MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anggaran biaya pemakaman jenazah kasus Covid-19 di Taman Pemakaman Umum (TPU) Simalingkar B, Kota Medan, hingga kini telah mencapai Rp880 juta. Dengan biaya sebesar Rp5 juta per jenazah, total ada 190 jenazah yang telah dikubur di pemakaman tersebut terkait kasus Covid (positif maupun PDP).
Namun jumlah korban warga Medan hanya 103 orang, sedangkan 87 sisanya merupakan warga luar Kota Medan. Jadi biaya yang semestinya dikeluarkan Pemko Medan hanya sekitar Rp515 juta untuk menguburkan warga Kota Medan. Sisa biaya Rp365 juta untuk pemakaman 87 orang lainnya, harusnya bisa ditagihkan ke pemerintah daerahnya masing-masing.
“Banyak itu anggarannya! Harus ada upaya penuh dalam menagih biaya penguburan bagi korban meninggal yang bukan penduduk kota Medan. Saat ini Kota Medan kekurangan anggaran. Jangan biarkan anggaran itu pun harus dibebankan ke Pemko Medan” kata Wakil Ketua Komisi II DPRD Medan, Sudari ST, saat memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Medan, di ruang rapat Komisi II, Selasa (23/6).
Dalam kesempatan ini, Komisi II DPRD Medan juga mengharapkan agar BPBD bisa menyampaikan program yang akan diterapkan dalam masa New Normal. Komisi II DPRD Medan mengaku heran dengan kinerja BPBD Kota Medan selaku salahsatu OPD di jajaran Pemko Medan, yang tergabung di Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19.
Selaku OPD yang bertugas menanggulangi bencana, BPBD Medan dinilai justru menurunkan kinerjanya di saat kasus positif Covid-19 semakin meningkat. “Awal-awal didapati kasus positif Covid-19 di Kota Medan, BPBD terlihat sibuk melakukan penyemprotan disinfektan di sana-sini. Tapi sekarang, di saat kasus positif Covid-19 di Medan sudah meningkat tajam hingga lebih dari 700 kasus, BPBD malah tidak terlihat lagi melakukan penyemprotan,” ucap Sudari.
Sudari juga mempertanyakan keefektifan larutan disinfektan yang selama ini disemprotkan oleh BPBD menanggulangi Covid-19 di Kota Medan. Pasalnya, angka penularan Covid-19 terus meningkat, membuat seluruh kecamatan di Kota Medan masuk zona merah.
“Apa sudah dicek larutan apa yang disemprot itu? Harusnya ada sampel yang diambil setiap kali pengadukan larutan disinfektan sebelum disemprotkan, supaya kita tahu betul struktur komposisi larutan yang disemprotkan. Sebab mohon maaf, bisa saja yang disemprotkan itu cuma air biasa atau larutan disinfektan dengan kadar di bawah normal. Jadi tidak berguna apa-apa saat disemprotkan,” ujarnya.
Harusnya, kata Sudari, sejak awal BPBD Kota Medan bekerjasama dengan para ahli dalam melakukan penyemprotan. Tak hanya untuk mengetahui formula cairan disinfektan, tapi juga untuk melakukan evaluasi terkait penyemprotan disinfektan di ruang publik.
“Karena itu, kami meminta agar BPBD menyerahkan data detail anggaran belanja kepada Komisi II sesegera mungkin,” tegasnya.
Berdasarkan daftar rekapitulasi pengeluaran Covid-19 yang diserahkan BPBD ke Komisi II, Rp7,08 miliar dana penanganan Covid-19 telah digunakan. Dana terbesar untuk belanja pengadaan cairan disinfektan, hand sanitizer, dan hand soap senilai Rp 3,19 miliar.
Kemudian biaya pengadaan APD, pompa, toa, dan wastafel senilai Rp1,81 miliar. Serta biaya pemakaman senilai Rp880 juta.
Masih dalam RDP, anggota Komisi II, Afif Abdillah, menyorot SOP (Standar Operasional Prosedur) dan cara BPBD dalam melakukan penyemprotan. Afif mengaku miris melihat kinerja BPBD menangani Covid-19 di Kota Medan, karena kegiatan penyemprotan dinilai tidak memiliki SOP yang jelas.
“Kalau memang tidak berfungsi, untuk apa dilakukan penyemprotan ini? Jangan sampai kegiatan penyemprotan hanya untuk menghabis-habiskan anggaran. Harus ada SOP yang jelas agar efektif dan tidak terbuang percuma,” kata Afif di depan Sekretaris BPBD Kota Medan, Nurly yang hadir dalam kesempatan itu.
Selain komposisi larutan, menurut Afif, BPBD Kota Medan juga harus memastikan bahwa cairan disinfektan disemprotkan secara intens ke lokasi di mana terdapat kasus positif Covid-19. Bukan di lokasi-lokasi yang masih aman dari Covid-19.
“Bukan malah semua kecamatan disemprot. Ada tak ada kasus, semua disemprot. Faktanya, sekarang semua kecamatan sudah zona merah. Giliran sudah zona merah, malah sudah jarang disemprot,” tegasnya.
Standar penyemprotan disinfektan, kata dia, yakni 14 hari berturut-turut di titik yang sudah terbukti ada PDP ataupun kasus positif. Bila selanjutnya setelah ditest, di lingkungan dimaksud tidak ada yang positif setelah 14 hari, maka wilayah tersebut dapat dikatakan relatif steril.
“Tapi saya nggak pernah melihat hal itu. Pada akhirnya, kegiatan semprot menyemprot ini hanya bertujuan menenangkan keresahan warga untuk sementara saja, bukan untuk menuntaskan masalah,” jelasnya.
Menurut Afif, penanganan Covid-19 harus terfokus ke kelurahan hingga lingkungan. “Jangan hanya kecamatan, tapi harus lebih spesifik. Kita menangulanggi penyebaran virus ini harus sampai ke lingkungan yang terkecil,” lanjutnya.
Termasuk Uang Lelah
Menjawab kritikan dewan, Sekretaris BPBD Kota Medan, Nurly, mengatakan ada Rp9,22 miliar dana yang dianggarkan untuk penanganan Covid-19 di BPBD. Yang sudah digunakan sebanyak Rp7,08 miliar.
“Dana termasuk juga untuk uang minyak, uang lelah ASN, Satgas dan TNI/Polri, dengan nilai sekitar Rp1 miliar,” terangnya.
Selain itu, biaya pemakaman di TPU Simalingkar sebesar Rp880 juta, termasuk untuk 103 warga Medan dan 87 dari luar Medan. “Setiap pemakaman, dikasih biaya Rp5 juta. Pengeluaran dimulai sejak 17 Maret 2020 hingga sekarang. Dananya semua dari anggaran Pemko Medan. BPBD sebagai Ketua GTPP Covid-19 mulai 17 Maret sampai 31 Maret 2020. Setelah itu, ketuanya diganti menjadi Plt Walikota Medan,” tutupnya. (map)