Suplai yang terbatas dan meningkatnya konsumsi pasar dunia, membuat komoditas nikel matte dan logam emas tak perlu repot mencari pasar. Nikel Sorowako misalnya, sudah ditunggu pembeli tetapnya di Jepang. Harga mengikuti fluktuasi dolar. Sementara logam emas dari Tambang Emas Martabe, dilempar ke pasar spot melalui bursa Hong Kong. Pembelinya antri.
———————————————————
Dame Ambarita, Sorowako & Batangtoru
———————————————————
“Seluruh nikel matte hasil produksi Vale di Sorowako ini diangkut menggunakan kapal ke pabrik pemurnian di Jepang. Penjualan berdasarkan kontrak jangka panjang dalam mata uang dollar Amerika Serikat. Tidak ada yang dijual dalam negeri atau ke pembeli lain,” kata Senior Manager of Communications PT Vale Indonesia, Budi Handoko, kepada wartawan, Selasa (23/10).
Semua produksi nikel matte terikat dalam penjualan kepada Vale Canada Limited (VCL) dan Sumitomo Metal Mining Co, Ltd (SMM). Perjanjian penjualan mengatur bahwa 80 persen dari produksi tahunan PT Vale dibeli oleh VCL dan 20 persen lainnya oleh SMM berdasarkan formula harga LME.
Nikel matte yang diproduksi PT Vale diekspor dalam bentuk butiran, seperti pasir. Produk ini memiliki unsur nikel sebanyak 78 persen, cobalt 1 persen, sulfur 20 persen, serta material lainnya.
Dalam sebulan, PT Vale melakukan dua kali ekspor ke Jepang.
“Nikel banyak dikombinasikan dengan logam lain, untuk membentuk campuran yang dikenal karena fleksibilitas dan ketahanannya terhadap oksidasi dan korosi. Logam ini mampu mempertahankan karakteristiknya bahkan dalam suhu ekstrem. Nikel digunakan dalam berbagai produk, seperti televisi, baterai isi ulang, koin, peralatan makan bahkan gerbong kereta,” kata Budi.
Untuk menjaga kesinambungan produksinya, PT Vale membangun pabrik pengolahan di Sorowako dengan tiga tanur pengering berbahan bakar minyak, lima tanur pereduksi berbahan bakar minyak, empat tanur listrik, dan tiga converter Pierce-Smith.
“Kami juga membangun dan memelihara infrastruktur pendukung yang mencakup fasilitas pelabuhan dan jalan, untuk mengangkut dan mengapalkan produk akhir kami, serta terminal bahan bakar minyak di Mangkasa Point. Juga membangun dan mengoperasikan tiga fasilitas pembangkit listrik tenaga air dengan total kapasitas rata-rata 365 megawatt (MW),” jelasnya.
Ketiga PLTA itu memanfaatkan air di tiga danau yang berlokasi dekat tambang. Yakni PLTA Larona kapasitas 85 MVA, PLTA Balambano kapasita 80 MVA, dan PLTA Karebbe kapasitas 78 MVA. Listrik yang dihasilkan untuk mengoperasikan tanur peleburan dan pengolahan bijih nikel di Sorowako.
Ketiga PLTA ini secara keseluruhan menghasilkan 365 mega watt tenaga listrik. Setiap satu kuartal, PT Vale membayar retribusi air rata-rata 1,9-2,2 juta dolar AS ke kas pendapatan Provinsi Sulawesi Selatan. Juga membayar pajak penerangan jalan (PPJ) rata-rata Rp950 juta-Rp1 miliar per bulan ke kas pendapatan Kabupaten Luwu Timur.
Sebagai program CSR, PT Vale mendistribusikan listrik dari PLTA sebesar 8 MW kepada PLN dan Pemkab Luwu Timur untuk kebutuhan listrik masyarakat. “PT Vale juga membantu peningkatan pendapatan masyarakat desa melalui proyek terpadu pengamanan 127 tower dari ketiga PLTA melalui Badan usaha Milik Desa,” kata Budi.
Dengan beroperasinya ketiga PLTA, PT Vale menghemat 1,47 juta barel BBM sekaligus mengurangi jutaan metrik ton emisi karbon.
“Dengan investasi lanjutan sebesar AS$2 miliar, PT Vale menargetkan peningkatan produksi tahunan menjadi 120 ribu metrik ton nikel matte dalam lima tahun ke depan,” kata Budi.
Tahun lalu, Vale Indonesia berhasil menjual 77.643 nikel matte. Angka ini turun 2 persen dibanding penjualan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 78.976 ton nikel matte.
Berbeda dengan PT Vale yang mengikat kontrak jangka panjang dengan pembelinya, PT Agincourt Resources yang mengelola Tambang Emas Martabe, tidak mengikat kontrak penjualan dengan salahsatu buyer. Mereka memilih melempar produknya di pasar spot melalui bursa Hong Kong. Pilihan itu dilakukan karena harga emas dunia berada di level ekonomis bahkan cenderung terus bergerak naik. Calon pembelinya juga sangat banyak.
“Pembeli emas Martabe pada antri di bursa. Emas Martabe pasti habis diserap pasar berapapun hasil produksinya,” kata Senior Manager Corporate Communications PT Agincourt Resources, Katarina Siburian Hardono.
Selain emas, Tambang Emas Martabe juga memproduksi perak. Meski harganya lebih rendah dibanding emas, tetapi produksinya yang tinggi memberi keuntungan yang cukup besar.
Basis sumber daya Tambang Emas Martabe per tanggal 31 Desember 2017 adalah 8,8 Moz emas dan 72 Moz perak. Kapasitas operasi Tambang Emas Martabe lebih dari 5 juta ton bijih per tahun, untuk memproduksi lebih dari 300.000 ounce emas dan 2-3 juta ounce perak per tahun.
Saat ini, Tambang Emas Martabe menjadi salah satu tambang emas terbesar di Indonesia, dengan tingkat produksi nomor 2 di Indonesia setelah tambang Grasberg, dan dengan cadangan emas nomor 4 terbesar di tanah air.
Mengenai pemanfaatan logam emas, umumnya digunakan sebagai investasi dalam bentuk emas batangan.
Pemanfaatan emas di bidang industri antara lain dikonsumsi oleh industri elektronik dan industri rekayasa listrik. Mulai dari pelapis pipa vakum, material khusus kontak listrik, kawat listrik, konduktor kualitas tinggi, untuk mencetak sirkuit komputer, radio, dan televisi. Juga digunakan sebagai bahan pelapis khusus alat kimia dan nuklir, inframerah dan reflektor panas pada pesawat terbang dan pesawat ruang angkasa.
Selain itu, emas banyak digunakan menjadi berbagai perhiasan untuk wanita. Untuk membuat medali emas dalam berbagai event lomba, dan terapi kecantikan. Sejumlah kecil emas juga dipakai untuk mewarnai gelas, sedikit garam emas digunakan pada proses fotografi tertentu dan persiapan medis.
Sedangkan perak banyak dibentuk menjadi berbagai jenis benda. Antara lain perhiasan, alat transaksi dalam bidang investasi, kerajinan perak, sebagai campuran bahan untuk membuat perlengkapan medis, produksi medali, dll. (bersambung/mea)