kemudian Rp120 juta. Kemudian pada dr Naga Bakti Harahap sebesar Rp400 juta dan Henry Hamongan Daulay Rp89 juta,” ucap JPU Hendri di hadapan majelis hakim yang dipimpin Zulfahmi.

Sebelumnya, JPU juga telah menyidangkan 3 terdakwa lainnya yakni dr Naga Bakti Harahap Direktur RSUD Gunung, Rahmad Taufik Hasibuan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD Gunung Tua, dan Rizkyvan L Tobing Direktur PT Aditya Wiguna Kencana dalam kasus yang sama (berkas terpisah).

Sementara Ridwan Winata, pemilik PT Magnum Global Mandiri (MGM), aktor utama dalam kasus alkes ini, belum dihadirkan karena masih ditahan di Lampung dengan kasus alkes juga.

JPU menyatakan, dalam proses lelang diduga terjadi persaingan tidak sehat, dari 10 perusahaan yang mendaftar, 4 perusahaan yang diajukan sebagai rekanan yang diketahui keseluruhannya merupakan milik Ridwan Winata.

“Bahwa keempat perusahaan peserta lelang yang memasukan dokumen penawaran tersebut meskipun memiliki direktur yang berbeda-beda, akan tetapi merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh Ridwan Winata,” katanya.

Kemudian penetapan PT Aditya Wiguna Kencana sebagai pemenang dan pemenang cadangan PT Winatindo Bratasena diduga penawaran yang tidak memenuhi persyaratan teknis, yang mengeluarkan alat kedokteran yang tidak mendapat dukungan dari Distributor/agen tunggal pabrikan alatnya.

“Dari seluruh pembayaran yang diterima oleh PT Aditya Guna Kencana terdapat perbedaan harga yang tinggi antara kontrak dengan harga nyatanya (real cost) sebesar Rp2.980.609.478 dari nilai kontrak sebesar Rp9.983.000.000 yang telah dikurangi biaya pembayaran umum sebesar Rp635.600.000,” katanya.

Terdakwa dr Naga Bakti Harahap diduga telah melakukan perbuatan menyalahgunakan kewenangan dengan mengadakan ikatan perjanjian dan menandatangani kontrak dengan penyedia barang sebelum anggaran cukup tersedia, dengan membiarkan dilakukan kontrak oleh PPK Rahmad Taufik Hasibuan dan Rizkyvan L Tobing.

Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 3 jo pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana dalam dakwaan subsidair untuk empat terdakwa.

Kemudian dalam dakwaan primair JPU menjerat 3 terdakwa dalam pasal pencucian uang yakni pasal 5 ayat 1UU No 8 than 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang jo pasal 55 ayat 1 KHUPidana. Kecuali terdakwa Rizkyvan L Tobing yang tidak dijerat dalam pasal ini. (bay/bud)

Korupsi-Ilustrasi
Korupsi-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wali Kota Padangsidimpuan Andar Harahap segara diperiksa Kejati Sumut terkait perkara dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan di RSUD Gunung Tua, Padang Lawas Utara.

Pada sidang kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) di RSUD Gunung Tua terungkap dalam bahwa Wali Kota Padangsidempuan Andar Harahap, yang merupakan anak dari Bupati Padanglawas Utara menerima uang sebesar Rp620 juta dari pemilik PT Aditya Wiguna, Ridwan Winata.

Selain Andar, katanya, ada lagi yang menerima uang hasil korupsi tersebut. Diantaranya, dr Naga Bakti Harahap sebanyak Rp400 juta, Rahmad Taufik Hasibuan sebesar Rp70 juta dan Henry Hamonangan Daulay Rp 89 juta.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Chandra Purnama mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan penyidik Polda Sumut untuk memanggil dan memeriksa Andar Harahap. Karena dalam fakta persidangan, diketahui Andar turut menikmati hasil korupsi tersebut. “Kita akan koordinasi dengan Polda Sumut untuk memanggil Andar Harahap ini,” katanya.

Dalam persidangan yang digelar, Kamis (23/1) siang, Pengadilan Tipikor Medan menyidangkan Henry Hamonangan Daulay Bendahara Pengeluaran RSUD Gunung Tua dalam agenda pembacaan dakwaan. Henry menjalani sidang perdana dugaan korupsi alat kesehatan (alkes) Kabupaten Padanglawas sebesar Rp5.463.790.522 dari pagu anggaran sebesar Rp10 miliar yang bersumber dari dana Perubahan Bantuan Daerah Bawahan (PBDB) Sumut Tahun 2012.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Netty Silaen menyatakan, Henri Hamonangan Daulay turut serta atau bersama-sama melakukan dugaan korupsi pengadaan alkes untuk RSUD Gunung Tua.

Dalam dakwaan disebutkan juga bahwa pengadaan tender alkes yang bermasalah ini, Walikota Padangsidempuan yakni Andar Harahap menerima fee sebesar Rp620 juta dari hasil mark up harga dari total anggaran Rp10 miliar itu dari Ridwan Winata.

“Setelah menerima pembayaran dan kelebihan harga yang diterima, Ridwan Winata diduga telah membagi-bagikan kepada Rahmad Taufik Hasibuan sebesar Rp70 juta, Andar Harahap Rp620 juta yang diberikan secara bertahap yakni Rp500 juta kemudian Rp120 juta. Kemudian pada dr Naga Bakti Harahap sebesar Rp400 juta dan Henry Hamongan Daulay Rp89 juta,” ucap JPU Hendri di hadapan majelis hakim yang dipimpin Zulfahmi.

Sebelumnya, JPU juga telah menyidangkan 3 terdakwa lainnya yakni dr Naga Bakti Harahap Direktur RSUD Gunung, Rahmad Taufik Hasibuan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD Gunung Tua, dan Rizkyvan L Tobing Direktur PT Aditya Wiguna Kencana dalam kasus yang sama (berkas terpisah).

Sementara Ridwan Winata, pemilik PT Magnum Global Mandiri (MGM), aktor utama dalam kasus alkes ini, belum dihadirkan karena masih ditahan di Lampung dengan kasus alkes juga.

JPU menyatakan, dalam proses lelang diduga terjadi persaingan tidak sehat, dari 10 perusahaan yang mendaftar, 4 perusahaan yang diajukan sebagai rekanan yang diketahui keseluruhannya merupakan milik Ridwan Winata.

“Bahwa keempat perusahaan peserta lelang yang memasukan dokumen penawaran tersebut meskipun memiliki direktur yang berbeda-beda, akan tetapi merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh Ridwan Winata,” katanya.

Kemudian penetapan PT Aditya Wiguna Kencana sebagai pemenang dan pemenang cadangan PT Winatindo Bratasena diduga penawaran yang tidak memenuhi persyaratan teknis, yang mengeluarkan alat kedokteran yang tidak mendapat dukungan dari Distributor/agen tunggal pabrikan alatnya.

“Dari seluruh pembayaran yang diterima oleh PT Aditya Guna Kencana terdapat perbedaan harga yang tinggi antara kontrak dengan harga nyatanya (real cost) sebesar Rp2.980.609.478 dari nilai kontrak sebesar Rp9.983.000.000 yang telah dikurangi biaya pembayaran umum sebesar Rp635.600.000,” katanya.

Terdakwa dr Naga Bakti Harahap diduga telah melakukan perbuatan menyalahgunakan kewenangan dengan mengadakan ikatan perjanjian dan menandatangani kontrak dengan penyedia barang sebelum anggaran cukup tersedia, dengan membiarkan dilakukan kontrak oleh PPK Rahmad Taufik Hasibuan dan Rizkyvan L Tobing.

Perbuatan terdakwa diancam pidana Pasal 3 jo pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana dalam dakwaan subsidair untuk empat terdakwa.

Kemudian dalam dakwaan primair JPU menjerat 3 terdakwa dalam pasal pencucian uang yakni pasal 5 ayat 1UU No 8 than 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang jo pasal 55 ayat 1 KHUPidana. Kecuali terdakwa Rizkyvan L Tobing yang tidak dijerat dalam pasal ini. (bay/bud)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/