27 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Jembatan Sidua-dua Masih Dibuka Satu Jalur, BBPJN: Mohon Doa agar Tak Longsor Lagi

PANTAU: Personel Polisi memantau kondisi di Jembatan Sidua-dua, Kamis (24/1) pagi. Lalu lintas di sana masih dibuka satu jalur paskalongsor yang terjadi Rabu (23/1) malam.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jembatan Sidua-dua di Jalan Lintas Siantar-Parapat, Kabupaten Simalungun, hanya dapat dilalui satu jalur oleh kendaraan bermotor, Kamis (23/1). Hingga pukul 17.00 WIB, pembersihan material longsor yang kembali terjadi pada Rabu (23/1) malam, masih terus dilakukan petugas gabungan di lokasi.

“Tadi dua jam yang lalu, saya tanya PPK kami di sana masih dilakukan pembersihan terus. Jalannya juga masih satu jalur dibuka. Begitu laporan yang saya terima dari lapangan sekitar pukul 17.00 WIB,” kata Plh Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) II, Bambang Pardede saat dikonfirmasi Sumut Pos, Kamis (24/1) malam.

Dia mengungkapkan, terdapat empat alat berat yang diturunkan ke lokasi untuk mendukungn

pembersihan material longsor. Alat berat tersebut selain dari BBPJN II, juga dibantu dari pemda setempat dan punya rekanan yang sedang terjalin kontrak. “Kendalanya longsor aja, tidak ada yang lain. Jadi yang harus diperbaiki itu hulunya. Dan itu diluar kewenangan balai jalan,” katanya.

Menurut Pardede, pada waktu rapat koordinasi terpadu belum lama ini di kantor Gubernur Sumut menyangkut bencana longsor Jembatan Sidua-dua, terungkap bahwa kawasan hulu sungai dari lokasi bencana bukan kawasan hutan. “Kami nggak ngerti apa itu APL (Areal Penggunaan Lain), tapi yang jelas itu bukan kawasan hutan. Di rapat terpadu tempo hari, itu sudah disampaikan. Jadi ini masih terus dikerjakan (pembersihan material). Mohon doa juga supaya nggak ada longsor lagi, karena kami yang susah,” katanya.

Sebagai leading sector, Pemprovsu diharapkan tidak sekadar mengimbau, tetapi ikut mengoordinasikan permasalahan kebencanaan ke pemerintah pusat terutama dalam hal anggaran. Bahkan, rencana aksi penanggulangan bencana alam yang mau diintensifkan Pemprovsu secara terpadu diminta lebih cepat dilakukan. “Koordinasi yang dilakukan tidak sebatas surat edaran dan himbauan saja. Pemprov harus ikut mengupayakan anggaran kebencanaan ke pemerintah pusat. Baru mengajak masyarakat setempat turun bersama untuk melakukan penghijauan misalnya. Rencana aksi yang disusun harus menjadi komitmen bersama untuk direalisasikan nantinya,” kata Wakil Ketua DPRD Sumut, Ruben Tarigan kepada Sumut Pos, Selasa (22/1).

Potensi bencana di Sumut diakuinya bisa terjadi kapan saja. Terutama di titik-titik rawan seperti wilayah perbukitan, pegunungan, daerah aliran sungai, tebing-tebing hingga yang disebabkan oleh kerusakan hutan dan lahan (karhutla). Terkhusus karhutla, dia menegaskan Polda Sumut untuk lebih gencar menyelidiki penyebab tersebut sampai ke akar-akarnya. “Poldasu kita harapkan jangan cuma menunggu data kawasan hutan yang rusak dari Dinas Kehutanan Sumut, yang memang menjadi domain provinsi saat ini. Polda harus menjadi garda terdepan untuk mencari tahu kerusakan hutan di Sumut, melalui Polres dan Polsek-Polsek mereka yang tersebar di daerah. Itu akan lebih efektif dalam mengantisipasi kerusakan hutan kita lebih luas. Dan segera berikan hukuman tegas kalau didapat pelaku kerusakan,” katanya.

Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, untuk bencana longsor Jembatan Sidua-dua di Jalan Lintas Siantar-Parapat, Simalungun yang berulangkali terjadi kiranya cepat diidentifikasi akar permasalahannya. Melalui rencana aksi yang akan disusun nantinya, pihaknya harapkan ada wujud nyata penanggulangan atas bencana alam tersebut.

“Okelah kalau memang Dishut Sunut menyebut bahwa disana itu tidak merupakan kawasan hutan, tapi di daerah lain seperti Dairi misalnya, yang juga terjadi bencana kemungkinan ada pembalakan liar harus diusut Polda Sumut. Begitu juga di daerah lain yang ada indikasi serupa mesti diselidiki oleh polisi,” katanya.

Pihaknya juga berharap apabila ada indikasi karhutla di wilayah Jembatan Sidua-dua baik oleh Poldasu maupun Walhi Sumut, untuk membuka ke publik temuan tersebut. Jangan sekadar ucapan lisan saja yang nantinya justru dapat menjadi polemik berkepanjangan. “Ya, memang harus dibuka. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Dan kita mendukung upaya pengusutan bila ada indikasi pembalakan dan pengerusakan kawasan hutan serta lahan. Pemprovsu sekali lagi harus tanggap akan hal ini terutama mendorong dan memastikan alokasi anggaran kebencanaan dari pusat tersedia untuk korban bencana,” pungkasnya. (prn)

PANTAU: Personel Polisi memantau kondisi di Jembatan Sidua-dua, Kamis (24/1) pagi. Lalu lintas di sana masih dibuka satu jalur paskalongsor yang terjadi Rabu (23/1) malam.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jembatan Sidua-dua di Jalan Lintas Siantar-Parapat, Kabupaten Simalungun, hanya dapat dilalui satu jalur oleh kendaraan bermotor, Kamis (23/1). Hingga pukul 17.00 WIB, pembersihan material longsor yang kembali terjadi pada Rabu (23/1) malam, masih terus dilakukan petugas gabungan di lokasi.

“Tadi dua jam yang lalu, saya tanya PPK kami di sana masih dilakukan pembersihan terus. Jalannya juga masih satu jalur dibuka. Begitu laporan yang saya terima dari lapangan sekitar pukul 17.00 WIB,” kata Plh Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) II, Bambang Pardede saat dikonfirmasi Sumut Pos, Kamis (24/1) malam.

Dia mengungkapkan, terdapat empat alat berat yang diturunkan ke lokasi untuk mendukungn

pembersihan material longsor. Alat berat tersebut selain dari BBPJN II, juga dibantu dari pemda setempat dan punya rekanan yang sedang terjalin kontrak. “Kendalanya longsor aja, tidak ada yang lain. Jadi yang harus diperbaiki itu hulunya. Dan itu diluar kewenangan balai jalan,” katanya.

Menurut Pardede, pada waktu rapat koordinasi terpadu belum lama ini di kantor Gubernur Sumut menyangkut bencana longsor Jembatan Sidua-dua, terungkap bahwa kawasan hulu sungai dari lokasi bencana bukan kawasan hutan. “Kami nggak ngerti apa itu APL (Areal Penggunaan Lain), tapi yang jelas itu bukan kawasan hutan. Di rapat terpadu tempo hari, itu sudah disampaikan. Jadi ini masih terus dikerjakan (pembersihan material). Mohon doa juga supaya nggak ada longsor lagi, karena kami yang susah,” katanya.

Sebagai leading sector, Pemprovsu diharapkan tidak sekadar mengimbau, tetapi ikut mengoordinasikan permasalahan kebencanaan ke pemerintah pusat terutama dalam hal anggaran. Bahkan, rencana aksi penanggulangan bencana alam yang mau diintensifkan Pemprovsu secara terpadu diminta lebih cepat dilakukan. “Koordinasi yang dilakukan tidak sebatas surat edaran dan himbauan saja. Pemprov harus ikut mengupayakan anggaran kebencanaan ke pemerintah pusat. Baru mengajak masyarakat setempat turun bersama untuk melakukan penghijauan misalnya. Rencana aksi yang disusun harus menjadi komitmen bersama untuk direalisasikan nantinya,” kata Wakil Ketua DPRD Sumut, Ruben Tarigan kepada Sumut Pos, Selasa (22/1).

Potensi bencana di Sumut diakuinya bisa terjadi kapan saja. Terutama di titik-titik rawan seperti wilayah perbukitan, pegunungan, daerah aliran sungai, tebing-tebing hingga yang disebabkan oleh kerusakan hutan dan lahan (karhutla). Terkhusus karhutla, dia menegaskan Polda Sumut untuk lebih gencar menyelidiki penyebab tersebut sampai ke akar-akarnya. “Poldasu kita harapkan jangan cuma menunggu data kawasan hutan yang rusak dari Dinas Kehutanan Sumut, yang memang menjadi domain provinsi saat ini. Polda harus menjadi garda terdepan untuk mencari tahu kerusakan hutan di Sumut, melalui Polres dan Polsek-Polsek mereka yang tersebar di daerah. Itu akan lebih efektif dalam mengantisipasi kerusakan hutan kita lebih luas. Dan segera berikan hukuman tegas kalau didapat pelaku kerusakan,” katanya.

Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, untuk bencana longsor Jembatan Sidua-dua di Jalan Lintas Siantar-Parapat, Simalungun yang berulangkali terjadi kiranya cepat diidentifikasi akar permasalahannya. Melalui rencana aksi yang akan disusun nantinya, pihaknya harapkan ada wujud nyata penanggulangan atas bencana alam tersebut.

“Okelah kalau memang Dishut Sunut menyebut bahwa disana itu tidak merupakan kawasan hutan, tapi di daerah lain seperti Dairi misalnya, yang juga terjadi bencana kemungkinan ada pembalakan liar harus diusut Polda Sumut. Begitu juga di daerah lain yang ada indikasi serupa mesti diselidiki oleh polisi,” katanya.

Pihaknya juga berharap apabila ada indikasi karhutla di wilayah Jembatan Sidua-dua baik oleh Poldasu maupun Walhi Sumut, untuk membuka ke publik temuan tersebut. Jangan sekadar ucapan lisan saja yang nantinya justru dapat menjadi polemik berkepanjangan. “Ya, memang harus dibuka. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Dan kita mendukung upaya pengusutan bila ada indikasi pembalakan dan pengerusakan kawasan hutan serta lahan. Pemprovsu sekali lagi harus tanggap akan hal ini terutama mendorong dan memastikan alokasi anggaran kebencanaan dari pusat tersedia untuk korban bencana,” pungkasnya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/