27.8 C
Medan
Thursday, May 9, 2024

Langkat Kecipratan 12%

Jika Ladang Migas Benggala Hasilkan Gas Bumi

BINJAI-Pengoperasian sumur migas Benggala (BGL)-01 di Desa Tanjung Jati, Kecamatan Binjai, Kebupaten Langkat, tinggal menunggu waktu sajan
Pundi-pundi yang akan masuk ke kas daerah mulai tergambar. Menurut ketentuan, jika ladang itu menghasilkan gas bumi, Pemkab Langkat akan mendapat jatah 12 persen.

Sementara jika hasilnya adalah minyak bumi, Pemkab Langkat mendapat 6 persen.
“Kalau bisa hasil migasnya melimpah-ruah, karena tentu menjadi suatu pemasukan bagi kas kita selaku daerah yang memiliki sumur minyak,” kata Kadis Pertambangan dan Energi Pemkab Langkat Iskandar, ketika dikonfirmasi kemarin.

Sesuai UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Kabupaten Langkat mendapat 12 persen dari ladang migas tersebut; khusus gas bumi. Selain Pemkab Langkat, Pemerintah Provinsi Sumut dan 32 kabupaten/kota lainnya juga kecipratan penghasilan jika ladang migas itu berproduksi.

Sesuai Pasal 14 huruf f UU Nomor 33 Tahun 2004, penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan, 69,5 persen untuk Pemerintah, dan 30,5 persen untuk daerah.

Selanjutnya di pasal 19 diatur bahwa angka 30,5 persen itu dibagi-bagi, dengan rincian 6 persen untuk provinsi, 12 persen untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 12 persen dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Sisanya sebesar 0,5 persen dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

Seperti diketahui, dalam keterangnya Selasa (25/12), Manajer Humas Pertamina EP, Agus Amperianto, menjelaskan, selain gas, hasil uji produksi pada sumur Benggala (BGL-1) di Binjai juga menemukan kondensat sebesar 857,5 barel per hari (BCPD).

Kondensat adalah fraksi minyak bumi yang terkandung dalam aliran dari sumur gas. Kondensat merupakan hasil sampingan pengolahan gas, yang bisa menjadi bahan untuk pembuatan tiner dan digunakan sebagai minyak bakar seperti memanaskan aspal.

Nah, sesuai ketentuan UU Nomor 33 Tahun 2004 itu, Bagi Hasil untuk Minyak Bumi dibagi dengan imbangan 84,5 persen untuk Pemerintah Pusat dan 15,5 persen untuk pemda.

Selanjutnya angka 15,5 persen itu dirinci, 3 persen jatah provinsi yang bersangkutan, 6 persen Kabupaten/Kota penghasil, 6 persen untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5 persen dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

“Memang bagi hasilnya kecil, tapi kalau hasil migasnya melimpah, kan besar juga kita dapat. Makanya doakan agar hasil migas di daerah kita ini bertambah, biar kita termasuk daerah penghasil migas seperti Siak, Riau,” harap mantan Kabag Humas Pemkab Langkat ini.

Dia juga mengakui, selain di BGL-01, eksplorasi juga akan dilakukan di Pangkalan Berandan. “Ya, seperti yang disebutkan, memang ada satu kawasan lagi di wilayah Berandan yang akan di eksplorasi, tapi saat ini belum dilakukan,” ungkapnya.

Terkait dengan itu, menurut Humas Eksplorasi Benggala-01, Heri, ketika ditemui di lokasi pengeboran sumur BGL-01, dari hasil pengeboran yang sudah dilakukan timnya, memang ada beberapa titik kedalaman pengeboran ditemukan sumber migas, seperti gas dan kondensat.

Dari 11 titik yang ditemukan, sebutnya, sembilan diantaranya sudah dilakukan uji laboratorium di Pertamina dan sisanya masih menunggu hasil lab. “Dari ekplorasi BGL-01 ini, kita menemukan 11 titik sumber migas, sembilan di antaranya sudah dilakukan uji lab dan tinggal menunggu sisanya,” ungkap Heri, Kamis (26/12).

Dia menambahkan, dari 11 titik yang diketahui memiliki sumber-sumber migas, terdapat sumber migas terbesar di titik delapan dengan kedalaman sekitar 2.400 MD. “Memang ada titik sumber migas yang terbesar yaitu titik 6 di kisaran kedalaman 1.300 MD, titik 8 di 2.400 MD dan titik 9 di kisaran 2.600 MD. Tapi yang terbesar ada di titik 8, saat itu didapati semburan gas yang besar dan kondensat,” paparnya.

Diakui Heri, melihat dari hasil ekplorasi yang dilakukan pihaknya, kandungan hidrokarbon terbesar dimiliki BGL-01 merupakan gas. Sementara kandungan kondensatnya belum menunjukkan hasil yang memuaskan. “Kalau di BGL-01 ini paling banyak gas, kondensat pun ada, tapi tidak sebanding dengan gasnya,” papar dia.

Pengeboran, tambah Heri, sudah dilakukan sejak enam bulan lalu dan sampai saat ini masih terus dilakukan pencarian di titik mana sumber migas terbesar. “Ya, sekarang kita masih menunggu hasil lab tuntas, baru kemudian kita tentukan di titik mana Put On Productionnya,” ungkap dia.

Pun begitu, lanjutnya, pihaknya hanya sebatas melakukan eksplorasi saja. Jika nantinya sumur Benggala-01 ini positif dijadikan sumur produksi migas, tentu yang mengelolanya pihak Pertamina. “Dengan begitu, tugas kita sudah selesai mencari kandungan migas di Benggala ini,” ungkap pria kelahiran Medan ini.

Dia juga berharap, ekplorasi di BGL-01 ini dapat sukses dengan hasil yang memuaskan baik bagi pihaknya selaku pencari sumber migas, terlebih bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan energi di tanah air. “Harapannya eksplorasi ini sukses sesuai harapan,” jelasnya.

Terlepas dari itu, penemuan ladang baru di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat menurut Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara, tidaklah harus dihebohkan. Pasalnya, kandungan yang mencapai 13,2 standar kaki kubik per hari (MMSCFD), masuk kategori sedang. Meski demikian, menurut Marwan Batubara, angka itu sudah lumayan untuk menambah pasokan gas dalam negeri.

“Itu sedang-sedang saja lah. Setidaknya kalau dibandingkan dengan Blok Mahakam (di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, Red) yang mencapai 2000 MMSCFD. Sedang tapi untuk upaya meningkatkan produksi gas, ya lumayan,” ujar Marwan Batubara di Jakarta, kemarin (26/12).

Meski masuk kategori sedang, pria kelahiran Delitua, Sumut, itu menyebut sisi lain yang menguntungkan dari apsek biaya produksi. Yakni, lokasinya yang di daratan. Berbeda jika di lepas pantai, biaya produksinya sangat tinggi.”Yang pasti kita perlu mengapresiasi Pertamina EP dalam upayanya menghidupkan kembali ladang-ladang migas yang sudah lama ditinggalkan,” kata Marwan.

Lebih lanjut dia mengatakan, yang lebih penting lagi untuk segera diketahui adalah berapa sebenarnya cadangan migas yang ada di Binjai itu. Pasalnya, kata dia, bicara temuan ladang migas, selalu bicara soal cadangan yang terkandung di dalamnya.

Dia menduga, jumlah cadangan belum diumumkan karena memang saat ini masih dalam proses. “Data angka mengenai cadangan itu penting untuk mengetahui untuk berapa lama gas itu bisa terus disedot,” kata dia. (ndi/sam)

Jika Ladang Migas Benggala Hasilkan Gas Bumi

BINJAI-Pengoperasian sumur migas Benggala (BGL)-01 di Desa Tanjung Jati, Kecamatan Binjai, Kebupaten Langkat, tinggal menunggu waktu sajan
Pundi-pundi yang akan masuk ke kas daerah mulai tergambar. Menurut ketentuan, jika ladang itu menghasilkan gas bumi, Pemkab Langkat akan mendapat jatah 12 persen.

Sementara jika hasilnya adalah minyak bumi, Pemkab Langkat mendapat 6 persen.
“Kalau bisa hasil migasnya melimpah-ruah, karena tentu menjadi suatu pemasukan bagi kas kita selaku daerah yang memiliki sumur minyak,” kata Kadis Pertambangan dan Energi Pemkab Langkat Iskandar, ketika dikonfirmasi kemarin.

Sesuai UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Kabupaten Langkat mendapat 12 persen dari ladang migas tersebut; khusus gas bumi. Selain Pemkab Langkat, Pemerintah Provinsi Sumut dan 32 kabupaten/kota lainnya juga kecipratan penghasilan jika ladang migas itu berproduksi.

Sesuai Pasal 14 huruf f UU Nomor 33 Tahun 2004, penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan, 69,5 persen untuk Pemerintah, dan 30,5 persen untuk daerah.

Selanjutnya di pasal 19 diatur bahwa angka 30,5 persen itu dibagi-bagi, dengan rincian 6 persen untuk provinsi, 12 persen untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 12 persen dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Sisanya sebesar 0,5 persen dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

Seperti diketahui, dalam keterangnya Selasa (25/12), Manajer Humas Pertamina EP, Agus Amperianto, menjelaskan, selain gas, hasil uji produksi pada sumur Benggala (BGL-1) di Binjai juga menemukan kondensat sebesar 857,5 barel per hari (BCPD).

Kondensat adalah fraksi minyak bumi yang terkandung dalam aliran dari sumur gas. Kondensat merupakan hasil sampingan pengolahan gas, yang bisa menjadi bahan untuk pembuatan tiner dan digunakan sebagai minyak bakar seperti memanaskan aspal.

Nah, sesuai ketentuan UU Nomor 33 Tahun 2004 itu, Bagi Hasil untuk Minyak Bumi dibagi dengan imbangan 84,5 persen untuk Pemerintah Pusat dan 15,5 persen untuk pemda.

Selanjutnya angka 15,5 persen itu dirinci, 3 persen jatah provinsi yang bersangkutan, 6 persen Kabupaten/Kota penghasil, 6 persen untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5 persen dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

“Memang bagi hasilnya kecil, tapi kalau hasil migasnya melimpah, kan besar juga kita dapat. Makanya doakan agar hasil migas di daerah kita ini bertambah, biar kita termasuk daerah penghasil migas seperti Siak, Riau,” harap mantan Kabag Humas Pemkab Langkat ini.

Dia juga mengakui, selain di BGL-01, eksplorasi juga akan dilakukan di Pangkalan Berandan. “Ya, seperti yang disebutkan, memang ada satu kawasan lagi di wilayah Berandan yang akan di eksplorasi, tapi saat ini belum dilakukan,” ungkapnya.

Terkait dengan itu, menurut Humas Eksplorasi Benggala-01, Heri, ketika ditemui di lokasi pengeboran sumur BGL-01, dari hasil pengeboran yang sudah dilakukan timnya, memang ada beberapa titik kedalaman pengeboran ditemukan sumber migas, seperti gas dan kondensat.

Dari 11 titik yang ditemukan, sebutnya, sembilan diantaranya sudah dilakukan uji laboratorium di Pertamina dan sisanya masih menunggu hasil lab. “Dari ekplorasi BGL-01 ini, kita menemukan 11 titik sumber migas, sembilan di antaranya sudah dilakukan uji lab dan tinggal menunggu sisanya,” ungkap Heri, Kamis (26/12).

Dia menambahkan, dari 11 titik yang diketahui memiliki sumber-sumber migas, terdapat sumber migas terbesar di titik delapan dengan kedalaman sekitar 2.400 MD. “Memang ada titik sumber migas yang terbesar yaitu titik 6 di kisaran kedalaman 1.300 MD, titik 8 di 2.400 MD dan titik 9 di kisaran 2.600 MD. Tapi yang terbesar ada di titik 8, saat itu didapati semburan gas yang besar dan kondensat,” paparnya.

Diakui Heri, melihat dari hasil ekplorasi yang dilakukan pihaknya, kandungan hidrokarbon terbesar dimiliki BGL-01 merupakan gas. Sementara kandungan kondensatnya belum menunjukkan hasil yang memuaskan. “Kalau di BGL-01 ini paling banyak gas, kondensat pun ada, tapi tidak sebanding dengan gasnya,” papar dia.

Pengeboran, tambah Heri, sudah dilakukan sejak enam bulan lalu dan sampai saat ini masih terus dilakukan pencarian di titik mana sumber migas terbesar. “Ya, sekarang kita masih menunggu hasil lab tuntas, baru kemudian kita tentukan di titik mana Put On Productionnya,” ungkap dia.

Pun begitu, lanjutnya, pihaknya hanya sebatas melakukan eksplorasi saja. Jika nantinya sumur Benggala-01 ini positif dijadikan sumur produksi migas, tentu yang mengelolanya pihak Pertamina. “Dengan begitu, tugas kita sudah selesai mencari kandungan migas di Benggala ini,” ungkap pria kelahiran Medan ini.

Dia juga berharap, ekplorasi di BGL-01 ini dapat sukses dengan hasil yang memuaskan baik bagi pihaknya selaku pencari sumber migas, terlebih bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan energi di tanah air. “Harapannya eksplorasi ini sukses sesuai harapan,” jelasnya.

Terlepas dari itu, penemuan ladang baru di Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat menurut Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara, tidaklah harus dihebohkan. Pasalnya, kandungan yang mencapai 13,2 standar kaki kubik per hari (MMSCFD), masuk kategori sedang. Meski demikian, menurut Marwan Batubara, angka itu sudah lumayan untuk menambah pasokan gas dalam negeri.

“Itu sedang-sedang saja lah. Setidaknya kalau dibandingkan dengan Blok Mahakam (di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, Red) yang mencapai 2000 MMSCFD. Sedang tapi untuk upaya meningkatkan produksi gas, ya lumayan,” ujar Marwan Batubara di Jakarta, kemarin (26/12).

Meski masuk kategori sedang, pria kelahiran Delitua, Sumut, itu menyebut sisi lain yang menguntungkan dari apsek biaya produksi. Yakni, lokasinya yang di daratan. Berbeda jika di lepas pantai, biaya produksinya sangat tinggi.”Yang pasti kita perlu mengapresiasi Pertamina EP dalam upayanya menghidupkan kembali ladang-ladang migas yang sudah lama ditinggalkan,” kata Marwan.

Lebih lanjut dia mengatakan, yang lebih penting lagi untuk segera diketahui adalah berapa sebenarnya cadangan migas yang ada di Binjai itu. Pasalnya, kata dia, bicara temuan ladang migas, selalu bicara soal cadangan yang terkandung di dalamnya.

Dia menduga, jumlah cadangan belum diumumkan karena memang saat ini masih dalam proses. “Data angka mengenai cadangan itu penting untuk mengetahui untuk berapa lama gas itu bisa terus disedot,” kata dia. (ndi/sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/