Meski demikian di satu sisi, Bawaslu mengaku kesulitan mendapat akses salinan terkait laporan sumbangan dana kampanye paslon dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut. “Kalau salinan LPSDK (Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye) ada, tapi dokumen seperti bukti transfer, rekening koran, dan lain-lain yang kami gak dapat. Alasan mereka (KPU) tidak diatur dalam Peraturan KPU,” pungkasnya.
Pendapat berbeda disampaikan Komisioner KPU Sumut, Yulhasni. Menurutnya, tidak ada perbedaan tata cara kampanye paslon saat Ramadan dan bulan-bulan lainnya. “Ya, sama saja. Seperti kampanye rapat terbatas, itu boleh dilakukan. Yang terpenting sesuai dengan PKPU No.4/2017 tentang Kampanye Pilkada. Seperti tidak ada alat peraga kampanye di rumah-rumah ibadah, sekolah, dan tempat-tempat yang memang dilarang sesuai ketentuan. Kalau APK saja tidak diperkenankan, tentu tidak boleh berkampanye di rumah ibadah,” katanya.
Di samping PKPU No.4/2017, kata dia, terdapat 24 larangan dalam kampanye Pilkada serentak 2018 berdasarkan UU No.10/ 2016 tentang Pilkada. Yakni; paslon atau tim kampanye (gabungan parpol pendukung) dilarang melibatkan pejabat BUMN/BUMD, ASN, anggota Polri/TNI, kades/lurah dan perangkat desa lainnya; Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, TNI/Polri, kades/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon selama masa kampanye.
Selanjutnya, selama masa tenang, media massa cetak, elektronik) televisi, radio, dan/atau media online) dan lembaga penyiaran dilarang menyiarkan iklan kampanye paslon, rekaman debat paslon, rekam jejak parpol pendukung atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan paslon, tim kampanye dan/atau parpol pendukung dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih.
“Hal lainnya yang sudah umum seperti menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan paslon. Melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba parpol, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat.
Menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau partai politik, serta mengganggu keamanan, ketentraman, dan ketertiban umum,” paparnya. (prn/azw)