Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus memantau keberadaan Orangutan Tapanuli (Ponggo Tapanuliensis) di sekitar kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) di Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Hasil penelitian terakhir menunjukkan kepadatan orangutan di kawasan itu terbilang rendah.
Tim Pemantauan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK saat ini memantau keberadaan orangutan di wilayah blok selatan kawasan Batangtoru. Dalam pemantauan terakhir, ditemukan beberapa sarang orangutan yang berjarak 7 kilometer dari rencana lokasi power house PLTA Batangtoru.
Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli Ditjen KSDAE KLHK, Wanda Kuswanda, menyatakan, habitat keberadaan orangutan Tapanuli di kawasan Batangtoru tersebar pada tiga blok terpisah, yakni blok barat, timur, dan selatan. Luas keseluruhan kawasan Batangtoru mencapai 163,846 hektare.
Populasi orangutan terbanyak berada di blok barat, yang mengarah ke Adian Koting, Kabupaten Tapanuli Utara. Berikutnya, berada di blok timur, yakni wilayah cagar alam (CA) Sipirok di Tapanuli Selatan, dan yang paling sedikit berada di blok selatan, terutama cagar alam Sibual-buali.
“Berdasarkan penelitian terakhir, kepadatan orangutan di blok selatan ini memang terbilang rendah. Hanya sekitar 0,41 individu per kilometer persegi,” kata Wanda.
Di tempat lain, lanjut Wanda, kepadatan populasi orangutan bisa mencapai 0,7 hingga 0,8 per individu per kilometer persegi. Hal ini bergantung pada aspek ideal untuk kepentingan habitat orangutan itu sendiri.
Kawasan blok selatan yang minim jumlah individu orangutan itu berbatasan dengan APL, yang merupakan lahan perkebunan rakyat. Masyarakat menanami lahannya dengan pohon karet, petai, dan durian. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru yang dalam proses pembangunan, juga berada di kawasan APL ini.
“Kepastian jumlah orangutan di kawasan Hutan Batangtoru masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Dikatakan Wanda, pihaknya secara berkesinambungan melakukan pemantauan dan penelitian di kawasan tersebut,” pungkas Wanda.
Sebelumnya Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno menyatakan, keberada orangutan di kawasan Batangtoru menjadi perhatian utama pihaknya. Saat ini ada satu tim monitoring yang terus memantau aktivitas orangutan di sana, termasuk yang berada di sekitar APL.
Pengembang PLTA Batangtoru, PT North Sumatra Hydro Energy (HNSE) pun terus menjalankan sejumlah aksi untuk memelihara keanekaragaman hayati kawasan Batangtoru. NSHE mengikuti rekomendasi KLHK dan mengadopsi praksis terbaik pembangunan ramah lingkungan dalam proyeknya.
Tim monitoring itu difungsikan selama sebulan ini. Setiap hari mereka melakukan monitoring di Batangtoru dan melapor langsung kepada Dirjen. Pola pengawasan harian ini diharapkan dapat terus dilakukan pengelola PLTA Batangtoru. Dengan demikian jika ada masalah orangutan, bisa langsung terdeteksi. Ada laporan harian yang bisa menjadi pedoman.
“Orangutan di sana itu lucu. Dia mempunyai tradisi bisa tinggal di dekat-dekat kebun-kebun masyarakat. Apalagi musim buah. Kalau buahnya habis, dia pergi ke daerah yang lebih tinggi lagi. Menariknya, masyarakat di sana tidak menganggu orangutan,” kata Wiratno. (rel/ila)