25.6 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Terdampak Pembangunan Bendungan Lau Simeme, Masyarakat Dapat Ganti Rugi

no picture

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Status tanah hutan produksi yang berpuluh tahun didiami masyarakat dari lima desa di Kecamatan Sibiru-biru, akhirnya akan segera dicabut. Hal itu dibenarkan salah satu anggota Komisi A DPRD Sumut, Hj. Jamilah.

“Iya benar, kelima desa itu namanya desa Sibiru-biru, STM Hilir, STM Hulu, Sibolangit dan Desa Mardinding. Prosesnya akan selesai sekitar tiga bulan mendatang, kita doakan saja supaya cepat selesai”, ucap Jamilah kepada Sumut Pos, Jumat (29/3)

Jamilah menyebutkan, saat ini masyarakat dari lima desa di kecamatan Biru-biru yang terkena dampak bendungan Lau Simeme diminta mempersiapkan surat-surat kepemilikan tanah mereka.

“Jika tidak ada suratnya, mereka harus meminta kepada Kades untuk membuat surat menguasai fisik. Dan hasil kunjungan kami kelahan yang kena Bendungan Lau Simemei yang dinyatakan Hutan Produksi, ter maka Dinas kehutanan siap akan mengeluarkan TORA, yang mana atas hal itu masyarakat akan mendapatkan surat sertifikat tanah mereka. Dengan sertifikat itu nantinya, masyarakat yang kena dampak bendungan Lau Simeme akan mendapat ganti rugi sesuai harga tanah di sana dari pemerintah. Ini janji dari Kades dan Camat serta Dinas Kehutanan dan BPN. Katanya proses ini akan makan waktu sekitar 3 bulan 2 minggu”, terangnya.

Menurut Jamilah, dirinya telah berkali-kali melakukan kunjungan ke lokasi tersebut. Dan benar, bahwa wilayah itu telah lama menjadi pemukiman warga.

“Kami sudah kunjungan, terakhir pada Senin (25/3) kemarin. Dalam kunjungan itu, kami melihat lokasi yang dikatakan hutan produksi adalah pemukiman, ladang bahkan ada kantor pemerintahan desa. Masak ada kantor pemerintahan di hutan produksi. Selain itu, hasil pihak pemerintah yakni Camat, Dinas Kehutanan Provinsi Sumut dan BPN pun menyanggupi untuk mengeluarkan lahan masyarakat dari hutan produksi dan memberi ganti rugi kepada masyarakat,” katanya.

“Rinciannya, waktu tiga bulan dua minggu tersebut akan digunakan oleh Camat Biru-biru selama satu bulan, Dinas Kehutanan selama dua bulan dan BPN selama dua minggu”,sambungnya.

Seperti diketahui, kasus lahan dilima desa pada kecamatan Biru-biru yang lahannya terkena dampak proyek nasional berupa bendungan lau Simeme telah lama menjadi perhatian. Masing-masing masyarakat yang mengaku sebagai pemilik lahan, menolak bila harus digusur tanpa ganti rugi dengan alasan lahannya merupakan bagian dari hutan produksi. Untuk itu, masyarakat setempat pun telah menempuh beberapa upaya dalam menyelamatkan lahan mereka tersebut, salah satunya dengan mendatangi serta mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) pada komisi A DPRD Sumut untuk menyelesaikan masalah ini. (mag-1/han)

no picture

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Status tanah hutan produksi yang berpuluh tahun didiami masyarakat dari lima desa di Kecamatan Sibiru-biru, akhirnya akan segera dicabut. Hal itu dibenarkan salah satu anggota Komisi A DPRD Sumut, Hj. Jamilah.

“Iya benar, kelima desa itu namanya desa Sibiru-biru, STM Hilir, STM Hulu, Sibolangit dan Desa Mardinding. Prosesnya akan selesai sekitar tiga bulan mendatang, kita doakan saja supaya cepat selesai”, ucap Jamilah kepada Sumut Pos, Jumat (29/3)

Jamilah menyebutkan, saat ini masyarakat dari lima desa di kecamatan Biru-biru yang terkena dampak bendungan Lau Simeme diminta mempersiapkan surat-surat kepemilikan tanah mereka.

“Jika tidak ada suratnya, mereka harus meminta kepada Kades untuk membuat surat menguasai fisik. Dan hasil kunjungan kami kelahan yang kena Bendungan Lau Simemei yang dinyatakan Hutan Produksi, ter maka Dinas kehutanan siap akan mengeluarkan TORA, yang mana atas hal itu masyarakat akan mendapatkan surat sertifikat tanah mereka. Dengan sertifikat itu nantinya, masyarakat yang kena dampak bendungan Lau Simeme akan mendapat ganti rugi sesuai harga tanah di sana dari pemerintah. Ini janji dari Kades dan Camat serta Dinas Kehutanan dan BPN. Katanya proses ini akan makan waktu sekitar 3 bulan 2 minggu”, terangnya.

Menurut Jamilah, dirinya telah berkali-kali melakukan kunjungan ke lokasi tersebut. Dan benar, bahwa wilayah itu telah lama menjadi pemukiman warga.

“Kami sudah kunjungan, terakhir pada Senin (25/3) kemarin. Dalam kunjungan itu, kami melihat lokasi yang dikatakan hutan produksi adalah pemukiman, ladang bahkan ada kantor pemerintahan desa. Masak ada kantor pemerintahan di hutan produksi. Selain itu, hasil pihak pemerintah yakni Camat, Dinas Kehutanan Provinsi Sumut dan BPN pun menyanggupi untuk mengeluarkan lahan masyarakat dari hutan produksi dan memberi ganti rugi kepada masyarakat,” katanya.

“Rinciannya, waktu tiga bulan dua minggu tersebut akan digunakan oleh Camat Biru-biru selama satu bulan, Dinas Kehutanan selama dua bulan dan BPN selama dua minggu”,sambungnya.

Seperti diketahui, kasus lahan dilima desa pada kecamatan Biru-biru yang lahannya terkena dampak proyek nasional berupa bendungan lau Simeme telah lama menjadi perhatian. Masing-masing masyarakat yang mengaku sebagai pemilik lahan, menolak bila harus digusur tanpa ganti rugi dengan alasan lahannya merupakan bagian dari hutan produksi. Untuk itu, masyarakat setempat pun telah menempuh beberapa upaya dalam menyelamatkan lahan mereka tersebut, salah satunya dengan mendatangi serta mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) pada komisi A DPRD Sumut untuk menyelesaikan masalah ini. (mag-1/han)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/