30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Pengusaha Gugat Aturan Outsourcing

JAKARTA- Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) menggugat Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) nomor 19 tahun 2012 mengenai pembatasan tenaga kerja alih daya atau outsourcing. Langkah itu diambil lantaran dianggap merugikan perusahaan penyedia jasa, perusahaan pemakai, dan pekerja.

Ketua Umum ABADI Wisnu Wibowo menerangkan pihaknya dengan didukung Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) telah mendaftarkan gugatan pada 14 Februari lalu. “Ada beberapa poin yang akan kami uji materinya karena bertentangan dengan apa yang diamanatkan undang-undang,” terangnya saat ditemui di acara Press Conference ABADI di Jakarta kemarin.

Salah satu pasal yang diuji materi yaitu pasal 17 ayat tiga. Dalam pasal disebutkan pembatasan jasa outsourcing yang diperbolehkan pada lima jenis pekerjaan. Yaitu, cleaning service, catering, security, usaha penunjang pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan bagi pekerja atau buruh.

Menurut Wisnu pasal itu menyalahi undang-undang tenaga kerja nomor 13 tahun 2003. Dalam undang-undang itu pekerja alih daya tidak dibatasi oleh pekerjaan itu saja, tapi ada juga lainnya. Selain itu pembuatan Permenakertrans tersebut tidak melibatkan pengusaha.

Wisnu mengungkapkan saat ini sekitar 20 persen pekerja outsourcing yang tidak diperpanjang masa kontraknya. Di Indonesia, saat ini ada sekitar 3,5 juta pekerja. Hanya sekitar 30-40 persennya bekerja di lima pekerjaan yang telah ditetapkan.

Jika peraturan tersebut tidak dicabut maka sisanya terancam dipecat.

Pada kesempatan yang sama Ketua Apindo Bidang Hubungan Industrial dan Advokasi Hasanuddin Rachman berkata, mustahil jika pemerintah ingin menghapus outsourcing. Ia menjelaskan, outsourcing itu muncul jika satu perusahaan merasa tidak mampu melakukan suatu pekerjaan sendiri.
“Contoh kecilnya rumah tangga, jika istri tidak bisa memasak. Bukan berarti rumah tangga berhenti tapi bisa memakai jasa katering atau pembantu,” terangnya.

Hasanuddin berkata, perlawanan mengenai outsourcing itu muncul lantaran banyak perusahaan outsourcing yang lari dari tanggung jawab. Misalkan saja kerancuan dalam kewajiban pembayaran pesangon atau tunjangan hari raya. Mestinya, kata Hasanuddin yang wajib membayar pesangon adalah penyedia jasa tenaga kerja. Penyedia jasa harus bisa menjelaskan bahwa potongan yang ia ambil digunakan untuk membayar hak tenaga kerja itu sendiri. “Jadi bukan dihilangkan tapi diatur lebih rapi lagi,”ucapnya. (uma/dos/jpnn)

JAKARTA- Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) menggugat Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) nomor 19 tahun 2012 mengenai pembatasan tenaga kerja alih daya atau outsourcing. Langkah itu diambil lantaran dianggap merugikan perusahaan penyedia jasa, perusahaan pemakai, dan pekerja.

Ketua Umum ABADI Wisnu Wibowo menerangkan pihaknya dengan didukung Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) telah mendaftarkan gugatan pada 14 Februari lalu. “Ada beberapa poin yang akan kami uji materinya karena bertentangan dengan apa yang diamanatkan undang-undang,” terangnya saat ditemui di acara Press Conference ABADI di Jakarta kemarin.

Salah satu pasal yang diuji materi yaitu pasal 17 ayat tiga. Dalam pasal disebutkan pembatasan jasa outsourcing yang diperbolehkan pada lima jenis pekerjaan. Yaitu, cleaning service, catering, security, usaha penunjang pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan bagi pekerja atau buruh.

Menurut Wisnu pasal itu menyalahi undang-undang tenaga kerja nomor 13 tahun 2003. Dalam undang-undang itu pekerja alih daya tidak dibatasi oleh pekerjaan itu saja, tapi ada juga lainnya. Selain itu pembuatan Permenakertrans tersebut tidak melibatkan pengusaha.

Wisnu mengungkapkan saat ini sekitar 20 persen pekerja outsourcing yang tidak diperpanjang masa kontraknya. Di Indonesia, saat ini ada sekitar 3,5 juta pekerja. Hanya sekitar 30-40 persennya bekerja di lima pekerjaan yang telah ditetapkan.

Jika peraturan tersebut tidak dicabut maka sisanya terancam dipecat.

Pada kesempatan yang sama Ketua Apindo Bidang Hubungan Industrial dan Advokasi Hasanuddin Rachman berkata, mustahil jika pemerintah ingin menghapus outsourcing. Ia menjelaskan, outsourcing itu muncul jika satu perusahaan merasa tidak mampu melakukan suatu pekerjaan sendiri.
“Contoh kecilnya rumah tangga, jika istri tidak bisa memasak. Bukan berarti rumah tangga berhenti tapi bisa memakai jasa katering atau pembantu,” terangnya.

Hasanuddin berkata, perlawanan mengenai outsourcing itu muncul lantaran banyak perusahaan outsourcing yang lari dari tanggung jawab. Misalkan saja kerancuan dalam kewajiban pembayaran pesangon atau tunjangan hari raya. Mestinya, kata Hasanuddin yang wajib membayar pesangon adalah penyedia jasa tenaga kerja. Penyedia jasa harus bisa menjelaskan bahwa potongan yang ia ambil digunakan untuk membayar hak tenaga kerja itu sendiri. “Jadi bukan dihilangkan tapi diatur lebih rapi lagi,”ucapnya. (uma/dos/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/