31.7 C
Medan
Wednesday, May 8, 2024

Keluarga Warga Binaan Tepis Soal Perbudakan

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – HANA (25), istri dari Jefri yang menjalani rehabilitasi narkoba di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin, membantah adanya dugaan perbudakan. Menurutnya, peredaran narkoba saat ini kian marak di tengah masyarakat, khususnya di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat. “Tetapi setelah adanya panti rehabilitasi yang dibuat bapak (Terbit Rencana Peranginangin) ini, banyak pengguna narkoba diserahkan orangtuanya untuk dibina di sini,” kata Hana.

Dia berharap, panti rehabilitasi yang dikelola keluarga Bupati Langkat ini tidak ditutup. “Harus tetap ada supaya kalau ada masyarakat kami yang menggunakan narkoba itu bisa direhab di situ, karena di situ tidak ada dipungut biaya apapun,” ujarnya.

Disebutnya, suaminya bekerja sebagai pedagang dan keterlibatannya sebagai pecandu narkoba sejak beberapa tahun lalu. “Setelah menjalani rehabilitasi, banyak yang sudah sembuh dari situ,” ungkapnya.

Dia juga menepis saat soal kerja paksa. “Kalau kerja paksa atau perbudakan, itu benar-benar tidak ada. Karena saya satu kampung dengan bapak itu. Tidak ada kerja paksa, yang dibilang di pemberitaan di media sosial itu sama sekali tidak benar. Yang dibilang makan dua kali, benar-benar tidak ada,” akunya.

Malah, kata Hana, makan mereka sangat-sangat layak. “Malah kami bilang pun itu makan warga binaan itu lebih enak lagi daripada makan kami di rumah. Kalau kita di rumah, itu mungkin sanggupnya makan tahu tempe, di sana ada menunya karena gizi mereka itu benar-benar diatur,” tambah dia.

Sayangnya, dia tidak dapat menyebutkan aktivitas apa saja di panti rehabilitasi tersebut. “Kalau aktivitas, karena saya kebetulan bekerja sehari-hari, jadi kurang nampak. Tapi menurut saya, yang namanya perbudakan, itu tidak ada. Saya pun sangat terkejut dengan pemberitaan. Karena menurut saya, pemberitaan di media sosial itu enggak benar,” bebernya.

Sementara, seorang warga binaan, Jefri Sembiring (27), warga Kecamatan Sei Bingai menyatakan, sudah 7 tahun mengkonsumsi narkoba dan sempat berhenti. Namun demikian, dia kembali menjadi pecandu hingga berbuntut diantarkan keluarga ke tempat rehabilitasi pada 4 bulan lalu. “Tujuannya agar bersih dan terhindar dari narkoba. Karena meski sempat berhenti, saya balik menggunakan lagi,” ujar dia.

Dia ada dijanjikan akan bekerja di Pabrik Kelapa Sawit milik Bupati Langkat ketika sembuh dari pengguna aktif narkoba. Selama empat bulan menjalani rehabilitasi, dia mengaku ada perubahan yang baik. “Karena hidup lebih teratur. Mulai dari makan tiga kali sehari, bangun pagi, istirahat juga teratur, olahraga dan ibadah,” ujarnya.

“Aktivitas hampir sama, ada jam tertentu keluar untuk jemur pakaian, nyapu halaman, kadang bersihkan kolam ikan. Makan diantarkan tiga kali, jam 7, jam 12 dan jam 5 sore. Dokter datang pada Selasa dan Sabtu untuk memberikan obat,” sambungnya.

Dia melanjutkan, ada aktivitas keagamaan pada malam hari sesuai dengan agama yang dianut. Keluarga pun diizinkan menjenguk pada hari libur atau Minggu. “Berkunjung hitungan waktunya bukan menit tapi beberapa jam. Saya nyaman berada di sana. Target berada di kereng itu selama setahun, tapi baru saya jalani empat bulan dan sejak ada OTT KPK, keluarga datang jemput kurang kondusif,” tukasnya. (ted)

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – HANA (25), istri dari Jefri yang menjalani rehabilitasi narkoba di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin, membantah adanya dugaan perbudakan. Menurutnya, peredaran narkoba saat ini kian marak di tengah masyarakat, khususnya di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Langkat. “Tetapi setelah adanya panti rehabilitasi yang dibuat bapak (Terbit Rencana Peranginangin) ini, banyak pengguna narkoba diserahkan orangtuanya untuk dibina di sini,” kata Hana.

Dia berharap, panti rehabilitasi yang dikelola keluarga Bupati Langkat ini tidak ditutup. “Harus tetap ada supaya kalau ada masyarakat kami yang menggunakan narkoba itu bisa direhab di situ, karena di situ tidak ada dipungut biaya apapun,” ujarnya.

Disebutnya, suaminya bekerja sebagai pedagang dan keterlibatannya sebagai pecandu narkoba sejak beberapa tahun lalu. “Setelah menjalani rehabilitasi, banyak yang sudah sembuh dari situ,” ungkapnya.

Dia juga menepis saat soal kerja paksa. “Kalau kerja paksa atau perbudakan, itu benar-benar tidak ada. Karena saya satu kampung dengan bapak itu. Tidak ada kerja paksa, yang dibilang di pemberitaan di media sosial itu sama sekali tidak benar. Yang dibilang makan dua kali, benar-benar tidak ada,” akunya.

Malah, kata Hana, makan mereka sangat-sangat layak. “Malah kami bilang pun itu makan warga binaan itu lebih enak lagi daripada makan kami di rumah. Kalau kita di rumah, itu mungkin sanggupnya makan tahu tempe, di sana ada menunya karena gizi mereka itu benar-benar diatur,” tambah dia.

Sayangnya, dia tidak dapat menyebutkan aktivitas apa saja di panti rehabilitasi tersebut. “Kalau aktivitas, karena saya kebetulan bekerja sehari-hari, jadi kurang nampak. Tapi menurut saya, yang namanya perbudakan, itu tidak ada. Saya pun sangat terkejut dengan pemberitaan. Karena menurut saya, pemberitaan di media sosial itu enggak benar,” bebernya.

Sementara, seorang warga binaan, Jefri Sembiring (27), warga Kecamatan Sei Bingai menyatakan, sudah 7 tahun mengkonsumsi narkoba dan sempat berhenti. Namun demikian, dia kembali menjadi pecandu hingga berbuntut diantarkan keluarga ke tempat rehabilitasi pada 4 bulan lalu. “Tujuannya agar bersih dan terhindar dari narkoba. Karena meski sempat berhenti, saya balik menggunakan lagi,” ujar dia.

Dia ada dijanjikan akan bekerja di Pabrik Kelapa Sawit milik Bupati Langkat ketika sembuh dari pengguna aktif narkoba. Selama empat bulan menjalani rehabilitasi, dia mengaku ada perubahan yang baik. “Karena hidup lebih teratur. Mulai dari makan tiga kali sehari, bangun pagi, istirahat juga teratur, olahraga dan ibadah,” ujarnya.

“Aktivitas hampir sama, ada jam tertentu keluar untuk jemur pakaian, nyapu halaman, kadang bersihkan kolam ikan. Makan diantarkan tiga kali, jam 7, jam 12 dan jam 5 sore. Dokter datang pada Selasa dan Sabtu untuk memberikan obat,” sambungnya.

Dia melanjutkan, ada aktivitas keagamaan pada malam hari sesuai dengan agama yang dianut. Keluarga pun diizinkan menjenguk pada hari libur atau Minggu. “Berkunjung hitungan waktunya bukan menit tapi beberapa jam. Saya nyaman berada di sana. Target berada di kereng itu selama setahun, tapi baru saya jalani empat bulan dan sejak ada OTT KPK, keluarga datang jemput kurang kondusif,” tukasnya. (ted)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/