BERASTAGI, SUMUTPOS.CO – Pelajaran Matematika bagi sejumlah siswa terkadang menjadi momen menggelisahkan. Rumus-rumus berhitung yang terkesan rumit, membuat otak terasa buntu. Padahal banyak permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang harus diselesaikan dengan Matematika.
Nah, agar mata pelajaran Matematika menarik, dimengerti, dan bermakna bagi siswa, Serma Ulipa Simbolon, guru kelas VI SD Negeri 040460 Berastagi, Sumatera Utara, membuat grup belajar (group learning) secara tatap muka, di sela-sela kebijakan belajar daring selama pandemi Covid-19. Tentu dengan persetujuan orangtua siswa dan dengan penerapan protokol kesehatan.
“Secara umum, Matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang cukup sulit oleh siswa, karena harus berpikir lebih keras dibanding mata pelajaran lainnya. Hal ini terkadang membuat siswa tidak senang jika disajikan materi Matematika. Namun dengan belajar mengalami langsung, akan memudahkan siswa memahami materi pelajaran dari yang abstrak menjadi hal konkret,” kata Serma Ulipa mengawali penjelasan, kepada Sumut Pos, Selasa (30/3).
Menurutnya, proses belajar mengalami langsung dengan cara mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata anak, akan membuat siswa merasakan manfaatnya. “Jika memungkinkan, pembelajaran dimulai dari persoalan sehari-hari atau situasi nyata menjadi persoalan Matematika, sehingga dapat diselesaikan,” tutur salahsatu Fasilitator Daerah Komunikasi Karo Program Pintar Tanoto Foundation ini, dengan nada ringan.
Maka, pada pembelajaran Matematika dengan materi ajar menentukan jarak antar tempat dan mengukur waktu tempuhnya, Serma Ulipa mengajak anak-anak didiknya bepergian dari SD Negeri 040460 Berastagi menuju tempat pemerahan susu (Gudaling Farm) di Kota Berastagi. Ia memilih perjalanan menaiki kendaraan umum.
“Awalnya, saya jelasnya tujuan pembelajaran betapa perlunya mengetahui jarak yang ditempuh, agar kecepatan dan waktu bisa diatur sebelum bepergian. Sebelum berangkat, saya mengondisikan dua orang siswa duduk di samping Pak Sopir. Sedangkan siswa lain yang memiliki hape Android mengaktifkan penghitung waktu,” katanya menjelaskan metode belajar yang digunakannya.
Selama perjalanan di atas angkot, ia menstimulus para murid dengan sesi tanya jawab. “Bagaimana cara agar kita cepat tiba di tujuan?” tanyanya.
Salahseorang siswa bernama Rangga menjawab: “Mobilnya harus kencang, Bu!”
”Oke, berapa kilometer jarak SD 6 ke Gundaling Farm dan jam berapa kita sampai ke tujuan?” lanjutnya bertanya.
Serentak siswa menjawab: “Tidak tahu, Bu!”
Lantas, Serma Ulipa menjelaskan, untuk mengetahui jarak antara SD 6 ke Gundaling Farm, siswa perlu mengetahui kecepatan laju kendaraan dan waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak yang dituju.
“Bagaimana cara mengetahuinya, Bu?” tanya seorang siswa penasaran.
“Nah… temanmu yang duduk di samping Pak Sopir, akan mengamati speedometer mobil selama dalam perjalanan. Temanmu yang mengaktifkan penghitung waktu, nanti akan menonaktifkan penghitung saat kita tiba di tujuan,” jelasnya.
Setiba di Gundaling Farm, para siswa diminta menulis keterangan berapa laju kecepatan mobil dari speedometer angkot yang diamati, dan waktu tempuh yang tercatat sesuai penghitung waktu di hape Android.
Selanjutnya, Serma mengadakan tanya jawab agar siswa menemukan sendiri cara menentukan jarak yang ditempuh, dengan beberapa contoh soal cerita secara lisan. Siswa menanggapi pertanyaan guru dengan gagasan atau jawaban yang berbeda-beda.
Kemudian, Serma menyerahkan lembar kerja peserta didik untuk digunakan siswa menentukan jarak yang telah ditempuh dengan rumus Matematika.
“Siswa saya minta berdiskusi secara berpasangan, untuk menyelesaikan soal pada lembar kerja peserta didik,” ungkapnya.
Pada akhir pembelajaran melakukan refleksi, beberapa siswa memberi tanggapan akan pengalaman belajarnya.
Siswa bernama Nurmala penuh semangat mengaku senang belajar Matematika dengan cara seperti itu. “Sambil jalan-jalan bisa dapat pelajaran, dan saya jadi mudah mengerti,” katanya sembari tersenyum lebar.
Siswa bernama Hazael menambahkan: “Saya jadi tahu Bu, kalau naik kendaraan perlu diatur kecepatannya agar tidak terlambat ke tujuan.”
Senang metode belajarnya disambut penuh semangat oleh siswa, dan juga dipahami, serma Ulipa mengakhiri pembelajaran dengan memberi penguatan.
“Guru sebagai fasilitator akan memberi kenyamanan kepada siswa untuk mengalami proses belajarnya dengan mengalami dan mencoba, sehingga mampu menemukan konsep Matematika. Pembelajaran yang mengandung unsur MiKIR, salahsatunya Mengalami dari program Tanoto Foundation, membuat siswa menjadi kritis dan aktif, apabila pembelajaran dirancang dengan kreatif,” tutupnya manis. (rel/mea)