PANTAI LABU, SUMUTPOS.CO – Perjuangan masyarakat Desa Paluh Sibaji, Pantai Labu dan Desa Regemuk memprotes pengerukan pasir di perairan Kecamatan Pantai Labu tak berhenti. Selain sudah dua kali turun ke lokasi pengerukan yang berjarak sekira 8-10 mil dari bibir pantai, Perwakilan Masyarakat Kecamata Pantai Labu juga sudah melaporkan tiga perusahaan yang melakukan pengerukan ke Presiden RI Joko Widodo.
Ketua Perwakilan Masyarakat Pantai Labu Abdul Hafis didampingi Rusdi (48) Bidang Teknis Program Pembangunan Ekonomi Tim Perwakilan saat ditemui kru koran ini mengatakan, suratyang dikirim ke orang nomor satu di Indonesia itu bernomor 012/TPM-DPS/IX/2015 tanggal 14 Oktober 2015.
Dijelaskan Hafis, ketiga perusahaan yang dilaporkan itu adalah PT Citta Traindo Pratama yang mengeruk pasir untuk pembangunan Bandara KNIA. Perusahaan ini dilaporkan karena pasca kerusakan ekosistem laut tahun 2008 lalu perusahaan ini tidak memberikan kompensasi kepada masyarakat.
Padahal sesuai dengan petikan keputusan Bupati Deli Serdang Nomor 895 tahun 2008 disebutkan jika PT Citta Traindo Pratama bertanggungjawab dan mengganti kerugian akibat yang ditimbulkan usaha yang diberikan kepada masyarakat sebesar Rp 500/M3 namun hingga sekarang tidak terealisasi.
“Dampak yang ditimbulkan pengerukan pasir oleh PT Citta Traindo Pratama sebanyak 400 KK yang tercatat tidak memiliki tempat tinggal akibat abrasi,” sebut Abdul Hafis
Lalu perusahaan PT Anugerah Mustika Perdana (PT AMP) dilaporkan karena mengeruk pasir di laut tanpa izin. “Saat kita turun ke tengah laut, perusahaan itu mengeruk pasir dengan leluasa tanpa izin, dengan dalih mengambil sampel pasir untuk diketahui kadarnya tapi sampelnya kok berkapal-kapal bermuatan pasir,” ujarnya.
Kemudian PT HAIEN juga dilaporkan ke Presiden RI karena telah megeruk pasir tanpa sosialisasi kepada masyarakat. Menurut Rusdi, pemenang lelang pengerukan pasir untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Belawan itu adalah CV Aju Jasa Utama, namun yang beroperasi justru PT HAIEN.
Saat ini dua kapal H-Y-2 dan H-Y-6 kapasitas kapal panton 52 dan 53 itu dengan leluasa “mencuri” pasir di perairan Kecamata Pantai Labu. “Kita bukan menghambat pembangunan tapi kita menolak pengerukan jika tidak ada kompensasi pada masyarakat,” tegasnya. (man/mag-1/deo)
PANTAI LABU, SUMUTPOS.CO – Perjuangan masyarakat Desa Paluh Sibaji, Pantai Labu dan Desa Regemuk memprotes pengerukan pasir di perairan Kecamatan Pantai Labu tak berhenti. Selain sudah dua kali turun ke lokasi pengerukan yang berjarak sekira 8-10 mil dari bibir pantai, Perwakilan Masyarakat Kecamata Pantai Labu juga sudah melaporkan tiga perusahaan yang melakukan pengerukan ke Presiden RI Joko Widodo.
Ketua Perwakilan Masyarakat Pantai Labu Abdul Hafis didampingi Rusdi (48) Bidang Teknis Program Pembangunan Ekonomi Tim Perwakilan saat ditemui kru koran ini mengatakan, suratyang dikirim ke orang nomor satu di Indonesia itu bernomor 012/TPM-DPS/IX/2015 tanggal 14 Oktober 2015.
Dijelaskan Hafis, ketiga perusahaan yang dilaporkan itu adalah PT Citta Traindo Pratama yang mengeruk pasir untuk pembangunan Bandara KNIA. Perusahaan ini dilaporkan karena pasca kerusakan ekosistem laut tahun 2008 lalu perusahaan ini tidak memberikan kompensasi kepada masyarakat.
Padahal sesuai dengan petikan keputusan Bupati Deli Serdang Nomor 895 tahun 2008 disebutkan jika PT Citta Traindo Pratama bertanggungjawab dan mengganti kerugian akibat yang ditimbulkan usaha yang diberikan kepada masyarakat sebesar Rp 500/M3 namun hingga sekarang tidak terealisasi.
“Dampak yang ditimbulkan pengerukan pasir oleh PT Citta Traindo Pratama sebanyak 400 KK yang tercatat tidak memiliki tempat tinggal akibat abrasi,” sebut Abdul Hafis
Lalu perusahaan PT Anugerah Mustika Perdana (PT AMP) dilaporkan karena mengeruk pasir di laut tanpa izin. “Saat kita turun ke tengah laut, perusahaan itu mengeruk pasir dengan leluasa tanpa izin, dengan dalih mengambil sampel pasir untuk diketahui kadarnya tapi sampelnya kok berkapal-kapal bermuatan pasir,” ujarnya.
Kemudian PT HAIEN juga dilaporkan ke Presiden RI karena telah megeruk pasir tanpa sosialisasi kepada masyarakat. Menurut Rusdi, pemenang lelang pengerukan pasir untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Belawan itu adalah CV Aju Jasa Utama, namun yang beroperasi justru PT HAIEN.
Saat ini dua kapal H-Y-2 dan H-Y-6 kapasitas kapal panton 52 dan 53 itu dengan leluasa “mencuri” pasir di perairan Kecamata Pantai Labu. “Kita bukan menghambat pembangunan tapi kita menolak pengerukan jika tidak ada kompensasi pada masyarakat,” tegasnya. (man/mag-1/deo)