27.8 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Siswa SD di Siantar Praktik Bikin Tempe & Diunggah ke Facebook

PRAKTIK: Salah seorang siswa kelas 3A SD Negeri Percontohan Kota Pematangsiantar, praktik membuat tempe untuk pelajaran teknologi produksi pangan didampingi orangtuanya, sesuai arahan daru guru kelasnya, Sarah Sofia Hutapea. Hasilnya, ia berhasil membuat tempe.

PEMATANGSIANTAR, SUMUTPOS.CO – Menggunakan metode MIKiR untuk meningkatkan minat belajar siswa selama mengikuti kelas Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di rumah, seorang guru SD menyuruh siswa-siswinya praktik langsung membuat tempe untuk materi ajar Perkembangan Teknologi Produksi Pangan. Proses dan hasil praktik ditulis, diunggah ke Facebook, dan tempenya boleh dimakan. Asyik…
Sarah Sofia Hutapea, nama guru dimaksud, saat ini mengajar di kelas 3A SD Negeri Percontohan Kota Pematangsiantar. “Agar siswa tidak jenuh belajar di rumah hanya didampingi orangtua saja, saya berusaha membuat inovasi PJJ agar menjadi menyenangkan,” kata Sarah mengawali, saat berbincang dengan Sumut Pos, Rabu (24/3).
Pada pembelajaran tema Perkembangan Teknologi Produksi Pangan, Sabtu (20/3) lalu, melalui Google Classroom, ia menyampaikan materi pembelajaran menggunakan konsep belajar kontekstual. “Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa. Guru mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Tujuannya, agar siswa mampu memahami sesuatu berdasarkan pengalaman belajarnya.
Sesuai materi ajar Teknologi Produksi Pangan, ia pun menyuruh siswa praktik langsung membuat tempe. Mengapa tempe? Karena tempe adalah bahan pangan yang relatif mudah dibuat dengan teknologi sederhana.
Dalam praktik ini, ia menggunakan metode unsur MIKiR, yakni salahsatu metode pembelajaran yang dikenalkan oleh Tanoto Foundation sebagai metode pembelajaran praktek baik kepada siswa.
“M untuk Mengalami, yaitu siswa diharapkan mengalami langsung praktek dalam membuat tempe. Jika pembelajaran ini berhasil, akan menjadi hal menarik bagi siswa bahkan orangtuanya juga,” jelas salahsatu fasilitator daerah komunikasi Pematangsiantar Program Pintar Tanoto Foundation ini, seraya tersenyum.
Huruf I untuk Interaksi, diharapkan ada interaksi yang baik antara siswa dan orangtua saat mendampingi anaknya dalam proses membuat tempe. Huruf Ki untuk Komunikasi, di sini siswa diminta membuat laporan secara tertulis dari awal hingga akhir cara membuat tempe bersama orangtua. Dan terakhir huruf R untuk Refleksi, anak menuliskan apa yang dirasakan saat tempe yang dibuat berhasil atau sebaliknya tidak berhasil.

Siswa SD menunjukkan tempe hasil praktiknya.

Sarah meminta siswa praktek langsung cara membuat tempe di rumah. Ia juga memberi resep dan cara mengerjakan. Bahan yang digunakan yaitu kacang kedelai, ragi tempe, serta daun pisang.
Pertama, kacang kedelai dicuci hingga bersih. Kemudian direndam selama 12 sampai 18 jam. Kacang kedelai dicuci hingga kulitnya terlepas. Lalu kacang kedelai dikukus atau direbus hingga empuk. Setelah empuk, kacang kedelai diangkat dan ditiriskan. Ragi tempe dapat ditaburkan jika suhunya telah berubah menjadi hangat. Sendokkan kedelai ke atas daun pisang. Ukuran tempe dapat disesuaikan dengan selera. Bungkus sambil dipadatkan, lalu sematkan dengan tusuk gigi. Simpan tempe dalam suhu ruang. Tempe siap diolah.
“Saya memberi waktu dua hari mengerjakan tugas tersebut. Setelah dua hari, saya minta siswa mengirimkan laporan praktik ke grup Facebook Kelas 3A yang telah saya buat sebelumnya. Mengapa harus ke Grup FB? Supaya hape tidak berat menampung semua file/dokumentasi tugas siswa. Juga agar sewaktu-waktu saya membutuhkan dokumentasi, filenya mudah didapat dan tidak hilang,” jelasnya, kembali tersenyum manis.
Selain grup Kelas 3A di FB, tugas juga boleh dikirim di Google Classroom. Hasilnya, siswa kelas 3A dan orangtua sangat antusias dengan praktik langsung materi ajar teknologi pangan tersebut.
“Mereka berlomba mengirimkan tugasnya. Juga bangga mengunggah praktik masing-masing di grup Facebook. Bahkan, orangtua dan siswa memberikan testimoni praktik bikin tempe ini, yang isinya sangat menyentuh hati,” jelasnya bersemangat.
Salahsatu testimoni dari orangtua siswa Steven Jordan Silalahi. Selain mengucapkan terimakasih karena sudah mengajari anaknya cara membuat tempe, si ortu juga senang karena jadi ikut paham cara membuat tempe. “Karena praktek ini, saya dan anak saya jadi tahu cara membuat tempe. Selama mengerjakannya pun, saya dan anak saya senang dan semangat sekali, apalagi praktek kami berhasil. Sekali lagi terimakasih buat ibu Sarah. Semoga ke depannya semua anak-anak bisa membanggakan nusa dan bangsa,” kata si ortu yang membuat Sarah ikut terharu.

Sarah Sofia Hutapea, guru kelas 3A SD Negeri Percontohan Kota Pematangsiantar, saat memberi pengarahan kepada murid.

Menurut ibu guru ini, semangat para siswa menunjukkan bahwa siswa suka belajar hal-hal baru, salahsatunya menciptakan suatu produk secara konkret. “Jadi siswa tidak melulu dijejali guru dengan metode ceramah atau mencatat teks saja . Selain itu, praktik bikin tempe ini juga bermanfaat secara tidak langsung bagi orangtua, yaitu dapat membuat tempe sendiri untuk dimakan atau dijual,” katanya.
Tanggapan mendukung juga datang dari Kepala Sekolah SD Negeri Percontohan, Sopar Aritonang,SPd, MPd. Sang kasek meminta Sarah terus berkarya menciptakan pembelajaran yang menarik minat siswa di masa PJJ. “Semangat bu. Tetaplah mengajarlah dari hati. Tumbuhkan selalu minat belajar anak lewat pembelajaran aktif dan menyenangkan, demi anak didik yang kita cintai. Tuhan yang akan membalas kebaikan yang ibu lakukan kepada anak didik ibu,” pujinya menyemangati.
Mendapat respon baik, Sarah berharap pembelajaran menggunakan metode MIKiR ini bermanfaat bagi guru lain. (mea)

PRAKTIK: Salah seorang siswa kelas 3A SD Negeri Percontohan Kota Pematangsiantar, praktik membuat tempe untuk pelajaran teknologi produksi pangan didampingi orangtuanya, sesuai arahan daru guru kelasnya, Sarah Sofia Hutapea. Hasilnya, ia berhasil membuat tempe.

PEMATANGSIANTAR, SUMUTPOS.CO – Menggunakan metode MIKiR untuk meningkatkan minat belajar siswa selama mengikuti kelas Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di rumah, seorang guru SD menyuruh siswa-siswinya praktik langsung membuat tempe untuk materi ajar Perkembangan Teknologi Produksi Pangan. Proses dan hasil praktik ditulis, diunggah ke Facebook, dan tempenya boleh dimakan. Asyik…
Sarah Sofia Hutapea, nama guru dimaksud, saat ini mengajar di kelas 3A SD Negeri Percontohan Kota Pematangsiantar. “Agar siswa tidak jenuh belajar di rumah hanya didampingi orangtua saja, saya berusaha membuat inovasi PJJ agar menjadi menyenangkan,” kata Sarah mengawali, saat berbincang dengan Sumut Pos, Rabu (24/3).
Pada pembelajaran tema Perkembangan Teknologi Produksi Pangan, Sabtu (20/3) lalu, melalui Google Classroom, ia menyampaikan materi pembelajaran menggunakan konsep belajar kontekstual. “Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa. Guru mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Tujuannya, agar siswa mampu memahami sesuatu berdasarkan pengalaman belajarnya.
Sesuai materi ajar Teknologi Produksi Pangan, ia pun menyuruh siswa praktik langsung membuat tempe. Mengapa tempe? Karena tempe adalah bahan pangan yang relatif mudah dibuat dengan teknologi sederhana.
Dalam praktik ini, ia menggunakan metode unsur MIKiR, yakni salahsatu metode pembelajaran yang dikenalkan oleh Tanoto Foundation sebagai metode pembelajaran praktek baik kepada siswa.
“M untuk Mengalami, yaitu siswa diharapkan mengalami langsung praktek dalam membuat tempe. Jika pembelajaran ini berhasil, akan menjadi hal menarik bagi siswa bahkan orangtuanya juga,” jelas salahsatu fasilitator daerah komunikasi Pematangsiantar Program Pintar Tanoto Foundation ini, seraya tersenyum.
Huruf I untuk Interaksi, diharapkan ada interaksi yang baik antara siswa dan orangtua saat mendampingi anaknya dalam proses membuat tempe. Huruf Ki untuk Komunikasi, di sini siswa diminta membuat laporan secara tertulis dari awal hingga akhir cara membuat tempe bersama orangtua. Dan terakhir huruf R untuk Refleksi, anak menuliskan apa yang dirasakan saat tempe yang dibuat berhasil atau sebaliknya tidak berhasil.

Siswa SD menunjukkan tempe hasil praktiknya.

Sarah meminta siswa praktek langsung cara membuat tempe di rumah. Ia juga memberi resep dan cara mengerjakan. Bahan yang digunakan yaitu kacang kedelai, ragi tempe, serta daun pisang.
Pertama, kacang kedelai dicuci hingga bersih. Kemudian direndam selama 12 sampai 18 jam. Kacang kedelai dicuci hingga kulitnya terlepas. Lalu kacang kedelai dikukus atau direbus hingga empuk. Setelah empuk, kacang kedelai diangkat dan ditiriskan. Ragi tempe dapat ditaburkan jika suhunya telah berubah menjadi hangat. Sendokkan kedelai ke atas daun pisang. Ukuran tempe dapat disesuaikan dengan selera. Bungkus sambil dipadatkan, lalu sematkan dengan tusuk gigi. Simpan tempe dalam suhu ruang. Tempe siap diolah.
“Saya memberi waktu dua hari mengerjakan tugas tersebut. Setelah dua hari, saya minta siswa mengirimkan laporan praktik ke grup Facebook Kelas 3A yang telah saya buat sebelumnya. Mengapa harus ke Grup FB? Supaya hape tidak berat menampung semua file/dokumentasi tugas siswa. Juga agar sewaktu-waktu saya membutuhkan dokumentasi, filenya mudah didapat dan tidak hilang,” jelasnya, kembali tersenyum manis.
Selain grup Kelas 3A di FB, tugas juga boleh dikirim di Google Classroom. Hasilnya, siswa kelas 3A dan orangtua sangat antusias dengan praktik langsung materi ajar teknologi pangan tersebut.
“Mereka berlomba mengirimkan tugasnya. Juga bangga mengunggah praktik masing-masing di grup Facebook. Bahkan, orangtua dan siswa memberikan testimoni praktik bikin tempe ini, yang isinya sangat menyentuh hati,” jelasnya bersemangat.
Salahsatu testimoni dari orangtua siswa Steven Jordan Silalahi. Selain mengucapkan terimakasih karena sudah mengajari anaknya cara membuat tempe, si ortu juga senang karena jadi ikut paham cara membuat tempe. “Karena praktek ini, saya dan anak saya jadi tahu cara membuat tempe. Selama mengerjakannya pun, saya dan anak saya senang dan semangat sekali, apalagi praktek kami berhasil. Sekali lagi terimakasih buat ibu Sarah. Semoga ke depannya semua anak-anak bisa membanggakan nusa dan bangsa,” kata si ortu yang membuat Sarah ikut terharu.

Sarah Sofia Hutapea, guru kelas 3A SD Negeri Percontohan Kota Pematangsiantar, saat memberi pengarahan kepada murid.

Menurut ibu guru ini, semangat para siswa menunjukkan bahwa siswa suka belajar hal-hal baru, salahsatunya menciptakan suatu produk secara konkret. “Jadi siswa tidak melulu dijejali guru dengan metode ceramah atau mencatat teks saja . Selain itu, praktik bikin tempe ini juga bermanfaat secara tidak langsung bagi orangtua, yaitu dapat membuat tempe sendiri untuk dimakan atau dijual,” katanya.
Tanggapan mendukung juga datang dari Kepala Sekolah SD Negeri Percontohan, Sopar Aritonang,SPd, MPd. Sang kasek meminta Sarah terus berkarya menciptakan pembelajaran yang menarik minat siswa di masa PJJ. “Semangat bu. Tetaplah mengajarlah dari hati. Tumbuhkan selalu minat belajar anak lewat pembelajaran aktif dan menyenangkan, demi anak didik yang kita cintai. Tuhan yang akan membalas kebaikan yang ibu lakukan kepada anak didik ibu,” pujinya menyemangati.
Mendapat respon baik, Sarah berharap pembelajaran menggunakan metode MIKiR ini bermanfaat bagi guru lain. (mea)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/