26 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Tangkal Akar Korupsi, BPODT Gelar Sosialisasi Soal Gratifikasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO—Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) melaksanakan sosialisasi tentang pemahaman gratifikasi dan pencegahan tindak pidana korupsi yang diikuti pegawai institusi plat merah tersebut, Rabu (22/9/2021).

DIABADIKAN: Direktur Utama BPODT, Jimmy Bernando Panjaitan dan Kasubdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, Kompol James Hasudungan Hutajulu diabadikan bersama pegawai BPODT usai kegiatan sosialisasi tentang pemahaman gratifikasi dan pencegahan tindak pidana korupsi di kantor BPODT, Rabu (22/9/2021). IST

Menurut Direktur Utama BPODT, Jimmy Bernando Panjaitan, sosialisasi dengan menggandeng pihak Polda Sumut ini, bertujuan agar pejabat dan pegawai di lingkungan BPODT memiliki pengetahuan terkait pencehagan tindak pidana korupsi, serta penanganan gratifikasi di lingkungan BPODT.

“Kami berharap BPODT dan Polda Sumut dapat terus bersinergi dan berkolaborasi dalam mendukung pembangunan Danau Toba sebagai Destinasi Pariwisata Prioritas Nasional sebagaimana diamanatkan Bapak Presiden Joko Widodo,” ujarnya saat memberi sambutan di kantor BPODT.

Kompol James Hasudungan Hutajulu selaku Kasubdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, memaparkan sejarah korupsi di Indonesia sudah ada di sejak masa VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie), di mana VOC merupakan sebuah asosiasi dagang yang memonopoli perekonomian di nusantara.

“Dan dilanjutkan saat masa penjajahan Belanda, pada masa ini muncul istilah katabelece sebagai salah satu modus operandi korupsi di zaman Belanda,” katanya.

Selanjutnya korupsi terus berlanjut di masa penjajahan Jepang dan masa orde lama, orde baru hingga saat ini. Adapun bentuk-bentuk korupsi, sebut dia, antara lain merugikan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam keadaan dan gratifikasi.

“Terkait dasar hukum dalam penerapan tipikor, salah satunya berdasarkan TAP MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN, Undang-undang Nomor 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Instruksi Presiden Nomor 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan Peraturan Pemerintah Nomor 43/2018 tentang Tata Cara Pelaksana Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” urai James Hutajulu.

Sedangkan terkait gratifikasi, ia mengungkapkan definisi dari gratifikasi adalah pemberian uang/hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. Berdasarkan pasal 12B UU RI No.31/1999 Jo. UU RI No.20/2001, lanjutnya pengertian gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, dan fasilitas lainnya.

Ia menyebut, landasan hukum gratifikasi terdapat UU tahun 2001 tentang Perubahan UU RI No.31/1999 tentang Pemberantasan TPK (Pasal 12 b ayat 1 dan 2 ; Pasal 12 C ayat 1,2 dan 3) dan UU No.30/2002 tentang Komisi Pemberantasan TPK (Pasal 16).

“Kategori gratifikasi yang dianggap suap pada saat pegawai negeri/penyelenggara negara menerima sesuatu yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban/tugasnya,” katanya.

Adapun gratifikasi yang tidak dianggap suap, hemat Kompol James, yakni gratifikasi diterima oleh PNS/penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatan dan tidak berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

“Adapun strategi pencegahan korupsi adalah identifikasi risiko terjadinya korupsi, kode etik, internalisasi nilai antikorupsi, pelatihan, sosialisasi, corporate social responsibility, kepemimpinan, mekanisme pelaporan pelanggaran, pelaporan yang akuntabel transparan, kebijakan tanpa konflik kepentingan, dan sistem kepatuhan,” katanya sembari mengapresiasi kegiatan yang diinisiasi BPODT tersebut. “Semoga para pegawai bisa memahami dan tetap menjaga integritasnya,” pungkas dia. (rel/prn)


MEDAN, SUMUTPOS.CO—Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) melaksanakan sosialisasi tentang pemahaman gratifikasi dan pencegahan tindak pidana korupsi yang diikuti pegawai institusi plat merah tersebut, Rabu (22/9/2021).

DIABADIKAN: Direktur Utama BPODT, Jimmy Bernando Panjaitan dan Kasubdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, Kompol James Hasudungan Hutajulu diabadikan bersama pegawai BPODT usai kegiatan sosialisasi tentang pemahaman gratifikasi dan pencegahan tindak pidana korupsi di kantor BPODT, Rabu (22/9/2021). IST

Menurut Direktur Utama BPODT, Jimmy Bernando Panjaitan, sosialisasi dengan menggandeng pihak Polda Sumut ini, bertujuan agar pejabat dan pegawai di lingkungan BPODT memiliki pengetahuan terkait pencehagan tindak pidana korupsi, serta penanganan gratifikasi di lingkungan BPODT.

“Kami berharap BPODT dan Polda Sumut dapat terus bersinergi dan berkolaborasi dalam mendukung pembangunan Danau Toba sebagai Destinasi Pariwisata Prioritas Nasional sebagaimana diamanatkan Bapak Presiden Joko Widodo,” ujarnya saat memberi sambutan di kantor BPODT.

Kompol James Hasudungan Hutajulu selaku Kasubdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, memaparkan sejarah korupsi di Indonesia sudah ada di sejak masa VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie), di mana VOC merupakan sebuah asosiasi dagang yang memonopoli perekonomian di nusantara.

“Dan dilanjutkan saat masa penjajahan Belanda, pada masa ini muncul istilah katabelece sebagai salah satu modus operandi korupsi di zaman Belanda,” katanya.

Selanjutnya korupsi terus berlanjut di masa penjajahan Jepang dan masa orde lama, orde baru hingga saat ini. Adapun bentuk-bentuk korupsi, sebut dia, antara lain merugikan keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam keadaan dan gratifikasi.

“Terkait dasar hukum dalam penerapan tipikor, salah satunya berdasarkan TAP MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN, Undang-undang Nomor 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Instruksi Presiden Nomor 5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan Peraturan Pemerintah Nomor 43/2018 tentang Tata Cara Pelaksana Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” urai James Hutajulu.

Sedangkan terkait gratifikasi, ia mengungkapkan definisi dari gratifikasi adalah pemberian uang/hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. Berdasarkan pasal 12B UU RI No.31/1999 Jo. UU RI No.20/2001, lanjutnya pengertian gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, dan fasilitas lainnya.

Ia menyebut, landasan hukum gratifikasi terdapat UU tahun 2001 tentang Perubahan UU RI No.31/1999 tentang Pemberantasan TPK (Pasal 12 b ayat 1 dan 2 ; Pasal 12 C ayat 1,2 dan 3) dan UU No.30/2002 tentang Komisi Pemberantasan TPK (Pasal 16).

“Kategori gratifikasi yang dianggap suap pada saat pegawai negeri/penyelenggara negara menerima sesuatu yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban/tugasnya,” katanya.

Adapun gratifikasi yang tidak dianggap suap, hemat Kompol James, yakni gratifikasi diterima oleh PNS/penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatan dan tidak berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

“Adapun strategi pencegahan korupsi adalah identifikasi risiko terjadinya korupsi, kode etik, internalisasi nilai antikorupsi, pelatihan, sosialisasi, corporate social responsibility, kepemimpinan, mekanisme pelaporan pelanggaran, pelaporan yang akuntabel transparan, kebijakan tanpa konflik kepentingan, dan sistem kepatuhan,” katanya sembari mengapresiasi kegiatan yang diinisiasi BPODT tersebut. “Semoga para pegawai bisa memahami dan tetap menjaga integritasnya,” pungkas dia. (rel/prn)


Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/