30 C
Medan
Thursday, July 4, 2024

Target SHM BPN Sumut Capai 98 Persen

ist
POTONG TUMPENG: Gubsu Edy Ramayadi memotong tumpeng saat menghadiri HUT ke-58 Agraria dan Tata Ruang Nasional di Gedung Serba Guna, Senin (24/9).

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Masyarakat diharapkan tidak gundah ataupun risau soal sengkarut kepemilikan tanah, terlebih bagi yang sudah mengantongi sertifikat hak milik (SHM) atas lahannya. Tetapi sebaliknya, bagi masyarakat yang ‘menduduki’ lahan atau pun tanah yang sampai kini tidak memiliki alas hak tentu akan berurusan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Kepada masyarakat yang tidak memiliki (alas hak), terus dia berpura-pura memiliki tetapi tidak memiliki, nanti akan ketemu dengan kepala BPN Sumut. Karena semua data pertanahan khususnya di Sumatera Utara ada pada beliau,” kata Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi usai menjadi Inspektur Upacara (Irup) Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-58 Agraria dan Tata Ruang Nasional di halaman Gedung Serba Guna, di Jalan Pancing Medan, Senin (24/9).

Didampingi Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut Bambang Priono, Gubsu sekali lagi menegaskan bahwa masyarakat Sumut yang memiliki alas hak atas lahan, harus mampu menunjukkan bukti kepemilikan yang sah, dan nantinya akan diidentifikasi oleh petugas BPN jika ditemukan tumpang tindih sertifikat.

Dalam upacara dan bertindak sebagai Irup, Edy yang membacakan pidato Menteri ATR/BPN, Sofyan A Djalil menyampaikan, pada 2025 diharapkan seluruh tanah sudah terdaftar melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang sejalan dengan Kementerian ATR/BPN.

“Seremonial kegiatan ini adalah doa dan agraria ini sangat penting sekali. Apalagi di Sumut merupakan pekerjaan yang begitu besar. Kehadiran kearifan dan kebijakan Presiden Jokowi, sangat begitu besar untuk diperlukan ke depan. Untuk Sumatera Utara, permasalahan tanah harus selesai semuanya,” ujarnya.

Guna meningkatkan kualitas rencana tata ruang di Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional telah meluncurkan Sistem Informasi Geografis Tata Ruang (Gistaru) yang memungkinkan setiap orang dapat mengakses rencana tata ruang yang berlaku secara nasional, maupun yang berlaku di setiap daerah.

“Dengan terbukanya akses terhadap dokumen rencana tata ruang diharapkan kesadaran masyarakat akan meningkat dan selanjutnya masyarakat berperan aktif dalam proses penyusunan rencana tata ruang dan pengawasan implementasinya,” ujarnya.

Masih membacakan sambutan menteri, Edy menyebut pembangunan infrastruktur adalah prasyarat untuk peningkatan produktivitas dan daya saing nasional, serta berkembangnya investasi. Salah satu kegiatan penting terkait dengan pembangunan infrastruktur tersebut adalah pelaksanaan pengadaan tanah.

“Undang-undang dan peraturan yang ada telah memungkinkan pengadaan tanah yang cepat dan pasti, oleh karena itu dukungan pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan instansi lainnya menentukan suksesnya pengadaan tanah dimaksud,” jelasnya.

Selain itu, acara yang bertema ‘Tanah dan Ruang Untuk Keadilan dan Kemakmuran’ juga menjadi momentum untuk mengurangi ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan tanah, pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan asset tanah dan penguatan hak masyarakat atas tanah/hutan adat, melalui Program Reforma Agraria yang dicanangkan pemerintah.

Berkenaan dengan permasalahan dan sengketa pertanahan yang dihadapi perlu penanganan dan penyelesaian secara komprehensif, karena banyak kasus sengketa maupun perkara pertanahan sudah banyak yang berlarut-larut dan menyita waktu. “Harapannya tentu dengan terdaftarnya seluruh bidang tanah melalui PTSL dapat mencegah terjadinya sengketa di kemudian hari,” ujarnya.

Bambang Priono menyatakan, permasalahan konflik tanah terparah adalah tanah yang diduduki masyarakat di atas lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II maupun yang aktif. “Inilah yang selalu didemo dan diributi, tapi cuma ribut saja tanpa ada solusi penyelesaiannya. Dengan Pak Gubernur Edy Rahmayadi luar biasa dukungannya dalam rangka menyelesaikan masalah itu,” katanya.

“Tadi sudah kita dengar yang disampaikan beliau. Nanti kami identifikasi dulu permasalahannya. Apakah benar mereka menggarap di situ dan apa dasarnya. Kalau dia menggarap sejak tahun 2000, ya silakan saja. Sampai sekarang harus dipertahankan terus sepanjang di atas tanah eks HGU,” imbuh Bambang.

Bagi masyarakat yang menguasai tanah masih berstatus HGU aktif, imbuhnya, akan berhadapan dengan negara. “Pada zaman dulu kita memperebutkan republik ini, harta, nyawa dan darah kita sumbangkan. Lah, sekarang ini punya negara jangan dikangkangi dan dirampaslah. Negara ngerti kok. Tujuannya kan mensejahterakan rakyat,” ujarnya.

Seperti diketahui ada sekitar 5.873 hektar lahan eks HGU PTPN II di Sumut. Lahan tersebut tersebar di beberapa daerah, antara lain Binjai, Deliserdang dan Medan. Apalagi mayoritas lahan eks HGU dikuasai oleh masyarakat maupun mafia tanah. Lahan eks HGU sering menimbulkan konflik antara masyarakat dan pengembang yang ingin mengambil alih lahan. Sesama masyarakat juga tidak jarang berkonflik karena masalah tanah.

Dikatakan Bambang, dengan sejengkal tanah yang dimiliki itu berarti sudah menunjukkan sebagai warga negara Indonesia. Oleh sebab itu, Presiden Jokowi menargetkan Kementerian ATR/BPN agar seluruh masyarakat mendaftarkan tanahnya melalui PTSL pada tahun 2025. “Alhamdulillah, tahun lalu (target) kami 5 juta bidang terealisasi hampir seluruhnya. Tahun ini kami sudah menyelesaikannya hampir 98 persen,” ujarnya.

Dari 234.000 bidang tanah dengan dana sebesar Rp 500 miliar yang ditargetkan untuk Sumut, atas kerja 25 kantor BPN di kabupaten/kota, provinsi ini menjadi kedua terbaik dalam penyelenggaraan PTSL. “Kinerjanya sekarang peringkat kedua se Indonesia. Kalau zaman dulu, boro-boro sepuluh besar, ya, peringkat kedua tapi dari bawah. Tapi sekarang kami merubah mindset. Infrastrukturnya kita ubah, sistemnya juga dan manusianya kami kuatkan dengan melakukan pengawasan dan evaluasi,” sebutnya. (prn)

ist
POTONG TUMPENG: Gubsu Edy Ramayadi memotong tumpeng saat menghadiri HUT ke-58 Agraria dan Tata Ruang Nasional di Gedung Serba Guna, Senin (24/9).

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Masyarakat diharapkan tidak gundah ataupun risau soal sengkarut kepemilikan tanah, terlebih bagi yang sudah mengantongi sertifikat hak milik (SHM) atas lahannya. Tetapi sebaliknya, bagi masyarakat yang ‘menduduki’ lahan atau pun tanah yang sampai kini tidak memiliki alas hak tentu akan berurusan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Kepada masyarakat yang tidak memiliki (alas hak), terus dia berpura-pura memiliki tetapi tidak memiliki, nanti akan ketemu dengan kepala BPN Sumut. Karena semua data pertanahan khususnya di Sumatera Utara ada pada beliau,” kata Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi usai menjadi Inspektur Upacara (Irup) Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-58 Agraria dan Tata Ruang Nasional di halaman Gedung Serba Guna, di Jalan Pancing Medan, Senin (24/9).

Didampingi Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut Bambang Priono, Gubsu sekali lagi menegaskan bahwa masyarakat Sumut yang memiliki alas hak atas lahan, harus mampu menunjukkan bukti kepemilikan yang sah, dan nantinya akan diidentifikasi oleh petugas BPN jika ditemukan tumpang tindih sertifikat.

Dalam upacara dan bertindak sebagai Irup, Edy yang membacakan pidato Menteri ATR/BPN, Sofyan A Djalil menyampaikan, pada 2025 diharapkan seluruh tanah sudah terdaftar melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang sejalan dengan Kementerian ATR/BPN.

“Seremonial kegiatan ini adalah doa dan agraria ini sangat penting sekali. Apalagi di Sumut merupakan pekerjaan yang begitu besar. Kehadiran kearifan dan kebijakan Presiden Jokowi, sangat begitu besar untuk diperlukan ke depan. Untuk Sumatera Utara, permasalahan tanah harus selesai semuanya,” ujarnya.

Guna meningkatkan kualitas rencana tata ruang di Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional telah meluncurkan Sistem Informasi Geografis Tata Ruang (Gistaru) yang memungkinkan setiap orang dapat mengakses rencana tata ruang yang berlaku secara nasional, maupun yang berlaku di setiap daerah.

“Dengan terbukanya akses terhadap dokumen rencana tata ruang diharapkan kesadaran masyarakat akan meningkat dan selanjutnya masyarakat berperan aktif dalam proses penyusunan rencana tata ruang dan pengawasan implementasinya,” ujarnya.

Masih membacakan sambutan menteri, Edy menyebut pembangunan infrastruktur adalah prasyarat untuk peningkatan produktivitas dan daya saing nasional, serta berkembangnya investasi. Salah satu kegiatan penting terkait dengan pembangunan infrastruktur tersebut adalah pelaksanaan pengadaan tanah.

“Undang-undang dan peraturan yang ada telah memungkinkan pengadaan tanah yang cepat dan pasti, oleh karena itu dukungan pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan instansi lainnya menentukan suksesnya pengadaan tanah dimaksud,” jelasnya.

Selain itu, acara yang bertema ‘Tanah dan Ruang Untuk Keadilan dan Kemakmuran’ juga menjadi momentum untuk mengurangi ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan tanah, pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan asset tanah dan penguatan hak masyarakat atas tanah/hutan adat, melalui Program Reforma Agraria yang dicanangkan pemerintah.

Berkenaan dengan permasalahan dan sengketa pertanahan yang dihadapi perlu penanganan dan penyelesaian secara komprehensif, karena banyak kasus sengketa maupun perkara pertanahan sudah banyak yang berlarut-larut dan menyita waktu. “Harapannya tentu dengan terdaftarnya seluruh bidang tanah melalui PTSL dapat mencegah terjadinya sengketa di kemudian hari,” ujarnya.

Bambang Priono menyatakan, permasalahan konflik tanah terparah adalah tanah yang diduduki masyarakat di atas lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II maupun yang aktif. “Inilah yang selalu didemo dan diributi, tapi cuma ribut saja tanpa ada solusi penyelesaiannya. Dengan Pak Gubernur Edy Rahmayadi luar biasa dukungannya dalam rangka menyelesaikan masalah itu,” katanya.

“Tadi sudah kita dengar yang disampaikan beliau. Nanti kami identifikasi dulu permasalahannya. Apakah benar mereka menggarap di situ dan apa dasarnya. Kalau dia menggarap sejak tahun 2000, ya silakan saja. Sampai sekarang harus dipertahankan terus sepanjang di atas tanah eks HGU,” imbuh Bambang.

Bagi masyarakat yang menguasai tanah masih berstatus HGU aktif, imbuhnya, akan berhadapan dengan negara. “Pada zaman dulu kita memperebutkan republik ini, harta, nyawa dan darah kita sumbangkan. Lah, sekarang ini punya negara jangan dikangkangi dan dirampaslah. Negara ngerti kok. Tujuannya kan mensejahterakan rakyat,” ujarnya.

Seperti diketahui ada sekitar 5.873 hektar lahan eks HGU PTPN II di Sumut. Lahan tersebut tersebar di beberapa daerah, antara lain Binjai, Deliserdang dan Medan. Apalagi mayoritas lahan eks HGU dikuasai oleh masyarakat maupun mafia tanah. Lahan eks HGU sering menimbulkan konflik antara masyarakat dan pengembang yang ingin mengambil alih lahan. Sesama masyarakat juga tidak jarang berkonflik karena masalah tanah.

Dikatakan Bambang, dengan sejengkal tanah yang dimiliki itu berarti sudah menunjukkan sebagai warga negara Indonesia. Oleh sebab itu, Presiden Jokowi menargetkan Kementerian ATR/BPN agar seluruh masyarakat mendaftarkan tanahnya melalui PTSL pada tahun 2025. “Alhamdulillah, tahun lalu (target) kami 5 juta bidang terealisasi hampir seluruhnya. Tahun ini kami sudah menyelesaikannya hampir 98 persen,” ujarnya.

Dari 234.000 bidang tanah dengan dana sebesar Rp 500 miliar yang ditargetkan untuk Sumut, atas kerja 25 kantor BPN di kabupaten/kota, provinsi ini menjadi kedua terbaik dalam penyelenggaraan PTSL. “Kinerjanya sekarang peringkat kedua se Indonesia. Kalau zaman dulu, boro-boro sepuluh besar, ya, peringkat kedua tapi dari bawah. Tapi sekarang kami merubah mindset. Infrastrukturnya kita ubah, sistemnya juga dan manusianya kami kuatkan dengan melakukan pengawasan dan evaluasi,” sebutnya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/