32.8 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Dihalangi saat Penggeledahan, KPK Ancam Jerat Pihak yang Ganggu Penyidikan

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Selasa (25/1). Hal ini guna mengumpulkan alat bukti terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa yang menjerat Terbit Rencana.

Namun, tim penyidik KPK sempat mengalami kesulitan melakukan penggeledahan. Pasalnya, mereka sempat dihalangi, sehingga tidak bisa masuk ke rumah tersebut. “Ada pihak-pihak yang mencoba menghalangi penggeledahan ini,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (25/1).

Sayang, Ali tak menjelaskan detail siapa pihak yang berusaha menghalangi petugas KPK tersebut. Namun dia mengatakan, tim penyidik akhirnya berhasil masuk menggeledah rumah Terbit Rencana Perangin Angin di bawah pengawalan pasukan Brimob bersenjata lengkap.

Tim penyidik akan mencari barang bukti yang bisa digunakan untuk memperkuat konstruksi pidana pada kasus yang menjerat Terbit menjadi tersangka. “Nanti kami sampaikan hasil penggeledahan,” kata dia.

Juru bicara KPK bidang penindakan ini mengimbau, pihak manapun dilarang menghambat hingga menggagalkan proses penyidikan perkara korupsi. KPK tidak segan menjerat mereka yang menghalangi penyidikan dengan ketentuan hukum yang berlaku. “KPK tidak segan menerapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor,” tegas Ali.

Sebagai informasi, Pasal 21 UU Tipikor mengatur, siapapun yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung pemeriksaan terhadap tersangka, terdakwa, hingga saksi akan dikenakan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Pantauan Sumut Pos, penggeledahan dilakukan sekitar pukul 13.00 WIB. Tim penyidik dari lembaga antirasuah ini datang menumpangi 6 mobil pribadi, ditambah 1 mobil dari Korps Brimob. Sekitar pukul 16.30 WIB, penggeledahan berakhir.

BKSDA Sita Kera Sulawesi

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Sumatera Utara juga ikut-ikutan melakukan geledah di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin, Selasa (25/1). Hasilnya, BBKSDA Sumut Wilayah II Stabat menyita seekor Kera Sulawesi dan sejumlah burung yang masuk dalam daftar hewan dilindungi.

Temuan ini disinyalir atas informasi dari penyidik (KPK) yang melakukan penggeledahan di rumah pribadi tersangka dugaan suap fee proyek. “Ya, ada Kera Sulawesi dan burung-burung. Jantan (jenis kelamin Kera Sulawesi),” kata Kepala Seksi Wilayah II Stabat BBKSDA Sumut, Herbert Aritonang dari dalam mobil saat diwawancarai, Selasa (25/1).

Pria berkacamata ini ogah turun dari mobil saat diwawancarai. Dia dicecar pertanyaan oleh sejumlah wartawan dari dalam mobil saat hendak meninggalkan rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif itu.

Diketahui, KPK menetapkan 6 orang tersangka dalam kasus dugaan suap fee proyek sejak tahun 2020 hingga sekarang ini. Mereka adalah, Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin selaku penerima suap, Muara Perangin-angin selaku pemberi suap dari pihak swasta atau kontraktor; Iskandar Perangin-angin selaku Kepala Desa Balai Kasih sekaligus abang kandung Bupati Langkat; Marcos Surya Abdi selaku kontraktor; Shuhanda Citra selaku kontraktor dan Isfi Syahfitra selaku kontraktor.

Dalam praktiknya, Bupati Langkat menggunakan jasa sang kakak, Iskandar Perangin-angin untuk mengumpulkan pundi-pundi uang lewat fee proyek. Setiap pemenang proyek akan dimintai uang 15 persen hingga 16,5 persen dari anggaran proyek. Untuk pemenang proyek yang ikut lelang, dipatok 15 persen. Sementara untuk penunjukan langsung, dipatok 16,5 persen.

Terkait kasus tersebut, tersangka Muara Perangin-angin memenangkan tender proyek infrastruktur Kabupaten Langkat senilai Rp4,3 miliar. Penunjukan Muara sebagai pemenang proyek diduga berkat campur tangan Iskandar.

Setelah dinyatakan menang, Muara pun menunaikan kewajibannya menyetor fee sesuai yang diminta. Bahkan, Ketua DPD Golkar Kabupaten Langkat ternyata menggunakan perusahaan sang kakak, Iskandar untuk mengerjakan proyek pemerintah di Kabupaten Langkat.

Bahkan ada juga beberapa proyek yang dikerjakan Bupati Langkat melalui perusahaan milik abangnya, Iskandar. Kasus tersebut terungkap setelah KPK mendapatkan informasi rencana suap oleh Muara Perangin-angin kepada sejumlah orang kepercayaan Bupati Langkat.

Mereka yang diutus Bupati Langkat, di antaranya adalah Marcos Surya Abadi disebut-sebut Wakil Ketua MPC organisasi kepemudaan, anak buah Terbit Rencana yang juga kontraktor. Serta Isfi Syahfitra, dan Plt Kadis PUPR Kabupaten Langkat, Sujarno.

Sementara Bupati Langkat dan kakaknya, Iskandar menunggu di lokasi lain. Para tersangka tak menyadari jika KPK mengawasi gerak-gerik mereka termasuk membuntuti Muara Perangin-angin saat mengambil uang tunai di bank.

Setelah mengambil uang tunai, Muara datang ke warung kopi untuk menyerahkan uang suap sejumlah Rp786 juta kepada Marcos, Sujarno dan Isfi. KPK pun langsung mengamankan mereka dan digelandang ke Polres Binjai. (ted)

LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Selasa (25/1). Hal ini guna mengumpulkan alat bukti terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa yang menjerat Terbit Rencana.

Namun, tim penyidik KPK sempat mengalami kesulitan melakukan penggeledahan. Pasalnya, mereka sempat dihalangi, sehingga tidak bisa masuk ke rumah tersebut. “Ada pihak-pihak yang mencoba menghalangi penggeledahan ini,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri, di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (25/1).

Sayang, Ali tak menjelaskan detail siapa pihak yang berusaha menghalangi petugas KPK tersebut. Namun dia mengatakan, tim penyidik akhirnya berhasil masuk menggeledah rumah Terbit Rencana Perangin Angin di bawah pengawalan pasukan Brimob bersenjata lengkap.

Tim penyidik akan mencari barang bukti yang bisa digunakan untuk memperkuat konstruksi pidana pada kasus yang menjerat Terbit menjadi tersangka. “Nanti kami sampaikan hasil penggeledahan,” kata dia.

Juru bicara KPK bidang penindakan ini mengimbau, pihak manapun dilarang menghambat hingga menggagalkan proses penyidikan perkara korupsi. KPK tidak segan menjerat mereka yang menghalangi penyidikan dengan ketentuan hukum yang berlaku. “KPK tidak segan menerapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor,” tegas Ali.

Sebagai informasi, Pasal 21 UU Tipikor mengatur, siapapun yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung pemeriksaan terhadap tersangka, terdakwa, hingga saksi akan dikenakan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Pantauan Sumut Pos, penggeledahan dilakukan sekitar pukul 13.00 WIB. Tim penyidik dari lembaga antirasuah ini datang menumpangi 6 mobil pribadi, ditambah 1 mobil dari Korps Brimob. Sekitar pukul 16.30 WIB, penggeledahan berakhir.

BKSDA Sita Kera Sulawesi

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Sumatera Utara juga ikut-ikutan melakukan geledah di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin, Selasa (25/1). Hasilnya, BBKSDA Sumut Wilayah II Stabat menyita seekor Kera Sulawesi dan sejumlah burung yang masuk dalam daftar hewan dilindungi.

Temuan ini disinyalir atas informasi dari penyidik (KPK) yang melakukan penggeledahan di rumah pribadi tersangka dugaan suap fee proyek. “Ya, ada Kera Sulawesi dan burung-burung. Jantan (jenis kelamin Kera Sulawesi),” kata Kepala Seksi Wilayah II Stabat BBKSDA Sumut, Herbert Aritonang dari dalam mobil saat diwawancarai, Selasa (25/1).

Pria berkacamata ini ogah turun dari mobil saat diwawancarai. Dia dicecar pertanyaan oleh sejumlah wartawan dari dalam mobil saat hendak meninggalkan rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif itu.

Diketahui, KPK menetapkan 6 orang tersangka dalam kasus dugaan suap fee proyek sejak tahun 2020 hingga sekarang ini. Mereka adalah, Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin selaku penerima suap, Muara Perangin-angin selaku pemberi suap dari pihak swasta atau kontraktor; Iskandar Perangin-angin selaku Kepala Desa Balai Kasih sekaligus abang kandung Bupati Langkat; Marcos Surya Abdi selaku kontraktor; Shuhanda Citra selaku kontraktor dan Isfi Syahfitra selaku kontraktor.

Dalam praktiknya, Bupati Langkat menggunakan jasa sang kakak, Iskandar Perangin-angin untuk mengumpulkan pundi-pundi uang lewat fee proyek. Setiap pemenang proyek akan dimintai uang 15 persen hingga 16,5 persen dari anggaran proyek. Untuk pemenang proyek yang ikut lelang, dipatok 15 persen. Sementara untuk penunjukan langsung, dipatok 16,5 persen.

Terkait kasus tersebut, tersangka Muara Perangin-angin memenangkan tender proyek infrastruktur Kabupaten Langkat senilai Rp4,3 miliar. Penunjukan Muara sebagai pemenang proyek diduga berkat campur tangan Iskandar.

Setelah dinyatakan menang, Muara pun menunaikan kewajibannya menyetor fee sesuai yang diminta. Bahkan, Ketua DPD Golkar Kabupaten Langkat ternyata menggunakan perusahaan sang kakak, Iskandar untuk mengerjakan proyek pemerintah di Kabupaten Langkat.

Bahkan ada juga beberapa proyek yang dikerjakan Bupati Langkat melalui perusahaan milik abangnya, Iskandar. Kasus tersebut terungkap setelah KPK mendapatkan informasi rencana suap oleh Muara Perangin-angin kepada sejumlah orang kepercayaan Bupati Langkat.

Mereka yang diutus Bupati Langkat, di antaranya adalah Marcos Surya Abadi disebut-sebut Wakil Ketua MPC organisasi kepemudaan, anak buah Terbit Rencana yang juga kontraktor. Serta Isfi Syahfitra, dan Plt Kadis PUPR Kabupaten Langkat, Sujarno.

Sementara Bupati Langkat dan kakaknya, Iskandar menunggu di lokasi lain. Para tersangka tak menyadari jika KPK mengawasi gerak-gerik mereka termasuk membuntuti Muara Perangin-angin saat mengambil uang tunai di bank.

Setelah mengambil uang tunai, Muara datang ke warung kopi untuk menyerahkan uang suap sejumlah Rp786 juta kepada Marcos, Sujarno dan Isfi. KPK pun langsung mengamankan mereka dan digelandang ke Polres Binjai. (ted)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/