SUMUTPOS.CO – PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 2 dituding merampok lahan milik masyarakat di Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang. Ini disampaikan puluhan masyarakat yang mengaku sebagai pemilik lahan, melalui aksi damai di lokasi tanah yang berdekatan dengan Kantor PTPN 2, Minggu (25/6).
Puluhan masyarakat yang didominasi ibu-ibu ini, memohon kepada Presiden Joko Widodo dan menteri terkait, mulai dari BUMN, Agraria, hingga Menkopolhukam, untuk turun tangan menyelesaikan persoalan mereka. Sebab, perusahaan pelat merah di bawah naungan Kementerian BUMN tersebut, mengklaim, tanah yang dikuasai oleh masyarakat adalah aset mereka.
Sementara masyarakat bersikukuh, tanah tersebut adalah milik mereka melalui dokumen kepemilikan yang dipegang.
“Pak Presiden, tolong kami rakyatmu ini. Tanah kami di Sei Semayang, Sumatera Utara ‘dirampok’ PTPN 2. Institusi hukum negara tumpul dan tidak adil. Alas hak kami sah dan lengkap,” ungkap seorang warga, sembari menahan tangis.
“Tolong kami Pak Presiden, Pak Mahfud MD, Pak Hadi Tjahjanto, Pak Erick Thohir. Kami masyarakat pemilik lahan di Pasar 7, Desa Sei Semayang. Tanah kami tiba-tiba dirampok PTPN 2 pada 2018. Tanaman jagung kami diporak-porandakan. Kami sudah mengadu ke mana-mana. Ke BPN, polisi, PTUN, tapi satu pun enggak ada yang bela kami. Capek kami Pak. Kasihani kami Pak, kami dizolimi. Turun tanganlah Pak Presiden,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Adnan Syam Zega dan Datuk Nikmat Gea, selaku pemilik lahan membeberkan, status tanah tersebut. Pada 2001 hingga 2003, lahan dibeli oleh masyarakat dari IGD Urip dan telah disertifikatkan melalui akta notaris. Adnan menyebutkan, lahan tersebut sudah dikuasai masyarakat sejak 1950.
Melalui Kepala Kantor Penyelenggaraan Pembagian Tanah atas nama Gubernur Sumut pada 1953, juga telah mengeluarkan surat, yang berisikan pembagian lahan. Menurut dia, lahan ini sebelumnya sawah dan perladangan.
“Belum ada PTPN 2, tanah ini sudah dikuasai masyarakat. Pada 2011, tanah ini sebelumnya dibeli IGD Urip dalam kondisi lembah dengan kedalaman kurang lebih 5 meter. Kemudian ditimbun dan dibuat per kavling-kavling sejumlah 200 KK yang telah memiliki. Namun pada 2018, lahan kami diserobot PTPN 2,” bebernya.
Sementara Nikmat menjelaskan, tanah yang dikuasai mereka dan diklaim oleh PTPN 2, sudah berproses hukum. Namun kejelasan statusnya mengambang, tidak ada kepastian siapa pemilik alas hak sebenarnya.
“Alas hak yang kami miliki sampai saat ini adalah surat atau akta notaris dari Puji Wahyuni. Kami juga telah berupaya agar rurat tanah tersebut disahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Deliserdang, tapi juga belum ada kepastian,” katanya.
Dia mengatakan, alas hak dari pemilik sebelumnya atas nama IGD Urip adalah SK Bupati Deliserdang 1976, dan turunannya diketahui Camat dan Kepala Desa Sei Semayang. Bahkan jauh sebelumnya, tidak ada silang sengketa atas lahan tersebut.
“Tiba-tiba di 2018, ada klaim tanah yang kami kuasai milik PTPN 2 dalam bentuk HGU Nomor 90 tertanggal 20 Juni 2003, dan berakhir 8 Juni 2028. Kami juga telah melakukan upaya hukum dengan membuat gugatan ke PTUN Medan. Namun sayangnya, putusan PTUN tidak tegas memutuskan siapa sebenarnya pemilik lahan yang sah. Bukan kami sebagai penggugat dan bukan pula PTPN 2 sebagai tergugat,” jelas Nikmat.
Terpisah, Kasubbag Humas PTPN 2, Rahmat Kurniawan, saat dikonfirmasi wartawan lewat sambungan telepon selular, mengaku belum dapat berkomentar lebih jauh soal aksi unjuk rasa damai warga Desa Sei Semayang. “Kami cek ke bagian yang bersangkutan ya,” pungkasnya. (ted/saz)