22.8 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

‘Nengok Perempuan Tidur Telentang, yang Jelek pun jadi Cantik’

Foto: Anita/PM Sejumlah pengungsi korban erupsi Sinabung, tidur-tiduran di lokasi pengungsian, Jumat (21/8/2015).
Foto: Anita/PM
Sejumlah pengungsi korban erupsi Sinabung, tidur-tiduran di lokasi pengungsian, Jumat (21/8/2015).

TANAH KARO, SUMUTPOS.CO – Tampang kusut. Tatapannya sesekali kosong. Setidaknya itu terpancar dari wajah beberapa pengungsi di Posko Gedung Serba Guna KNPI, Kabanjahe. Di antaranya, mengeluh soal Pemkab Karo yang seolah-olah sengaja membiarkan mereka berlama-lama tinggal di posko.

Salah seorang pengungsi mengaku bantuan kegiatan dari pemerintah kabupaten tidak ada lagi. Sebelumnya, ada kegiatan seperti belajar menganyam tikar, bunga dan lain-lain untuk kaum ibu dan kaum bapak. Agar bisa menghasilkan uang.

Sehingga tidak timbul pikiran-pikiran kotor atau maksiat pada kaum bapak karena ada kegiatannya setiap hari.

“Kegiatan padat karya sudah tak ada lagi, padahal anak kami juga butuh uang jajan untuk ke sekolah. Sementara kerjaan tak ada,” ujar salah seorang pengungsi yang meminta identitasnya tidak dicantum, Rabu (26/8) siang.

“Intinya, pemerintah hanya melemparkan kami di pengungsian dan yang penting sudah di kasih makan. Itu yang pemerintah lakukan terhadap kita disini tanpa memikirkan dampak sosialnya,” tambahnya.

Banyak pengungsi yang mengalami perubahan drastis. Maklum, dulu mereka punya rumah, lahan pertanian, ternak dan sebagainya. Sekarang harus kehilangan semua.

Selain itu, mereka juga harus memahami keadaan selama tinggal di pengungsian. Seperti beradaptasi antar satu orang dengan yang lain.

Bukan itu saja, perubahan psikologis baik fisik maupun non fisik khusunya kaum bapak mengalami perubahan drastis. Pertikaian, kesalahpahaman sering terjadi.

Bahkan pikiran kotor bisa saja melintas apabila berlama-lama tinggal di pengungsian. Betapa tidak, semuanya berkumpul dan tidur ditempat terbuka tanpa ada pembatas. “Kadang-kadang timbul pikiran kotor di otak. Bagaimana tidak, kerjaan tak ada, dari pagi hingga malam kebanyakan nongkrong di kedai kopi. Jadi, kalau di posko kita nampak perempuan yang tidur telentang walaupun jelek udah ku nampak cantik,” kata pria bertubuh kurus itu melanjutkan obrolan.

“Bahkan kalau nggak ada kerjaan, ada juga kaum bapak mau ngintip perempuan yang lagi mandi,” bebernya.

Kadang-kadang, tambahnya, perselisihan antar orangtua sering terjadi di pengungsian. Apabila ada anak-anak yang berkelahi dengan anak pengungsi lainnya, orang tua ikut-ikutan membela. Sehingga, keributan kecil kerap terjadi.

“Kami takut kalau terus-terusan kayak gini. Sementara, kejelasan dari pemerintah sampai sekarang ini tak ada,” ungkapnya khawatir.

Menurutnya, pihak Pemkab Tanah Karo hanya bisa duduk dan teken SPJ saja.

“Mereka hanya bisa duduk-duduk di kantor dan teken-teken SPJ pengeluaran kebutuhan untuk pengungsi. Sementara dampak psikologis kita disini tidak dipikirkan,” ketusnya.

Pengungsi menilai pemerintah ‘lelet’ mengambil langkah-langkah untuk kepentingan pengungsi.

Pun begitu, pengungsi di tempat lain masih beruntung. Dandim 0205/Tanah Karo, Letkol Inf Asep Sukarna memerintahkan para Babinsa Kodim 0205/TK memberikan pelatihan ternak bebek kepada pengungsi di Desa Siosar, Kecamatan Merek.

“Tujuan dari pelatihan ternak bebek adalah untuk meningkatkan/menambah penghasilan masyarakat yang umumnya bermata pencaharian sebagai Petani. Ternak bebek ini sangat mudah dalam pemeliharaan,” ujar Dandim 0205/Tanah Karo, Letkol Inf Asep Sukarna, Rabu (26/8) di Makodim 0205 Tanah Karo, Jalan Jamin Ginting Desa Raya Kecamatan Berastagi.

Menurut Asep, makanan ternak cukup diberikan 2 kali sehari. “Cukup diberi makan pagi dan sore. Serta dibuatkan kolam kecil untuk tempat berendam. Bebek juga tahan penyakit,” pungkasnya.(cr-7/cr-5/ala)

Foto: Anita/PM Sejumlah pengungsi korban erupsi Sinabung, tidur-tiduran di lokasi pengungsian, Jumat (21/8/2015).
Foto: Anita/PM
Sejumlah pengungsi korban erupsi Sinabung, tidur-tiduran di lokasi pengungsian, Jumat (21/8/2015).

TANAH KARO, SUMUTPOS.CO – Tampang kusut. Tatapannya sesekali kosong. Setidaknya itu terpancar dari wajah beberapa pengungsi di Posko Gedung Serba Guna KNPI, Kabanjahe. Di antaranya, mengeluh soal Pemkab Karo yang seolah-olah sengaja membiarkan mereka berlama-lama tinggal di posko.

Salah seorang pengungsi mengaku bantuan kegiatan dari pemerintah kabupaten tidak ada lagi. Sebelumnya, ada kegiatan seperti belajar menganyam tikar, bunga dan lain-lain untuk kaum ibu dan kaum bapak. Agar bisa menghasilkan uang.

Sehingga tidak timbul pikiran-pikiran kotor atau maksiat pada kaum bapak karena ada kegiatannya setiap hari.

“Kegiatan padat karya sudah tak ada lagi, padahal anak kami juga butuh uang jajan untuk ke sekolah. Sementara kerjaan tak ada,” ujar salah seorang pengungsi yang meminta identitasnya tidak dicantum, Rabu (26/8) siang.

“Intinya, pemerintah hanya melemparkan kami di pengungsian dan yang penting sudah di kasih makan. Itu yang pemerintah lakukan terhadap kita disini tanpa memikirkan dampak sosialnya,” tambahnya.

Banyak pengungsi yang mengalami perubahan drastis. Maklum, dulu mereka punya rumah, lahan pertanian, ternak dan sebagainya. Sekarang harus kehilangan semua.

Selain itu, mereka juga harus memahami keadaan selama tinggal di pengungsian. Seperti beradaptasi antar satu orang dengan yang lain.

Bukan itu saja, perubahan psikologis baik fisik maupun non fisik khusunya kaum bapak mengalami perubahan drastis. Pertikaian, kesalahpahaman sering terjadi.

Bahkan pikiran kotor bisa saja melintas apabila berlama-lama tinggal di pengungsian. Betapa tidak, semuanya berkumpul dan tidur ditempat terbuka tanpa ada pembatas. “Kadang-kadang timbul pikiran kotor di otak. Bagaimana tidak, kerjaan tak ada, dari pagi hingga malam kebanyakan nongkrong di kedai kopi. Jadi, kalau di posko kita nampak perempuan yang tidur telentang walaupun jelek udah ku nampak cantik,” kata pria bertubuh kurus itu melanjutkan obrolan.

“Bahkan kalau nggak ada kerjaan, ada juga kaum bapak mau ngintip perempuan yang lagi mandi,” bebernya.

Kadang-kadang, tambahnya, perselisihan antar orangtua sering terjadi di pengungsian. Apabila ada anak-anak yang berkelahi dengan anak pengungsi lainnya, orang tua ikut-ikutan membela. Sehingga, keributan kecil kerap terjadi.

“Kami takut kalau terus-terusan kayak gini. Sementara, kejelasan dari pemerintah sampai sekarang ini tak ada,” ungkapnya khawatir.

Menurutnya, pihak Pemkab Tanah Karo hanya bisa duduk dan teken SPJ saja.

“Mereka hanya bisa duduk-duduk di kantor dan teken-teken SPJ pengeluaran kebutuhan untuk pengungsi. Sementara dampak psikologis kita disini tidak dipikirkan,” ketusnya.

Pengungsi menilai pemerintah ‘lelet’ mengambil langkah-langkah untuk kepentingan pengungsi.

Pun begitu, pengungsi di tempat lain masih beruntung. Dandim 0205/Tanah Karo, Letkol Inf Asep Sukarna memerintahkan para Babinsa Kodim 0205/TK memberikan pelatihan ternak bebek kepada pengungsi di Desa Siosar, Kecamatan Merek.

“Tujuan dari pelatihan ternak bebek adalah untuk meningkatkan/menambah penghasilan masyarakat yang umumnya bermata pencaharian sebagai Petani. Ternak bebek ini sangat mudah dalam pemeliharaan,” ujar Dandim 0205/Tanah Karo, Letkol Inf Asep Sukarna, Rabu (26/8) di Makodim 0205 Tanah Karo, Jalan Jamin Ginting Desa Raya Kecamatan Berastagi.

Menurut Asep, makanan ternak cukup diberikan 2 kali sehari. “Cukup diberi makan pagi dan sore. Serta dibuatkan kolam kecil untuk tempat berendam. Bebek juga tahan penyakit,” pungkasnya.(cr-7/cr-5/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/