SUMUTPOS.CO- Satrina Yusti Sitohang, salah seorang korban yang berhasil selamat dari tragedi maut tersebut mengaku sedih mengingat kepergian 17 kawan satu mobilnya setiap hari berangkat sekolah. Dengan kondisi sedikit trauma, Satrina menceritakan sekilas apa yang dialami hingga truk tersebut terbalik.
Dari Afdeling II kebun sawit milik PT SGSR tempat tinggalnya, siswa yang masih duduk dibangku kelas VIII Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini naik ke dalam dum truk yang sudah menjemputnya. Di sana, ada sekitar 39 orang lagi temannya siap diantar ke sekolah. Posisinya, ia berdiri tepat di tengah-tengah truk melaju dengan kecepatan tinggi. Menurut beberapa orang teman yang disampingnya mengatakan kalau truk yang mereka tumpangi sedang kejar-kejaran dengan truk yang lain.
“Aku berdiri di tengah-tengah. Mobilnya kencang, kata kawanku lagi balapan dengan truk lain,” ungkap Satrina.
Tak diketahui penyebabnya lanjut dia, tiba-tiba saja truk terbalik. Bersyukur saat itu ia berada di atas menimpa rekan-rekannya yang masuk ke dalam lumpur. Dengan hati yang kalut, iapun mencoba keluar dari dalam truk dengan tanpa sadar memijak tubuh rekan-rekannya tersebut. “Gak tahu lagi aku, kulihat aku sudah ada di atas mereka (korban lain). Terpaksa kupijak orang itu biar bias aku keluar,” ucapnya.
Menurut pengakuannya, jumlah penumpang saat itu tidak begitu banyak, bila dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya yang selalu berdesak-desakan, saking banyaknya. Karena, sebagian anak kelas VI, IX dan XII sudah tidak sekolah lagi. “Biasanya banyak, sampai berdempetan berdiri, kalau tadi sedikit, karena ada yang sudah gak sekolah lagi,” katanya dengan polosnya.
Hal senada juga dikatakan Rezekiani Laia korban selamat lainnya mengaku kehilangan 2 adiknya (Gebriel dan Viliania) pada kecelakaan maut tersebut. Diakuinya, bahwa Ramadhani (25) merupakan sopir baru pengangkut anak sekolah. Sebelumnya, bertugas mengangkut sawit. “Bukan dia (Ramadhani) sopir yang biasa membawa kami, berganti orangnya,” kata siswi yang masih duduk dibangku kelas VIII SMP ini.
Sementara, di salah satu rumah duka, di afdeling II, Jamal Laia dan istrinya, orangtua dari korban Gebriel Laia dan Viliania Laia terus saja menangis histeris, serasa tak percaya dengan kepergian dua anaknya tersebut. “Ya Tuhan kepada kau jemput anakku ini, kenpaa bukan aku saja yang kau jemput,” serunya menangis histeris.
Begitu juga dengan Hadira, ibu dari korban Upiana Laia, korban tewas lainnya terus histeris memanggil nama putrinya tersebut. Katanya, bulan tujuh nanti, korban akan merayakan ulang tahunnya yang ke-16 tahun. “Sebentar lagi bulan tujuh anakku, ulang tahunlah kau, Upiana,” tangisnya.
Ia juga masih ingat, putri tersayangnya tersebut pernah berpesan padanya, bila tamat nanti akan tinggal di Sibolga bersama saudara orangtuanya. “Kau bilang kalau sudah tamat nanti kau mau tinggal di Sibolga. Di Sibolga aku nanti mamak tinggal,” ucap Hadira menirukan perkataan putrinya tersebut.
Mendikbud Peringatkan Keselamatan ke Sekolah
Di sisi lain,Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan ikut menyoroti kasus kecelakaan truk yang menewaskan 17 siswa ini. Menurut Anies selama ini masih ada kecenderungan meremehkan keselamatan siswa menuju sekolah.
Anies mengatakan kecelakaan seperti yang dialami 17 siswa di Tapanuli Tengah itu bisa juga terjadi pada bidang pekerjaan apapun. “Bisa terjadi dalam bekerja atau belajar. Dalam menuju lokasi bekerja atau lokasi belajar,” katanya di Jakarta kemarin.
Menurut Anies, kita sering menyesali ketika kecelakaan yang mengorbankan siswa sudah terjadi. “Padahal kasus seperti ini bisa diantisipasi,” katanya. Misalnya kasus kecelakaan itu yang di sebabkan bas lepas, bisa diantisipasi dengan pengecekan rutin kondisi atau kelayakan kendaraan. Apalagi kendaraan ini dipakai untuk mobilisasi siswa menuju sekolah sehari-hari.
Dia berharap mulai sekarang urusan safety siswa menuju dan pulang dari sekolah tidak bisa dibebankan kepada sekolah atau orangtua siswa saja. Mantan rektor Universitas Paramadina Jakarta itu mengatakan, seluruh orang dewasa harus mulai menunjukkan perhatian terhadap perjalanan siswa menuju sekolah.
“Mari kita anggap mereka itu adalah adik-adik kita sendiri. Bukan anak bapak ini atau bapak itu,” jelasnya. Dia mencontohkan banyak anak-anak yang bermain di pinggir jalan perkotaan. Padahal berbahaya bagi keselamatan mereka. Anies berharap orang dewasa siapapun yang mengetahuinya harus mengingatkan tentang keselamatan bermain di pinggir jalan. “Jangan kalau sudah terjadi kecelakaan, baru ramai.”
Urusan keamanan keselamatan siswa menuju dan pulang dari sekolah, sudah digalakkan Kemendikbud sejak beberapa bulan lalu. Tepatnya ketika terjadi insiden jebatan putus di Banten. Akibat insiden ini, siswa yang melintas di jembatan tercebur ke sungai.
Sayangnya program Kemendikbud membuka laporan akses siswa ke sekolah tidak mendapatkan respon dari masyarakat. Hingga saat ini, tidak ada satupun laporan dari masyarakat tentang adanya akses siswa ke sekolah yang berbahaya. Padahal sejatinya banyak sekali di daerah-daerah, akses ke sekolah yang ekstrim.
Anies menegaskan Kemendikbud tidak memiliki personel yang cukup untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Untuk itu dia berharap masyarakat siapapun yang mengetahui akses berbahaya siswa menuju sekolah untuk melapor. Kemudian Kemendikbud bisa menekan instansi terkait untuk segera memperbaiki akses tersebut. (ts/smg/wan/jpnn/rbb)