30 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

Poldasu Periksa 7 Tersangka Kasus Kerangkeng, Anak Terbit Rencana Mangkir

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) memeriksa 7 dari 8 tersangka kasus tewasnya penghuni kerangkang milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin (TRP), Jumat (25/3). Sedangkan seorang lagi tersangka, DP, mangkir dari panggilan polisi.

Tujuh tersangka yang hadir ke Polda Sumut dengan didampingi kuasa hukumnya, Sangap Surbakti. Mereka tiba memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimum Polda Sumut, sekitar pukul 13.00 WIB dan hingga petang masih menjalani pemeriksaan.”Kita membawa tujuh tersangka ke Polda, ke Ditreskrimum,” kata Sangap, usai mendampingi klien nya menjalani pemeriksaan, Jumat (25/3) sore.

Dia mengungkapkan, para terduga tersangka yang hadir, yakni berinisial HS, IS, TS, RG, JS, HG dan SP. Namun, Sangap menjelaskan, anak Bupati Langkat nonaktif, TRP berinisial DP belum hadir ke Polda.”n

Tadi malam habis ketemu dia (DP, red) akan datang namun sampai sekarang belum tiba,” ujar Sangap.

Sangap mengaku, DP mengaku kaget saat ditetapkan tersangka kasus penganiyaan hingga tewas di kerangkeng milik bapaknya. Saat itu, Saat itu, kata dia, DP langsung berkonsultasi dengan Sangap untuk membicarakan permasalahan hukum yang menjerat kliennya tersebut.

“Sebagai manusia pasti kaget. Dia konsultasi ke saya secara hukum,” kata Sangap. Berdasarkan pengakuan DP yang diterimanya, anak sulung Terbit Rencana Perangin-angin itu mengaku tak tahu menahu soal korban tewas di kerangkeng rumahnya. Bahkan mereka menyebut DP dituduh. “Anak muda yang tidak tau apa-apa, tidak mengerti apa-apa dituduh begitu bertubi-tubi,” ujar Sangap.

Sangap mengatakan, polisi hanya mengambil saksi dari orang yang hanya mendengar, bukan melihat. “Kalau yang bersaksi tidak melihat, hanya mendengar itu gak bisa. Kita lihat saja nanti di pengadilan,” pungkasnya.

Sebelumnya, penyidik Direktorat Reskrimum Polda Sumut telah melayangkan surat panggilan terhadap 8 tersangka dalam kasus tewasnya penghuni kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, TRP.

Sedangkan Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan, Mohammad Choirul Anam, berharap bahwa para tersangka dalam perkara kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin dijerat pasal berlapis. Sebagai informasi Polda Sumatera Utara yang sudah menetapkan 8 tersangka terkait kasus ini. Polisi menjerat mereka dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO (tindak pidana perdagangan orang). “Kami berharap memang pasalnya berlapis, tidak hanya TPPO,” kata Anam kepada wartawan, Jumat (25/3).

Anam mengatakan, Komnas HAM menemukan bahwa kasus kerangkeng manusia di Langkat ini bukan hanya mengandung unsur perdagangan orang.

Di dalamnya, terdapat unsur-unsur pidana lain, termasuk di antaranya kekerasan atau penyiksaan. “Kekerasan dan penyiksaan itu juga bisa berdiri sendiri, jadi berlapis, walaupun di TPPO itu juga ada unsur-unsur soal kekejaman dan lain sebagainya,” jelasnya.

Menambahkan pasal untuk menjerat para tersangka, menurut dia, justru dapat memperkuat substansi, sehingga tuntutan terhadap mereka bisa semakin kuat. Di sisi lain, Komnas HAM juga berharap agar polisi tidak berhenti mengusut kasus ini setelah penetapan 8 tersangka itu.

Pasalnya, menurut Komnas HAM, 8 tersangka ini diduga kuat hanya merupakan aktor lapangan. Anam mendesak agar para aktor intelektual di balik kerangkeng manusia di Langkat turut diproses hukum.”Tindak lanjutnya kami berharap nama-nama yang lebih, statusnya menyuruh melakukan, memfasilitasi melakukan, itu juga bisa masuk dalam penetapan tersangka,” jelasnya.

Berdasarkan temuan Komnas HAM, peran pelaku dalam kasus kerangkeng manusia di Langkat amat beragam. Para pelaku bukan hanya aktor lapangan, melainkan juga para pelaku yang menyuruh melakukan dan memfasilitasi tindakan tersebut.

Secara logika pun, lanjut Anam, kasus ini tidak mungkin hanya melibatkan aktor lapangan. “Ini panjang, 10 tahun lebih. Tidak mungkin orang melakukan sesuatu dalam rentang waktu yang panjang itu tanpa ada fasilitas, tanpa ada yang menyuruh melakukan,” pungkas Anam. (dwi/kps)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) memeriksa 7 dari 8 tersangka kasus tewasnya penghuni kerangkang milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin (TRP), Jumat (25/3). Sedangkan seorang lagi tersangka, DP, mangkir dari panggilan polisi.

Tujuh tersangka yang hadir ke Polda Sumut dengan didampingi kuasa hukumnya, Sangap Surbakti. Mereka tiba memenuhi panggilan penyidik Ditreskrimum Polda Sumut, sekitar pukul 13.00 WIB dan hingga petang masih menjalani pemeriksaan.”Kita membawa tujuh tersangka ke Polda, ke Ditreskrimum,” kata Sangap, usai mendampingi klien nya menjalani pemeriksaan, Jumat (25/3) sore.

Dia mengungkapkan, para terduga tersangka yang hadir, yakni berinisial HS, IS, TS, RG, JS, HG dan SP. Namun, Sangap menjelaskan, anak Bupati Langkat nonaktif, TRP berinisial DP belum hadir ke Polda.”n

Tadi malam habis ketemu dia (DP, red) akan datang namun sampai sekarang belum tiba,” ujar Sangap.

Sangap mengaku, DP mengaku kaget saat ditetapkan tersangka kasus penganiyaan hingga tewas di kerangkeng milik bapaknya. Saat itu, Saat itu, kata dia, DP langsung berkonsultasi dengan Sangap untuk membicarakan permasalahan hukum yang menjerat kliennya tersebut.

“Sebagai manusia pasti kaget. Dia konsultasi ke saya secara hukum,” kata Sangap. Berdasarkan pengakuan DP yang diterimanya, anak sulung Terbit Rencana Perangin-angin itu mengaku tak tahu menahu soal korban tewas di kerangkeng rumahnya. Bahkan mereka menyebut DP dituduh. “Anak muda yang tidak tau apa-apa, tidak mengerti apa-apa dituduh begitu bertubi-tubi,” ujar Sangap.

Sangap mengatakan, polisi hanya mengambil saksi dari orang yang hanya mendengar, bukan melihat. “Kalau yang bersaksi tidak melihat, hanya mendengar itu gak bisa. Kita lihat saja nanti di pengadilan,” pungkasnya.

Sebelumnya, penyidik Direktorat Reskrimum Polda Sumut telah melayangkan surat panggilan terhadap 8 tersangka dalam kasus tewasnya penghuni kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, TRP.

Sedangkan Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan, Mohammad Choirul Anam, berharap bahwa para tersangka dalam perkara kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin dijerat pasal berlapis. Sebagai informasi Polda Sumatera Utara yang sudah menetapkan 8 tersangka terkait kasus ini. Polisi menjerat mereka dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO (tindak pidana perdagangan orang). “Kami berharap memang pasalnya berlapis, tidak hanya TPPO,” kata Anam kepada wartawan, Jumat (25/3).

Anam mengatakan, Komnas HAM menemukan bahwa kasus kerangkeng manusia di Langkat ini bukan hanya mengandung unsur perdagangan orang.

Di dalamnya, terdapat unsur-unsur pidana lain, termasuk di antaranya kekerasan atau penyiksaan. “Kekerasan dan penyiksaan itu juga bisa berdiri sendiri, jadi berlapis, walaupun di TPPO itu juga ada unsur-unsur soal kekejaman dan lain sebagainya,” jelasnya.

Menambahkan pasal untuk menjerat para tersangka, menurut dia, justru dapat memperkuat substansi, sehingga tuntutan terhadap mereka bisa semakin kuat. Di sisi lain, Komnas HAM juga berharap agar polisi tidak berhenti mengusut kasus ini setelah penetapan 8 tersangka itu.

Pasalnya, menurut Komnas HAM, 8 tersangka ini diduga kuat hanya merupakan aktor lapangan. Anam mendesak agar para aktor intelektual di balik kerangkeng manusia di Langkat turut diproses hukum.”Tindak lanjutnya kami berharap nama-nama yang lebih, statusnya menyuruh melakukan, memfasilitasi melakukan, itu juga bisa masuk dalam penetapan tersangka,” jelasnya.

Berdasarkan temuan Komnas HAM, peran pelaku dalam kasus kerangkeng manusia di Langkat amat beragam. Para pelaku bukan hanya aktor lapangan, melainkan juga para pelaku yang menyuruh melakukan dan memfasilitasi tindakan tersebut.

Secara logika pun, lanjut Anam, kasus ini tidak mungkin hanya melibatkan aktor lapangan. “Ini panjang, 10 tahun lebih. Tidak mungkin orang melakukan sesuatu dalam rentang waktu yang panjang itu tanpa ada fasilitas, tanpa ada yang menyuruh melakukan,” pungkas Anam. (dwi/kps)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru