SUMUTPOS.CO- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan akan memeriksa Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istri mudanya Evi Susanti, Senin (3/8). Bedanya, jika pada dua pemeriksaan sebelumnya Gatot baru diperiksa sebagai saksi untuk tersangka M Yagari Bhastara, maka pada pemeriksaan mendatang politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut sudah akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
“Pemeriksaan kalau tidak salah dijadwalkan Senin (8/3), untuk tersangka GPN dan ES,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Johan Budi di Jakarta, Kamis (30/7).
Namun begitu Juru Bicara lembaga antirasuah ini belum berani membeber lebih jauh, apakah usai menjalani pemeriksaan nantinya Gatot dan Evi akan langsung ditahan. Ia hanya menyebut semuanya tergantung hasil pemeriksaan. Namun begitu perlu diketahui, semua tersangka atas perkara yang disidik KPK, akan menjalani penahanan begitu semua persyaratan terpenuhi sebagaimana diatur dalam undang-undang.
“Itu (penahanan,red) tergantung nanti (hasil pemeriksaan,red). Setelah dilakukan pemeriksaan, akan dirapatkan apakah tersangka perlu ditahan atau tidak. Kalau memang menurut subjektivitas penyidik perlu penahanan, dilakukan penahanan. Tapi sampai saat ini kan belum diperiksa sebagai tersangka,” ujar Johan.
Sebagaimana diketahui, Gatot dan Evi melengkapi jumlah delapan tersangka kasus dugaan suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup. Mereka diduga bersama-sama memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang kepada majelis hakim dan panitera PTUN Medan.
Pemberian bertujuan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan ke PTUN Medan untuk diadili terkait permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Provinsi Sumatera Utara sesuai Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan, atas penyelidikan tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS), dan penahanan pencairan dana bagi hasil (DBH) yang dilakukan Gubernur Sumatera Utara di PTUN.
Atas dugaan perbuatannya, Gatot disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 dan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana. Untuk dugaan pelanggaran pasal 6 ayat 1, Gatot terancam hukuman 15 tahun penjara.
Selain telah menetapkan delapan tersangka, dalam perkara ini KPK juga memeriksa sejumlah saksi. Termasuk Mustafa yang disebut-sebut asisten pribadi Gatot. Pria yang juga politikus PKS ini juga telah dua kali menjalani pemeriksaan, Senin (27/7) dan Rabu (29/7).
Jika pada pemeriksaan Senin lalu, Mustafa mengaku telepon genggamnya disita KPK, maka kali ini ia mengaku telah diperdengarkan sadapan pembicaraannya melalui telepon dengan Gerry.
“Ada rekaman-rekaman pembicaraan saya dengan Gerry itu. Iya (diperdengarkan,red). Memang hubungan saya (dengan Gerry,red) selama proses PTUN ini,” ujarnya.
Meski begitu Mustafa menegaskan dirinya sama sekali tidak terlibat dalam kasus ini. Menurutnya, beberapa waktu lalu ia hanya mengantarkan Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut, Ahmad Fuad Lubis, bertemu Gerry di sebuah rumah di Medan.
“Tidak ada, yang membawa surat (gugatan) itu ya Gery. Gerry langsung ke Fuad, yang bawa surat itu pak Fuad,” ujarnya.
Sebelumnya, Fuad yang juga sudah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini menegaskan, gugatan ke PTUN dilakukan bukan atas inisiatifnya. Namun, atas perintah Gatot.(gir/rbb)