MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana yang dilontarkan Gubernur Sumatera Utara (Pemprovsu) untuk memusnahkan massal sekitar 1,2 juta ekor babi di Sumut pascaserangan wabah hog cholera yang membunuh 14 ribu ternak babi di 14 kota/kabupaten di Sumut, masih menunggu diskresi dari pemerintah pusat.
“Untuk melakukan pemusnahan massal babi, pemerintah pusat harus menyatakan status kejadian luar biasa (KLB) kolera babi di Sumut. Pemprovsu sendiri saat ini hanya bisa melakukan penanganan hog cholera melalui disinfektan dan mencegah perpindahan antarbabi,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap, menjawab wartawan, Jumat (29/11).
Persoalan baru sekaitan penyebaran hog cholera, lanjutnya, yakni perpindahan orang yang sudah masuk lingkungan yang terpapar wabah. Artinya, orang yang memakan daging babi yang sudah terjangkit hog cholera, dan berpindah ke tempat lain, dapat menambah penyebaran wabah itu.
“Misalkan dia makan atau buang air besar di satu tempat, limbah kotoran dia itu bisa pindah ke situ. Karena daging (terserang hog cholera) yang dikonsumsi manusia, ketika dia buang kotoran, virusnya hidup selama 140 hari (dalam kotorannya). Jadi bisa tersebar juga melalui itu,” katanya.
Saat ini, lanjutnya, pihaknya masih konsern soal perpindahan babi antardesa, antar kecamatan, sampai antarwilayah. Namun di satu sisi, pihaknya tidak bisa mencegah perpindahan orang dari satu tempat ke tempat lain. “Ditambah lagi ada acara-acara adat dan lain sebagainya, tidak mungkinlah itu kita larang,” katanya.
Dia juga menegaskan, vaksin dan obat untuk menangani wabah hog cholera sudah tidak ada. Untuk itu kepada kelompok peternak, pihaknya hanya bisa mengimbau untuk menjaga lingkungan peternakan tetap bersih dan steril.
Disinggung sudah berapa kabupaten dan kota terserang kolera babi di Sumut, dia menyebut, sudah 14 daerah (sebelumnya 13 daerah). Namun untuk kasus kematian 33 ekor babi yang baru-baru ini terjadi di Simalungun, diakuinya, pihaknya belum melakukan penelitian.
“Itu belum diteliti apakah hog cholera atau bukan. Baru tadi laporannya itu. Dan untuk status KLB, yang berhak menyatakan itu adalah menteri. Karena pak gubernur sudah melaporkan ke menteri sesuai hasil penelitian dan laboratorium tentang hog cholera. Tinggal menunggu menteri serta ahli-ahlinya yang ada di pusat,” katanya.
Mengenai pembiayaan ataupun ganti rugi yang disuarakan para peternak, menurutnya, sampai kini belum ada pembahasan ke arah sana. Yang pasti hingga saat ini, sudah ada 14 ribu ekor lebih babi yang mati di Sumut.
Sudah Divaksin
Kabid Kesehatan Hewan pada Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Mulkan Harahap menambahkan, sebelum kasus kematian babi akibat hog cholera mencuat di Sumut, vaksin sudah pernah diberikan untuk peternak babi. Namun sejak kondisi semakin meluas, pemberian vaksin diberhentikan karena dapat menambah parah serangan wabah.
“Ya, makin memperparah. Seharusnya yang divaksin adalah ternak yang masih dalam kondisi sehat. Tapi dulu kita sudah pernah berikan vaksin hog cholera,” katanya.
Ia menegaskan, imbauan pemberhentian pemberian vaksin langsung disampaikan pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian. “Imbauan lisan dari pusat. Sebab divaksin pun tetap mati. Imbauan ini juga sudah dijalankan oleh teman-teman di lapangan. Virus itu memang tidak ada obatnya. Untuk mengatasinya adalah pencegahan terhadap ternak yang masih hidup,” katanya.
Peternak Berharap Bantuan
Minimnya penanganan pemerintah mengatasi serangan virus hog cholera di Sumut, yang hanya membatasi ternak babi maupun dagingnya keluar-masuk dari dan ke Sumut, dinilai para peternak belum cukup dalam mencegah penyebaran virus di Sumut.
“Kita memang setuju agar babi dari Sumut jangan keluar dulu. Dan babi dari luar juga jangan masuk ke Sumut. Tetapi di sisi lain, cara itu tidak efektif menyelesaikan serangan virus,” ucap pengurus Asosiasi Peternak Babi (Asperba) Sumut, Hendri Duin kepada Sumut Pos, Jumat (29/11).
Hendri mengatakan, saat ini puluhan bahkan ratusan peternak babi di Sumut mengalami kerugian besar akibat ternak mati dalam jumlah yang banyak. “Sebenarnya tak hanya peternak saja yang merugi. Pedagang daging babi juga turut merugi. Begitu juga dengan para pengusaha rumah makan berbahan baku daging babi. Karena banyak masyarakat yang tidak mau lagi mengonsumsi daging babi, karena takut terjangkit virus,” ujarnya.
Padahal, kata Hendri, virus hog cholera tidak menjangkit pada manusia, bahkan hewan-hewan lainnya kecuali hewan babi sendiri. “Maka kami minta Pemprov Sumut dan seluruh jajaran pemerintah lainnya di Sumut, agar terus menyosialisasikan hal ini kepada masyarakat agar masyarakat tidak ragu kembali untuk mengoonsumsi daging babi,” katanya.
Hendri juga berharap agar pemerintah berkenan memberikan bantuan kepada masyarakat peternak babi yang telah mengalami kerugian atas matinya ternak-ternak babi mereka. “Selain mendapatkan bantuan menguburkan bangkai babi, para peternak juga berharap ada bantuan dari pemerintah. Kita harapkan pemerintah punya solusi menanggapi kerugian yang dialami para peternak,” tandasnya.
Karo Bentuk 18 Posko
Terpisah, Pemerintah Kabupaten Karo membentuk Tim Unit Respons Cepat Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Menular Pada Ternak Babi, melalui Surat Keputusan Nomor: SK/ 520/473/Pertanian /2019 tanggal 28 November 2019. Selain itu, Pemkab Karo membentuk posko di tiap kecamatan dan ditambah posko kabupaten.
“Total 17 posko di tiap kecamatan ditambah 1 Posko Kabupaten,” kata Bupati Karo Terkelin Brahmana.
Posko Kabupaten, pada Kamis 28 November 2019, mendapat laporan dari masyarakat yang menemukan adanya bangkai babi di parit pinggir jalan kawasan Desa Singa, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo.
Laporan itu ditindak lanjuti Bupati Karo bersama Sekda Karo Kamperas Terkelin Purba, Kepala Bappeda Nasib Sianturi, Kepala Dinas Pertanian Metehsa Purba, Kabid Peternakan Herniwati Peranginangin, Kasat Reskrim Polres Tanah Karo AKP Sastrawan Tarigan, Kabid Kebersihan Hotman Brahmana dan unsur Babinsa Kodim 0205/Tanah Karo.
Hasilnya, dari penelusuran di lokasi, ditemukan lima ekor bangkai babi yang dimasukkan dalam karung, di parit pinggir jalan di Desa Singa, Kecamatan Kabanjahe, dalam kondisi sudah membusuk.
“Bangkai babi dibuang oleh orang yang tidak dikenal di seputaran jalan ke Desa Singa, Kecamatan Kabanjahe. Dan setelah dicek benar adanya bangkai babi ditemukan, sudah bau dan membusuk,” katanya.
Bupati mengimbau bagi masyarakat, peternak, pengusaha yang mendapati babinya mati mendadak, agar segera menghubungi posko. “Saya mengimbau segera diinformasikan ke Pemda Karo di Posko 1. Hal ini akan ditindaklanjuti oleh tim Posko. Jangan dibuang tapi laporkan, kita akan tangani,” tegas Terkelin.
Kepala Dinas Pertanian Karo, Metehsa Purba menyatakan jumlah babi yang mati terserang hog cholera kini mencapai 1.516 ekor. Diperkirakan, jumlah babi mati akibat hog cholera akan bertambah. “Kemungkinan, setiap detik, menit, jam dan hari terus bertambah dan akan kita update, publikasi,” katanya.
Kawasan endemik hog cholera, Metesha menyebutkan di kawasan Kecamatan Lau Baleng, Mardinding, Kabanjahe, Simpang Empat, Tiga Panah, Munte, dan Kecamatan Barusjahe.
Mengenai temuan lima ekor bangkai babi di jalan Desa Singa, Kecamatan Kabanjahe, Metesha menegaskan ditangani oleh Tim Unit Respons Cepat. Bangkai babi itu dikubur di kawasan Lau Simomo. Penguburan lima ekor bangkai babi yang dilakukan Kamis malam, dipantau Bupati Karo Terkelin Brahmana. Kelima ekor bangkai babi, ditanam di lubang 10×20 meter dengan kedalaman 4 meter. (prn/map/deo)