25 C
Medan
Wednesday, December 4, 2024
spot_img

Praktek Herbarium Daun, Siswa: Ternyata Gasing!

Mapel IPA di MTsN 2 Asahan

Siswi kelas VII MTs Negeri 2 Asahan, praktek bikin herbarium daun, yang dirancang oleh guru IPA mereka, Rismawati R. Manurung.

KISARAN, SUMUTPOS.CO – “Belajar IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) itu ternyata gasing: gampang, asyik, dan menyenangkan,” celoteh para siswa-siswi kelas VII MTs Negeri 2 Asahan, setelah praktek bikin herbarium daun, oleh guru IPA mereka, Rismawati R. Manurung.

Praktek siswa bikin herbarium daun dirancang bu guru Rismawati, sebagai strategi pembelajaran mata pelajaran IPA pada materi Keanekaragaman Tumbuhan, di masa pandemi Covid-19. Alasannya, agar materi belajar dan tugas tidak terasa membosankan jika hanya berupa konsep atau teori, apalagi disampaikan lewat sistem daring (dalam jaringan) sebagai langkah social distancing. “Rasa lelah dan bosan ‘kan dapat menurunkan imunitas tubuh. Apalagi ini pandemi Covid-19. Makanya, saya ubah bentuk penugasan dari teori/ konsep menjadi praktik,” kata Rismawati R Manurung, kepada Sumut Pos, Senin (26/10/2020).

Untuk menghindari penularan Covid-19, murid-murid ditugaskan berkreasi di rumah masing-masing. dengan tetap didampingi orangtua.

Awalnya, jelas Rismawati, para murid dikirim video dan LKPD melalui WAG (WhatsApp Group) pada minggu pertama pelajaran. Pengiriman materi lewat video ini untuk mencegah kerumunan sesuai protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Video itu isinya informasi tentang tugas proyek berupa pembuatan herbarium daun.

“Para siswa saya tugaskan memilih dan mengambil lima jenis daun yang ada di lingkungan sekitarnya. Tentu dengan tetap didampingi orangtua. Kemudian daun-daun itu diletakkan di lembaran buku bekas pada halaman berbeda. Tujuannya untuk mengeringkankan daun secara alami. Setiap hari, daun itu di angin-anginkan supaya tidak berjamur. Selanjutnya, para siswa mencatat nama daun dalam bahasa lokal dan bahasa Latin, nama kelas tumbuhan, serta tanggal pengambilan daun,” jelas Risma yang juga salahsatu fasilitator daerah komunikasi Asahan Program Pintar Tanoto Foundation ini.

Pada minggu kedua, ia melakukan pertemuan virtual menggunakan aplikasi Messenger. Lewat belajar daring itu, para siswa dievaluasi apakah sudah mengerjakan teknik pembuatan herbarium daun sesuai prosedur kerja yang ditetapkan.

“Pada pertemuan itu, saya menayangkan beberapa contoh/bentuk herbarium. Tujuannya sebagai bahan referensi bagi peserta didik. Karena pada minggu ketiga atau keempat, daun yang sudah kering itu akan diminta dilengketkan di wadah sesuai kreativitas masing-masing. Wadahnya diutamakan barang-barang bekas yang ada di lingkungan masing-masing,” cetus bu guru yang juga peserta pelatihan Pengembangan Budaya Baca Tanoto Foundation ini.

Di akhir pertemuan virtual, ia membuka sesi tanya jawab dengan peserta didik tentang masalah/kendala saat proses pembuatan herbarium daun.

Radityo, mengaku sangat senang membuat herbarium daun. “Ini bisa dikenang saat saya sudah besar nanti,” celotehnya gembira.

Proyek pembuatan herbarium daun batas diberi waktu selama satu bulan. Setelah satu bulan, guru melakukan pengumpulan hasil kerja. Hasilnya, berbagai herbarium daun terkumpul.

“Kreativitas para anak terlihat dari herbarium daun tersebut. Ada yang membuatnya pada buku bekas, buku baru, karton bekas, kardus, dan juga triplek bekas. Semua daun sudah kering dan memiliki nama lokal dan Latin, serta tanggal pembuatan. Lewat proyek herbarium daun itu, kita lebih mudah mengenal ciri-ciri tumbuhan,” cetusnya penuh semangat.

Pengakuan para murid kepada bu guru Rismawati, proyek pembuatan herbarium daun tersebut membuat mereka belajar secara aktif, dan terasa menyenangkan. Karena mengalami langsung belajar dari lingkungan, serta lebih mengenal dekat beragam jenis tumbuhan.

“Kayla jadi tahu, kalau membuat herbarium itu caranya cukup sederhana. Selain itu, ciri–ciri daun monokotil dan dikotil ternyata berbeda,” kata Kayla, siswa kelas VII, kepada Risma.

Murid lainnya, Vivi Anggraini juga mengatakan hal senada. “Setelah mengerjakan proyek herbarium daun ini, saya baru tau kalau tanaman di lingkungan rumah saya ternyata beraneka ragam. Bahkan ternyata ada nama Latinnya,” katanya tertawa.

Murid lainnya, Radityo, mengaku sangat senang membuat herbarium daun. “Ini bisa dikenang saat saya sudah besar nanti,” celotehnya gembira.

Menurut penilaian Rismawati, para peserta didik mengalami pembelajaran aktif dan menyenangkan, serta berkreasi sesuai kemampuannya lewat proses pembuatan herbarium daun. “Mereka semua mengaku belajar IPA ternyata gasing. Seperti dikatakan bapak Prof. Yohannes Surya (ahli Fisika),” tutup Risma, seraya tersenyum manis. (rel/mea)

Mapel IPA di MTsN 2 Asahan

Siswi kelas VII MTs Negeri 2 Asahan, praktek bikin herbarium daun, yang dirancang oleh guru IPA mereka, Rismawati R. Manurung.

KISARAN, SUMUTPOS.CO – “Belajar IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) itu ternyata gasing: gampang, asyik, dan menyenangkan,” celoteh para siswa-siswi kelas VII MTs Negeri 2 Asahan, setelah praktek bikin herbarium daun, oleh guru IPA mereka, Rismawati R. Manurung.

Praktek siswa bikin herbarium daun dirancang bu guru Rismawati, sebagai strategi pembelajaran mata pelajaran IPA pada materi Keanekaragaman Tumbuhan, di masa pandemi Covid-19. Alasannya, agar materi belajar dan tugas tidak terasa membosankan jika hanya berupa konsep atau teori, apalagi disampaikan lewat sistem daring (dalam jaringan) sebagai langkah social distancing. “Rasa lelah dan bosan ‘kan dapat menurunkan imunitas tubuh. Apalagi ini pandemi Covid-19. Makanya, saya ubah bentuk penugasan dari teori/ konsep menjadi praktik,” kata Rismawati R Manurung, kepada Sumut Pos, Senin (26/10/2020).

Untuk menghindari penularan Covid-19, murid-murid ditugaskan berkreasi di rumah masing-masing. dengan tetap didampingi orangtua.

Awalnya, jelas Rismawati, para murid dikirim video dan LKPD melalui WAG (WhatsApp Group) pada minggu pertama pelajaran. Pengiriman materi lewat video ini untuk mencegah kerumunan sesuai protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Video itu isinya informasi tentang tugas proyek berupa pembuatan herbarium daun.

“Para siswa saya tugaskan memilih dan mengambil lima jenis daun yang ada di lingkungan sekitarnya. Tentu dengan tetap didampingi orangtua. Kemudian daun-daun itu diletakkan di lembaran buku bekas pada halaman berbeda. Tujuannya untuk mengeringkankan daun secara alami. Setiap hari, daun itu di angin-anginkan supaya tidak berjamur. Selanjutnya, para siswa mencatat nama daun dalam bahasa lokal dan bahasa Latin, nama kelas tumbuhan, serta tanggal pengambilan daun,” jelas Risma yang juga salahsatu fasilitator daerah komunikasi Asahan Program Pintar Tanoto Foundation ini.

Pada minggu kedua, ia melakukan pertemuan virtual menggunakan aplikasi Messenger. Lewat belajar daring itu, para siswa dievaluasi apakah sudah mengerjakan teknik pembuatan herbarium daun sesuai prosedur kerja yang ditetapkan.

“Pada pertemuan itu, saya menayangkan beberapa contoh/bentuk herbarium. Tujuannya sebagai bahan referensi bagi peserta didik. Karena pada minggu ketiga atau keempat, daun yang sudah kering itu akan diminta dilengketkan di wadah sesuai kreativitas masing-masing. Wadahnya diutamakan barang-barang bekas yang ada di lingkungan masing-masing,” cetus bu guru yang juga peserta pelatihan Pengembangan Budaya Baca Tanoto Foundation ini.

Di akhir pertemuan virtual, ia membuka sesi tanya jawab dengan peserta didik tentang masalah/kendala saat proses pembuatan herbarium daun.

Radityo, mengaku sangat senang membuat herbarium daun. “Ini bisa dikenang saat saya sudah besar nanti,” celotehnya gembira.

Proyek pembuatan herbarium daun batas diberi waktu selama satu bulan. Setelah satu bulan, guru melakukan pengumpulan hasil kerja. Hasilnya, berbagai herbarium daun terkumpul.

“Kreativitas para anak terlihat dari herbarium daun tersebut. Ada yang membuatnya pada buku bekas, buku baru, karton bekas, kardus, dan juga triplek bekas. Semua daun sudah kering dan memiliki nama lokal dan Latin, serta tanggal pembuatan. Lewat proyek herbarium daun itu, kita lebih mudah mengenal ciri-ciri tumbuhan,” cetusnya penuh semangat.

Pengakuan para murid kepada bu guru Rismawati, proyek pembuatan herbarium daun tersebut membuat mereka belajar secara aktif, dan terasa menyenangkan. Karena mengalami langsung belajar dari lingkungan, serta lebih mengenal dekat beragam jenis tumbuhan.

“Kayla jadi tahu, kalau membuat herbarium itu caranya cukup sederhana. Selain itu, ciri–ciri daun monokotil dan dikotil ternyata berbeda,” kata Kayla, siswa kelas VII, kepada Risma.

Murid lainnya, Vivi Anggraini juga mengatakan hal senada. “Setelah mengerjakan proyek herbarium daun ini, saya baru tau kalau tanaman di lingkungan rumah saya ternyata beraneka ragam. Bahkan ternyata ada nama Latinnya,” katanya tertawa.

Murid lainnya, Radityo, mengaku sangat senang membuat herbarium daun. “Ini bisa dikenang saat saya sudah besar nanti,” celotehnya gembira.

Menurut penilaian Rismawati, para peserta didik mengalami pembelajaran aktif dan menyenangkan, serta berkreasi sesuai kemampuannya lewat proses pembuatan herbarium daun. “Mereka semua mengaku belajar IPA ternyata gasing. Seperti dikatakan bapak Prof. Yohannes Surya (ahli Fisika),” tutup Risma, seraya tersenyum manis. (rel/mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/