MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus sengketa lahan yang melibatkan Bupati Asahan, H Taufan Gama Simatupang, yang dilaporkan warga ke Polda Sumut mendek. Pasalnya, surat panggilan pertama penyidik Poldasu kepada Taufan Gama Simatupang tak ditanggapi. Hingga kemarin (30/10), Taufan Gama Simatupang tak kunjung hadir untuk menghadap penyidik.
Kasubagpenmas Poldasu, AKBP MP Nainggolan mengatakan, panggilan pertama telah dilayangkan penyidik kepada Taufan (27/10) lalu untuk dimintai keterangannya terkait laporan beberapa warga ke Poldasu.
“Kapasitasnya masih saksi, dan sudah dipanggil, namun hingga saat ini yang bersangkutan belum datang tanpa alasan,” terang Nainggolan, Kamis (30/10) siang.
Menurutnya, kalau yang bersangkutan tidak datang, polisi akan melakukan pemanggilan kedua. Karena keterangannya sangat perlu untuk kepentingan laporan.
“Keterangannya sangat diperlukan untuk melihat seperti apa kasus ini, dan kita akan tetap memanggilnya. Kan masih ada panggilan kedua dan ketiga. Intinya, penyidik telah melayangkan surat untuk melanjutkan laporan warga,” tuturnya.
Sementara itu, M Afifudin, anak H Ishak yang melaporkan Taufan meminta Poldasu agar segera menyelesaikan kasus tersebut, karena sudah dua bulan terlapor belum juga dipanggil.
Selain itu, dia juga meminta agar penyidik Poldasu profesional dalam menangani kasus ini.
“Bukan soal kasus lahan itu saja, rumah yang ditempatinya itu juga pernah dibuat markas politik pada tahun 2008 yaitu dijadikan sekretariat pemenangan Pilkada dan diberi plank nama Taufan Center,” ungkapnya.
Dikatakannya, karena lahan yayasan masih bermasalah, ayahnya sebagai satu pendiri Yayasan Pesantren Modern Daar Al Ulum (PMDU), di Jl Mahoni No 17A Kel. Mekar Baru, Kec. Kisaran Barat, telah mengirimkan surat ke Kemenkumham agar memblokir yayasan tersebut karena belum terdaftar di Kemenkumham.
“Sudah kita suratin Kemenkumham agar melakukan pemblokiran, dan kita tinggal menunggu kerja mereka. Yang kami kwatirkan, pelajar/mahasiswa yang menuntut ilmu di sana ijazahnya tidak resmi, kan kasihan mereka, karena tidak terdaftar di Kemenkumham. Yang lebih aneh lagi, kami menemukan bukti akte perubahan yayasan tersebut tahun 1995 dimana Taufan Gama Simatupang sebagai ketua umum. Namun, ketika dikonfirmasi nama-nama yang terdapat di dalam akte tersebut, mereka mengatakan tidak tahu dan heran dengan isi daftar nama itu, di antaranya Ir Amir Syarifudin, Chairiah Sujono Giatmo, Prof H Ramli AW, Hj Ana Sulmi dan Sulaiman Lubis. Mereka tidak pernah tahu namanya dimasukkan dalam kepengurusan PMDU akte 1995. Makanya, kami merasa bingung dengan permainan Taufan dan kami tetap mencari keadilan,” pungkasnya.
Kanit III/ Subdit I Kamneg Poldasu, Kompol Sandy Sinurat sebelumnya mengatakan, Poldasu telah memanggil beberapa saksi untuk dimintai keterangan terkait dilaporkannya Bupati Asahan, Drs Taufan Gama Simatupang ke Poldasu, masing-masing M.Ishak, H.Ronggo Warsito dan Ustad Rahman Rivai.
Menurut pelapor, katanya, tanah tersebut adalah tanah pemerintah yang diberikan kepada pesantren pada tahun 1977. “Sudah lama kali. Sampai sekarang kita juga tidak tahu sudah berapa banyak pergantian ketua yayasan tersebut. Namun, karena mereka pelapor kita wajib menerimanya dan menindaklanjutinya,” ucapnya.
Seperti diketahui, Bupati Asahan dilaporkan dengan bukti STTLP/946/VIII/2014 SPKT’III’. Beliau dilaporkan karena masyarakat dan pengurus yayasan merasa bingung dengan status bupati yang masih tinggal di tanah seluas 39×60 meter tersebut, padahal tanah tersebut sudah dihibahkan pemerintah untuk yayasan dengan bukti nomor surat keputusan Bupati TK II Asahan no 40/KPPTS/PK:-HS/77.
Tanah yayasan dulunya adalah milik pemerintah, seiring waktu berjalan, pemerintah Asahan menghibahkannya kepada masyarakat untuk dikelola menjadi yayasan dengan luas 39×60 meter, pada tahun 1977. Nah, sekitar tahun 1997, Taufan Gama membangun rumah di lahan itu dan beliau memilih tinggal di sana hingga saat ini. Setelah itu, pada tahun 1995 beliau mengubah akte tanah tersebut tanpa sepengetahuan pengurus yayasan. Hingga tahun 2008, dia masih menjadi ketua yayasan.
Selanjutnya, dia mencalonkan diri menjadi Bupati Asahan dan menang. Taufan masih tinggal di tanah yang telah dibangunnya menjadi rumah itu dan para keluarganya juga tinggal di sana. Sementara UU mengatakan bahwa bupati tidak boleh dua jabatan, apalagi yayasan tersebut belum berbadan hukum karena sampai sekarang bila diurus ke Kemenkumham selalu ditolak dengan berbagai alasan.
Selain itu, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga atas nama Taufan, padahal itu tidak mungkin karena tanah itu kepunyaan pesantren. (gib)