25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Semalaman Warga tak Ada yang Tidur

Madina Dilanda Banjir, 967 Rumah Rusak

Hujan deras yang mengguyur sembilan desa di Kecamatan Panyabungan, Mandailing Natal, selama jam mulai pukul 16.00 WIB hingga 20.00 WIB, pada Minggu (26/2) malam, mengakibatkan sedikitnya 967 rumah rusak. Tidak ada korban jiwa dalam banjir terbesar sejak beberapa tahun terakhir ini. Namun, kerugian ditaksir mencapai miliaran rupiah.

Malam itu, sekira pukul 20.30 WIB hujan menyisakan gerimis. Ismail Nasution, warga Desa Manyabar, Kecamatan Panyabungan ini, resah karena sedari beberapa jam lalu hujan deras terus turun. Air juga mulai menggenangi rumahnya meski hanya sebatas mata kaki. Ia pun sibuk membersihkan genangan air tersebut.

Kejadian ini tidak hanya dirasakan Ismail, ribuan warga di sembilan desa di Kecamatan Panyabungan, yakni Desa Sopo Batu, Gunung Tua Jae, Gunung Tua Julu, Gunung Tua Tonga, Gunung Manaon, Pagaran Tonga, Manyabar, Manyabar Jae, dan Sabajambu, juga merasakan hal serupa.

“Mulai Minggu sore hingga malam harinya hujan tak kunjung reda. Akibatnya sungai Aek Kitang yang mengalir dari Desa Sopo Batu hingga Manyabar meluap karena tak mampu menampung debit air,” cerita Ismail, Senin (27/2) pagi.

Selanjutnya, sambung Ismail, saat air meluap dan mulai menggenangi pemukiman, ketika itu pula semua warga sibuk menyelamatkan harta dan benda masing-masing. Perabotan rumah tangga dipindahkan ke lokasi yang lebih aman. Warga juga memilih ngungsi ke desa lain yang tidak terkena banjir, misalnya Panyabungan Julu dan Panyabungan Jae dan pusat kota Panyabungan.

“Tadi (kemarin) malam seluruh warga panik! Selain semua rumah terendam, badan jalan di desa ini juga digenangi air sehingga sulit untuk melewatinya” sebut Ismail.

Ismail menambahkan, pada Senin (27/2) pagi warga yang mengungsi ke desa lain ada yang sudah kembali ke rumah masing-masing untuk membersihkan rumah.

Hal serupa juga diceritakan Andi Khairul. Menurut warga Sabajambu ini, Minggu malam warga yang tinggal di desanya panik. Sebab, Desa Sabajambu berdekatan dengan Manyabar, Gunung Manaon, serta Pagaran Tonga, yang sering dilanda banjir.

“Di sini langganan banjir kalau hujan. Jadi, warga langsung beregerak menyelamatkan harta benda. Sehingga tak ada seorang pun korban jiwa, hanya benda berat saja seperti lemari yang terendam. Semalaman warga tidak ada yang tidur. Dan paginya semua warga kembali membersihkan rumah masing-masing,” jelas Andi.

Banjir yang menerjang juga meruntuhkan jembatan Gunung Tua yang membentang sepanjang 50 meter di jalinsum Desa Gunungtua, Kecamatan Panyabungan. Jembatan yang menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dengan Sumatera Barat ini, runtuh setelah dihantam air sungai Rantopuran, Minggu (26/2) malam.

Informasi yang dihimpun METRO (grup Sumut Pos), jembatan runtuh secara bertahap. Awalnya aboutmen (penyangga) jembatan mulai bergeser tetapi masih kuat dan bisa dilewati kendaraan roda dua. Namun, masih dalam pengawalan pihak keamanan. Lalu sekitar pukul 19.30 WIB, pihak keamanan menyetop segala kendaraan yang lewat. Selanjutnya, sekira pukul 21.00 WIB jembatan tambah miring kemudian runtuh total.

Lebar sungai Rantopuran kondisi normal hanya sekitar 20 meter. Tetapi akibat hujan deras, sungai meluap hingga membuat lebar sungai menjadi sekira 80 meter dengan kedalaman hampir  empat meter sedangkan jembatan dengan ketinggian dari dasar sungai 6 meter.

Akibat badan sungai yang meluap ini, empat  rumah yang berada di sekitar daerah aliran sungai (DAS) hanyut, satu rumah di antaranya rumah permanen, kemudian dua warung kopi di pinggir sungai juga ikut terbawa arus.

Menurut warga sekitar, Iswadi Batubara, banjir ini merupakan banjir terbesar sejak beberapa puluh tahun terakhir. Pada tahun 2005 lalu jembatan Gunung Tua pernah rubuh tetapi tak separah kali ini. “Kalau dari kerugian dan korbannya, saya rasa inilah yang paling parah. Jembatan itu memang pernah rubuh pada tahun 2005 tapi tak separah ini,” sebutnya.

Sedangkan pemilik rumah dan warung kopi yang hanyut sudah mengungsi ke rumah keluarganya di Panyabungan. Dari keterangan warga sekitar, pemilik rumah masih sempat bisa menyelamatkan isi rumahnya tetapi tak semuanya.

Bupati Madina HM Hidayat Batubara kepada wartawan menjelaskan, sejauh ini pihaknya sudah mengecek penyebab runtuhnya jembatan. Hasilnya untuk sementara pihaknya tidak menemukan kejanggalan-kejanggalan.

“Kita sudah turun ke lapangan, sejauh ini kita tidak menemukan kejanggalan. Ini murni akibat luapan dan terjangan air yang cukup besar sehingga aboutmen jembatan bergeser dan akhirnya putus,” sebut Hidayat. (wan/smg)

Madina Dilanda Banjir, 967 Rumah Rusak

Hujan deras yang mengguyur sembilan desa di Kecamatan Panyabungan, Mandailing Natal, selama jam mulai pukul 16.00 WIB hingga 20.00 WIB, pada Minggu (26/2) malam, mengakibatkan sedikitnya 967 rumah rusak. Tidak ada korban jiwa dalam banjir terbesar sejak beberapa tahun terakhir ini. Namun, kerugian ditaksir mencapai miliaran rupiah.

Malam itu, sekira pukul 20.30 WIB hujan menyisakan gerimis. Ismail Nasution, warga Desa Manyabar, Kecamatan Panyabungan ini, resah karena sedari beberapa jam lalu hujan deras terus turun. Air juga mulai menggenangi rumahnya meski hanya sebatas mata kaki. Ia pun sibuk membersihkan genangan air tersebut.

Kejadian ini tidak hanya dirasakan Ismail, ribuan warga di sembilan desa di Kecamatan Panyabungan, yakni Desa Sopo Batu, Gunung Tua Jae, Gunung Tua Julu, Gunung Tua Tonga, Gunung Manaon, Pagaran Tonga, Manyabar, Manyabar Jae, dan Sabajambu, juga merasakan hal serupa.

“Mulai Minggu sore hingga malam harinya hujan tak kunjung reda. Akibatnya sungai Aek Kitang yang mengalir dari Desa Sopo Batu hingga Manyabar meluap karena tak mampu menampung debit air,” cerita Ismail, Senin (27/2) pagi.

Selanjutnya, sambung Ismail, saat air meluap dan mulai menggenangi pemukiman, ketika itu pula semua warga sibuk menyelamatkan harta dan benda masing-masing. Perabotan rumah tangga dipindahkan ke lokasi yang lebih aman. Warga juga memilih ngungsi ke desa lain yang tidak terkena banjir, misalnya Panyabungan Julu dan Panyabungan Jae dan pusat kota Panyabungan.

“Tadi (kemarin) malam seluruh warga panik! Selain semua rumah terendam, badan jalan di desa ini juga digenangi air sehingga sulit untuk melewatinya” sebut Ismail.

Ismail menambahkan, pada Senin (27/2) pagi warga yang mengungsi ke desa lain ada yang sudah kembali ke rumah masing-masing untuk membersihkan rumah.

Hal serupa juga diceritakan Andi Khairul. Menurut warga Sabajambu ini, Minggu malam warga yang tinggal di desanya panik. Sebab, Desa Sabajambu berdekatan dengan Manyabar, Gunung Manaon, serta Pagaran Tonga, yang sering dilanda banjir.

“Di sini langganan banjir kalau hujan. Jadi, warga langsung beregerak menyelamatkan harta benda. Sehingga tak ada seorang pun korban jiwa, hanya benda berat saja seperti lemari yang terendam. Semalaman warga tidak ada yang tidur. Dan paginya semua warga kembali membersihkan rumah masing-masing,” jelas Andi.

Banjir yang menerjang juga meruntuhkan jembatan Gunung Tua yang membentang sepanjang 50 meter di jalinsum Desa Gunungtua, Kecamatan Panyabungan. Jembatan yang menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dengan Sumatera Barat ini, runtuh setelah dihantam air sungai Rantopuran, Minggu (26/2) malam.

Informasi yang dihimpun METRO (grup Sumut Pos), jembatan runtuh secara bertahap. Awalnya aboutmen (penyangga) jembatan mulai bergeser tetapi masih kuat dan bisa dilewati kendaraan roda dua. Namun, masih dalam pengawalan pihak keamanan. Lalu sekitar pukul 19.30 WIB, pihak keamanan menyetop segala kendaraan yang lewat. Selanjutnya, sekira pukul 21.00 WIB jembatan tambah miring kemudian runtuh total.

Lebar sungai Rantopuran kondisi normal hanya sekitar 20 meter. Tetapi akibat hujan deras, sungai meluap hingga membuat lebar sungai menjadi sekira 80 meter dengan kedalaman hampir  empat meter sedangkan jembatan dengan ketinggian dari dasar sungai 6 meter.

Akibat badan sungai yang meluap ini, empat  rumah yang berada di sekitar daerah aliran sungai (DAS) hanyut, satu rumah di antaranya rumah permanen, kemudian dua warung kopi di pinggir sungai juga ikut terbawa arus.

Menurut warga sekitar, Iswadi Batubara, banjir ini merupakan banjir terbesar sejak beberapa puluh tahun terakhir. Pada tahun 2005 lalu jembatan Gunung Tua pernah rubuh tetapi tak separah kali ini. “Kalau dari kerugian dan korbannya, saya rasa inilah yang paling parah. Jembatan itu memang pernah rubuh pada tahun 2005 tapi tak separah ini,” sebutnya.

Sedangkan pemilik rumah dan warung kopi yang hanyut sudah mengungsi ke rumah keluarganya di Panyabungan. Dari keterangan warga sekitar, pemilik rumah masih sempat bisa menyelamatkan isi rumahnya tetapi tak semuanya.

Bupati Madina HM Hidayat Batubara kepada wartawan menjelaskan, sejauh ini pihaknya sudah mengecek penyebab runtuhnya jembatan. Hasilnya untuk sementara pihaknya tidak menemukan kejanggalan-kejanggalan.

“Kita sudah turun ke lapangan, sejauh ini kita tidak menemukan kejanggalan. Ini murni akibat luapan dan terjangan air yang cukup besar sehingga aboutmen jembatan bergeser dan akhirnya putus,” sebut Hidayat. (wan/smg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/